Wintari POV
Aku duduk sendiri di balkon kamar, mata menerawang jauh ke depan, pikiran terbang ke awang-awang.
Di sisi lain kamarku, tepatnya di dalam rumah, menyebar ke segala sudut, puluhan manusia berdesakan di ruangan apartemen. Menikmati pesta perayaan kesuksesan Capricorn yang untuk pertama kalinya tampil di TV nasional.
Tapi tidak denganku.
Entah kenapa hiruk pikuk suara mengobrol dan keras suara musik, serta kebahagiaan orang-orang tidak bisa ku rasakan, semua itu hanya membuatku merasa kesepian.
Jadi di sinilah aku sekarang.
Saling pandang dengan gelap langit malam berhiaskan bulan sabit. Ku pilih menjadi teman menghabiskan sebotol minuman beralkoloh dengan kadar 27%.
Kedamaianku terusik oleh suara pintu kamar terbuka, suara kencang musik DJ terdengar di telinga. Aku menghembuskan nafas kasar, kesal.
Tak lama pintu tertutup, kembali memblokir suara musik. Aku menunggu siapapun yang mencari, tapi menit berlalu tanpa ada yang datang.
Ku tajamkan pendengaran, takut-takut ada orang tak dikenal yang berniat macam-macam. Karena tak mungkin member band ku yang masuk, mereka tahu aku tak suka.
Berikutnya terdengar suara yang membuat jantung berdebar kencang. Suara desahan perempuan, dan laki-laki yang mengerang keenakan.
Sontak aku berdiri, "This horny animal." rutukku, bangkit dari sofa, berniat mengusir keduanya keluar dari kamar.
"Kiana, baby." Ku dengar suara Ronan, vokalis Capricorn. Niatku seketika terhenti, itu teman satu band ku, Aku percaya bahwa ia sungguh-sungguh teman. Di antara yang lainnya, Ronan adalah yang paling bijaksana, jadi aku tahu, ia tak akan berani sampai jauh.
Aku kembali duduk, menikmati sisa beer di kaleng ketiga, lalu ku ambil airpods dari kantong jaket, kemudian menyumbat kedua telinga.
Lima menit lagi, jika mereka tak pergi, baru akan ku usir. Dasar remaja horni, pikirku.-0-
Kiana POV
Tak mengerti apa yang terjadi, ku biarkan tubuhku berbicara.
"Sayang... please..nghh.. keb..awah lagi aghhh."
Tangan kekasihku turun, menyusuri perut rata, mengelus organ intim dari luar hotpants.
Nafasku tersengal, tubuh menggelinjang, terhimpit badannya dan pintu dingin. Ronan mencumbuku dalam posisi berdiri.
Ntah apa yang membuat nafsuku bergelora, mungkin alkohol di dalam darah, atau mungkin yang lainnya.
Yang pasti, bukan karena menginginkan laki-laki ini, bagiku ia hanyalah permainan. Persetan dengan perasaan.
"Kiana baby, you are so sexy tonight." Ucapannya hampir terdengar seperti geraman. Tangannya meremas buah dada dengan penuh kelembutan. Aku tau dia sedang di puncak nafsu, kuikuti saja maunya, karena aku memiliki misi ku sendiri. Misi membalas lara hati.
Ku bawa tanganku meraba tonjolan yang membuat celana cargo abu-abunya berbentuk seperti tenda.
"Udah bangun, huh?" Godaku sambil menurunkan resletingnya.
"Gara-gara siapa?" Jawabnya dengan nada minta pertanggung jawaban. Aku tersenyum kecil, mengurut bagian tubuhnya yang mengeras. Thanks God! I am tipsy enough to do this.
Setelah berciuman dan saling meremas di sudut ruang pesta, aku menyeretnya ke kamar ini, pokoknya harus ke kamar ini.
"but not here, oke baby." Larangnya, menghentikan atraksi tanganku.
"Why?!" Aku pura-pura kesal, biasanya ia akan langsung luluh. Tapi sepertinya Ronan sungguh teman yang setia, ia tersenyum kecil lalu memelukku dengan lembut.
Aku tahu alasannya memintaku berhenti, dan orang itu juga alasanku merelakan tubuh dicumbu Ronan di hadapan banyak orang.
"Please don't get mad at me." Responnya akan nada tinggiku, hilang sudah ketegangan nafsu. Dengan lembut ia mengusap punggungku.
"Ini kamarnya Wintari, kamu tau kan dia cranky?" Jelasnya. Aku melengos. "Kasih aku waktu lima menit, setelah itu kita pergi dari sini. Dan kamu bebas mau ngapain aja sama aku." Rayunya sambil menggesek genital ke perutku.
That's the reason, don't you understand?!
Karena ini kamarnya Wintari, makanya kita harus bersetubuh di sini.
ARGHH
Ronan mengartikan diamku sebagai tanda setuju, lalu dalam sekejab, menghilang dari hadapan setelah mengecup lembut bibirku.
Memang selama setahun berhubungan, aku dan dia tidak pernah saling mengerti. Ntah kenapa ia tak dapat melihat bagaimana selama aku hanya menggunakannya saja.
Menggunakan ia untuk mengetahui kehidupan Wintari.
Gagal terpenuhinya birahi memang membuatku gigit jari. Ku sandarkan kepala pada tumpukan bermacam-macam jaket dan kemeja flanel yang digantung di belakang pintu.
Oh jadi seperti ini wangi Wintari. Aroma manly menyapa indra penciuman, wangi musk bercampur samar dengan kayu cendana yang spicy.
Shit! I am really down bad for this woman. Wanginya saja sanggup membuat birahi naik.
Ku tarik satu oversize sweeter hitam polos dari gantungan, lalu ku lempar badan ke sofa kecil tak jauh dari pintu.
Toh untuk mencapai orgasm, tak harus selalu ada lawan, aku tak masalah main sendirian, yang penting di kamar Wintari, pikirku.
Obsesiku ini bukan tanpa alasan, semua karena Wintari. Gadis dingin yang selalu mengacuhkanku. Beberapa jam yang lalu ku lihat ia masuk ke dalam mobil di parkiran, dengan seorang wanita yang menurutku tak lebih menarik dariku.
Why her? Kenapa gitu dia nggak bisa ngeliat kalo ada aku?!
Rasa cemburu itulah yang membuatku membuang akal sehat, minum dengan rakus, dan naik ke pangkuan pacarku dengan ganas. Dengan misi menggunakan kamarnya sebagai tempat melakukan persetubuhan.
Hanya karena aku ingin menghinanya.
Ku letakkan jaket di atas dada, separuh bagiannya menutupi hidung, ku hirup dalam-dalam wanginya, khayalan membawa bayangan menenggelamkan wajah di lehernya, tanganku memulai aksi, turun meremas dan menyentuh.
Wangi jaketnya saja sudah membuatku kelabakan, tak bisa ku bayangkan rasanya bersetubuh dengan hangat tubuhnya.
Bagaimana jika tangannya yang meremas payudara dan memilin puting. Aku pasti bisa gila. "Win... Ahhh." Desahanku keras, tanganku bergerak semakin serampangan, satu menyelinap di sela celana pendek, yang lainnya meremas payudara, menyingkap kaos hingga naik ke atas dada.
Setengah telanjang, paha mengangkang lebar, Wintari memenuhi kepala. Suara emasnya, lincah jarinya bermain gitar, renyah tawanya, kerutan di dahinya saat ia kesal.
Wintari adalah sosok ilegal bagiku, dia definisi sempurna, cantik dan tampan dalam satu tubuh, serius sekaligus playful, ambisius tapi santai, aku mengaguminya sejak lama.
Ruangan kamar dipenuhi suara desahanku, organ intim basah karena cairan nafsu, dan gambar itu kembali.
Cara Wintari menarik wanita itu ke mobil, nafsu di matanya, dan keterburu-buruan mereka berdua. Oh! How I wish that was me.
Otot perut ku tegang, kedutan itu menggumpal, mengarah turun ke genital. Tanganku menggesek klit lebih, cepat, aku tahu orgasm ku sudah dekat.
Suara klik membuatku membuka mata, tepat di hadapanku, kira-kira tiga meter jauhnya, berdiri Wintari, tirai abu-abu di belakangnya tersibak.
SHIT! AKU LUPA KAMAR DIA ADA BALKONNYA.
Tubuhku terpaku, mengangkang, setengah telanjang, posisi yang sangat memalukan.
Tertangkap basah sedang masturbasi tidak pernah terbayangkan sebelumnya, apalagi oleh orang yang sudah ku taksir sejak lama.
Jantungku berdegub kencang, tubuhku membeku, lidah kelu. Tak tahu harus apa di pertemuan awkward ini.
Gadis yang menjadi fantasi ku kini di hadapan, dan untuk pertama kalinya dalam hidup, kita sendirian.
"He leaves you hanging, eh?" Oloknya, nada menertawakan. Ia berjalan ke arahku, matanya menatap tajam, seolah aku buruan, "Need help?" Tanyanya, aku memejamkan mata. Tak tahu harus berkata apa, tak tahu harus bagaimana. Ia berjalan melewatiku, mendekati pintu lalu memutar kunci.
Shit! Shit! No!
Aku harusnya tersinggung dengan ucapan kurang ajar yang keluar dari mulutnya.
Aku harusnya melompat, lalu keluar dari ruangan ini, menjauh darinya.
Tapi tatapan matanya membuat tubuhku tak sanggup bergerak, di bawah sana organ intim ku berdenyut penuh ekspektasi.
"I dunno if this is because of lust, or because you are half naked in my room... Or because you need help. All I know, it will only physical."
Kata-kata Wintari sukses membuatku membuang keinginan untuk pergi keluar dari kamar ini.
Screw whoever that woman.
Screw Ronan.
I am probably cruel, and karma maybe already on their way to bite my ass.
But who cares.
This is will only physical.
Mungkin alkohol di dalam badan, atau rasa yang telah lama terpendam, membuatku membuang kewarasan. Aku tak melawan ketika ia merobohkanku dengan kasar.
"So we have five minutes eh."
Nada bicara dan tangannya sama-sama dingin, dan tak bersahabat. Bulu kudukku merinding, ia terlalu menyeramkan
Screw fantasi, This in not it! Aku tahu diriku tidak akan pernah sama setelah di sentuhnya.
"Please.. don't..." Lirihku, amat sangat pelan.
"Oh yes bitch, plead like that." Katanya sepertinya tak benar-benar mendengar permohonanku.
Akan ku bikin kamu enak, lebih dari yang Ronan pernah kasih." Ucapnya, menarik turun celana pendek hingga ditengah-tengah paha. Shit! Wintari sangat kasar, tapi kenapa aku malah semakin berekspektasi
Ia melipat pahaku, hingga aku meringkuk seperti bayi di dalam kandungan ibu. Celana yang turun hanya setengah membuat kakiku tak bebas bergerak. Ku dengar Wintari melepas gesper, lalu hal yang terjadi selanjutnya membuat tubuhku kaku.
Ku rasakan benda tumpul, keras, dan besar juga hangat, menyodok organ intim. Wintari menyelinapkan lengannya di bawah kepalaku, tangannya mencengkram buah dada dengan. Holly shit! She have penis????
"We have five minutes before your bf back, so relax your body, or it's only going to be hurt." Ujarnya sambil memelintir puting.
Baru menyadari bahaya yang ku hadapi saat ini, aku mengerahkan tenaga terakhir untuk meronta, menghindar darinya.
"Stay still slut! Gw cuma mau bantu, lu yang kurang ajar berani masturbasi di kamar gw, so, take this."
Ia melakukan penetrasi, kepala kemaluannya keras, licin, masuk dengan susah payah. Hanya ujungnya saja sudah membuatku terasa menganga.
"oh shit! lu sempit banget, punya Ronan kecil ya? lu gak puas kan sama dia? kasian. Don't worry, malem ini gw bikin bahagia dah."
"Please.. Win... Aaaaaaahh!"
Aku meronta, kembali mencoba menghindar, ia mengunci tubuhku dalam pelukan erat, kedua tangannya mengobok-obok puting dan klitoris dengan ritme gila.
Keseluruhan kepala kemaluannya masuk ke dalam lubangku, air mataku menetes. Aku menangis tapi ntah karena apa, karena di bawah sana rasanya benar-benar membuat ketagihan, aku harap ini tak pernah berhenti.
Shit Kiana! She is forcing herself to you! Fight back!
"Please Win. I am sorry... Please stop." Lirihku di sela-sela desahan, but who am I kidding. I have been dreaming about this for years.
"Sorry Kiana, gw gak bisa. Nanggung banget, fuuuucckk! Lu enak banget."
Wintari menghajarku sepenuh tenaga, panjang organ intimnya tertanam dalam.
"It's hurt... Ahh.."
"Relax, ntar lagi juga enak." Ujarnya, kemudian memperlambat tempo, membuatku gila.
Tangan kanannya bermain dengan payudara, mengelus dan mengusap, jarinya mempermainkan putingku dengan ahli, seolah aku senar gitar yang biasa ia petik.
"Suara desahan lu lebih merdu daripada gitar gw, fuck slut! Keep moaning my name."
"Win aaanghh."
Wintari mencumbuku sabgat ahli, bibirnya di leher bagian belakang, menghujani dengan kecupan sambil sesekali mengerang.
Tangan kirinya tak berhenti menggosok klitoris, sementara yang kanan memijit buah dada. Di titik ini aku sudah berhenti melawan, larut dalam permainannya. Tubuh kita menempel ketat, kelamin menyatu, bergerak mencoba mencari kepuasan masing-masing.
Wintari menyergap pinggang, melingkarkan satu lengan untuk mempertahanku posisiku. Tangan kanannya menari di seluruh tubuh. Dari pinggul, paha, perut dan buah dada, sambil memelintir putingnya.
Ku akui keahliannya memanjakan, ia membuat kepalaku keliyengan.
Panjangnya tertanam keseluruhan, menyodok tempat terdalam yang selama ini tak terjamah.
Tubuhku kelojotan, tangan naik ke atas, meraih kepalanya, ku benamkan jari-jari di rambutnya yang lembut, mencengkram leher seolah-olah itu satu-satunya peganganku.
Jarinya di puting menggelitik geli hingga sanubari.
Sentuhannya di klitoris semakin intens tak tertahankan.
Panjang penisnya membuat lubang terasa penuh, seolah semua yang ku cari di hidup ini telah terpenuhi.
"Kian... aaahh...i am close baby.. aaahhh"
Gerakan pinggulnya dipercepat, sesuatu dari dalam tubuhku seperti mau keluar, dan mendengar ia memanggilku dengan baby. SHIT! AKU NYAMPE!
"Yesh.. ugh... fuck! squeeze me like that yeah fuck! I am about to cum."
Dan sesuatu itu keluar, melegakan. Pikiranku kosong, tubuhku ringan, hilang semua beban dan stress yang sebelumnya ku rasakan.
Ntah untuk berapa lama aku merasakan kenikmatan itu, sebelum akhirnya suara gedoran pintu mengembalikanku ke kenyataan.
"KIAN! BABE?! ARE YOU INSIDE?" Teriak suara Ronan.
"Aku dobrak lho pintunya!" Serunya.
SHIT!

KAMU SEDANG MEMBACA
Sobat
FanficCerita adalah fiksi, jangan dikaitkan dengan idol asli Cerita tentang Kiana yang menyimpan rasa suka pada Wintari, teman sekelasnya dan juga gitaris band kampus bernama Capricorn. Wintari yang pendiam cenderung dingin tak sekalipun meliriknya, bahka...