[15] Menolak Menjadi Pecundang!

424 45 14
                                    

***


Pasukan oksigen terasa semakin berkurang, Azlan tak sedikitpun melepas pandangan pada gadis yang mengaku sebagai masa lalunya ini.

"Maaf, nggak ngeladenin orang becanda!" Sarkas Afnan. Tangannya meraih pergelangan tangan Azlan untuk membawa saudaranya pergi dari sini.

Namun, gadis itu kembali menahan langkah Azlan dengan meremas erat lengan sweater pemuda tersebut.

"Apa saya keliatan becanda? Kalau gitu liat mata saya, apa saya bohong?"

Azlan mengambil satu langkah mendekat, menatap intens mata gadis itu. Hanya dalam waktu beberapa detik Azlan mengulum bibir bingung.

"Gue nggak dapet apa-apa!" Kata Azlan lalu membuang pandangan. "Mata lo nggak menunjukkan apa-apa!"

"Saya, Ayyana Maura Olivia. Kamu selalu manggil saya, Aya. Kamu bener-bener nggak kenal?" mata gadis itu berkaca-kaca, ia sudah kehabisan akal untuk dapat meyakinkan Azlan.

Sulung Atharauf meneguk ludah susah payah.

"Aya..." lirih Azlan dengan suara bergetar. "Kamu beneran Aya?" tanya Azlan lagi memastikan.

Dengan itu tanpa ragu Maura mengangguk mantap.

Azlan menoleh kearah Afnan yang juga tengah menatapnya lekat.

"Dia, Aya-nya Azlan..." katanya disertai senyum getir. Dan Afnan dapat menangkap kekecewaan dari bulir air mata yang jatuh dari pelupuk mata kakaknya.

***

Marwan yang tengah berbincang dengan salah satu kolega bisnisnya, lantas menghentikan pembicaraan mereka ketika kedua putranya meminta izin untuk masuk.

"Assalamu'alaikum." Salam Azlan dan Afnan bersamaan.

"Wa'alaikumussalam... Eh?" Marwan dan Hendra —selaku kolega bisnis dan teman dekatnya— langsung terheran-heran ketika dibelakang dua pemuda itu berdiri seorang gadis berjilbab hanya sampai leher saja menunduk dalam.

"Maura? Kenapa kamu disitu, nak?" tanya Hendra.

Azlan dan Afnan mengerutkan kening sembari berbalik memandang Maura yang mengangkat pandangan.

"Kalian saling kenal?" tanya Azlan heran.

"Iya, dia keponakan saya." Balas Hendra.

"Om, ini Azlan..."

Hendra mengangguk. "Om kenal, dia anaknya Marwan, temen om."

"Dia orang yang Maura cari selama ini."

Afnan mengepalkan tangan dengan raut wajah kosong, sedangkan Marwan langsung berdiri dari duduknya.

"Maksudnya?" tekan Marwan dengan mata melotot minta penjelasan.

"Dia, Aya, bi! Dia, Aya-nya Azlan." Kata Azlan sukses membuat Marwan menahan nafas.

Hendra menggeleng tak menyangka, "saya nggak nyangka, Wan. Ternyata dunia sesempit ini."

"Kita duduk, mari berbincang dengan kepala dingin." Ajak Marwan berusaha tenang, walaupun ia tak kalah syok.

Beberapa menit mereka terdiam.

Afnan langsung membuka suara. "Kemana aja lo selama ini?"

Surat Takdir Dari Tuhan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang