[27] Martabat Seorang Wanita!

447 51 1
                                    


Jadilah seorang wanita seperti kamu mengharapkan putrimu kelak menjadi apa.

—Hibratul Akhyar—

***


Kini dirumah Azlan-Afnan, sedang terjadi acara besar-besaran. Bukan berarti banyak tamu, tetapi banyak makanan.

Acara ini direncanakan oleh Agung dan Fitrah, dengan rumah saudara Atharauf yang menjadi korbannya.

"Asik, nggak pernah dapet uang jajan dari kak Sandy, tapi selalu dapat makanan dirumah bang Azlan." Sorak Fyan.

"Itu pujian buat Azlan, sedangkan hinaan buat Sandy." Celetuk Fitrah.

"Lagian Sandy, jajanin adek lo sekali-kali kek!" Timpal Randi sembari mendengus kesal.

Sandy mendelik, mulutnya di maju-majukan tanda sedang mengolok-olok. "Gue kakaknya, bukan bapaknya."

"Nggak ada larangan kakak nafkahin adek, yaa!" Afnan ikut menimpali. Ia mencuri-curi pandang kearah kakaknya yang tengah berbincang dengan Akhyar. "Oi, bang Zul. Nafkahin gue sebagai adek lu."

Azlan menoleh sebentar, kemudian membuang pandangan dengan sinis. "Yang katanya mau nikah pas tamat sekolah, nggak gue nafkahin."

"Cih, baru rencana gue. Nadhif belum tentu mau... Tapi semoga sih, hahaha..."

"Emang stres, semoga Nadhif kuat." Agung geleng-geleng kepala.

Sedangkan Azlan dengan dunianya. "Kalau saya juga nikah pas tamat sekolah, gimana?"

Akhyar mengangkat bahu bingung. "Terserah kamu, yang mau jalanin 'kan, kamu."

"Kira-kira Silmi mau nggak ya?" gumamnya yang masih bisa didengar oleh Akhyar.

Ustadz muda itu terkekeh kecil. Ia tidak berniat menimpali lagi, Akhyar melanjutkan aktivitasnya yang sedang mengupas kulit pisang dan memotong buah itu menjadi dua bagian.

Agung yang tengah mengupas bawang merah menitikkan air mata ketika matanya mulai perih.

"Mau diapain sih ini bawang?!! Perasaan mau makan gorengan doang, hiksss." Kesal Agung sembari mendramatis diakhir kata.

"Kita mau bikin sambal, tuan Agung Muazzam... Biar makin enak dilidah, dicampur ama bawang." Cerocos Sandy.

"Terserah lah,"

"Ustadz yang goreng ini pisang'kan?" tebak Randi dan Akhyar menjawab dengan anggukan.

"Kalau gitu saya panasin minyak dulu."

"Zul!" Panggil Afnan kepada Azlan.

"Ha?"

"Kalau pisang goreng masih panas sebenarnya bukan pisang goreng namanya..." Afnan menggantung ucapannya.

"Terus apa'an? Pasti jawaban lu ngadi-ngadi lagi!" Azlan bertanya dengan nada kesal.

"Namanya, hihang hoheng, hahahahaha...." tawa Afnan meledak setelah mengatakannya.

"Nggak jelas!"

"Oh, saya emang nggak jelas, tapi kalau suka Nadhif itu sudah jelas!"

"Dih, bucin kamprett!" Teriak yang lainnya.

Akhyar menghela nafas gusar. Ia menatap dalam kepada Afnan, pemuda yang menyadari tatapan itu mengangkat alis sebagai isyarat bertanya.

"Maaf kalau saya harus bilang ini. Ini bukan cuma untuk kamu, tapi untuk kalian semua."

Semua pemuda yang mendengar itu duduk dengan tegak. Akhyar yang sedang mode serius wajib untuk diladeni.

"Kalian semua, harus pandai-pandai menjaga martabat seorang perempuan." Akhyar menatap bergantian kearah teman-temannya yang menunjukkan raut wajah serius.

Surat Takdir Dari Tuhan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang