[18] Takdir!

428 48 10
                                    

***

Dengan amat hati-hati, Azlan mengetuk sebuah pintu, dimana didalam sana Sandy berdiam diri dan tak menampakkan diri sejak tadi.

Tak ada respon apapun, Afnan dengan brutal membuka kenop pintu. Melihat itu, Azlan kesal dan memukul tangan saudaranya cukup keras.

"Lo nggak bisa santai dikit apa?" gertak Azlan dengan suara dikecilkan.

"Nggak bisa, maemunah. Gue gregetan mau ninju muka si Santoso."

"Sandy! Irsandy Al-Arkan Khair." Koreksi Azlan. "Lagian punya salah apa si bocah itu?"

"Banyak, dosanya dah menumpuk."

Dua saudara itu bukannya segera masuk, justru berdebat di ambang pintu.

Azlan membuka lebar pintu didepannya, celingak-celinguk mencari keberadaan Sandy.

Keduanya masuk kedalam kamar yang terlihat suram tersebut. Mata Azlan memicing ketika menangkap siluet Sandy tengah duduk didekat pinggiran kasur, punggungnya terlihat bergetar, keduanya meyakini pemuda pendek itu pasti tengah menangis.

Sandy mengusap kasar air mata yang tak berhenti sejak tadi. Ia membuang pandangan, enggan menatap langsung kearah dua sepupunya.

Azlan dan Afnan mendudukkan diri disamping kirinya sembari duduk bersila.

10 detik,

30 detik,

1 menit—

"Sandy." Panggil Azlan setelah semenit lebih terdiam bagai patung.

"Hmm?"

Kesabaran Afnan setipis tisu dipotong-potong menjadi seratus bagian, ia ingin meninju wajah Sandy dengan bogeman keras. Keras! Keras sekali! Hingga wajah sok gantengnya itu bonyok!

"Ham hem, ham hem!" Cibir Afnan bergumam, mulutnya dimaju-majukan tanda ejekan.

Azlan menyenggol bahu adiknya, memicingkan mata sebagai tanda agar setidaknya Afnan tidak menyebalkan sehari saja.

"Sandy, ini hari ulang tahun Fyan."

"Urusannya sama gue?" Sandy bertanya dingin.

"Dia adek lo." Kata Azlan berusaha sabar.

"Dia pembunuh." Bergetar suara Sandy mengatakannya, namun itu tak membuat Afnan iba.

"Lo jangan menyulut emosi." Geram Afnan berdiri dari duduknya. Sandy ikut berdiri tegak disusul Azlan.

"Emang gue salah omong?"

Azlan menoleh kaku, menatap wajah Sandy yang tak menunjukkan rasa bersalah.

Afnan terkekeh hambar. "Gue pikir lo udah berubah, gue pikir seenggaknya lo punya rasa sayang sama Fyan, biar secuil pun itu. Fyan pernah cerita, katanya lo buatin dia nasi goreng, tau nggak? Dia bahagia banget pas cerita waktu itu."

Azlan menelan ludah, akhir-akhir ini ia memang sedikit sensitif, ia terlalu mudah menangis. Buktinya sekarang, matanya sudah berkaca-kaca.

Surat Takdir Dari Tuhan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang