Bagian 6

2.7K 178 13
                                    

Kisah ini termasuk panjang2 tiap babnya, rata2 di atas 1500 kata.

***


"Aku... Kehilangan keperjakaan, dan kamu... kehilangan keperawanan. Adil bukan, Ta?"

Keadilan macam apa yang Raga maksud. Aita tak mengerti, pun tak sudi memahami. Ia bersikeras menggeleng tak mau. Air matanya mengucur, menderas.

Karena bibirnya masih dibungkam, teriakannya berganti pekik menyakitkan. Ia ingin diselamatkan. Setiap detik di batinnya memanggil nama Jundi, juga Tuhan, mengharap seseorang digariskan menjadi pahlawan.

"Tenanglah..." Bisik Raga.

Mana mungkin seorang gadis yang suci dan putih bisa tenang saat diperlakukan tidak senonoh. Mana mungkin bisa diam sementara tangan lelaki yang bukan mahram menjelajah tubuh dan berbuat lancang.

Aita menggeleng lagi. Teriakan dan guguan tangisnya mengeras di balik tangan Raga, lebih terdengar sebagai erangan. Betapa pedih hatinya saat mengingat kebodohan sendiri, mengapa menaruh hati pada lelaki amoral yang justru mencabik kesuciannya?

"Tenanglah, Ta, sst..." titah Raga mulai tak sabar.

Tidak ada yang bisa dilakukan Aita terus menggeleng cepat. Tenaga Raga mencekal setiap pergerakannya.

Air mata Aita terus bercucuran. Ketakutan. Sakit sekali direndahkan begini. Sementara kedua tangannya masih berusaha keras melepaskan diri agar bisa lari, pergi.

“Ya Allah, selamatkan hamba… Tolong…” rintih batin Aita.

Sayangnya darah Raga terlanjur ditunggangi desir-desir setan. Hasratnya semakin memuncak kala telapak tangan lebarnya berhasil meremasi gundukan demi gundukan yang tersembunyi di dada Aita. Sekuat apapun gadis itu berusaha menepisnya, Raga tetap memaksa masuk, dan memenangkannya.

Harum tubuh Aita menguat, membekas di hidung mancung Raga seiring dengan mengintimnya jalinan. Ia tidak bisa berhenti, justru butuh lebih jauh dari ini.

"Lepaskan!" Jerit Aita saat Raga melepas bungkaman, tapi di saat bersamaan ia merasa tubuhnya ringan. Lalu pandangannya bertemu lantai. Rupanya, Raga sedang memanggulnya. Tangisnya pun berubah jadi cengang, bertanya-tanya kemana Raga akan membawanya. "Turunkan aku!"
Raga terus berjalan meski Aita menggebuki punggungnya terus-terusan, memohon untuk diturunkan. Ia melewati pintu, menguncinya, lalu menjatuhkan Aita di atas ranjang hingga tubuh kecil itu terpantul-pantul teratur.

Sepersekian detik, Aita memindai sekeliling, tersadar sedang berada di kamar sendiri. Dan karenanya semakin waspada. Panik kian melanda.

Seringai di bibir Raga pertanda kemenangan mutlak. Ia membiarkan Aita mundur, menggeser tubuh untuk menjauh, tapi tak akan berpengaruh, karena Raga tahu sesuatu.

"Bahkan saat Jundi datang, dia tidak akan mendengar teriakanmu."

Ternyata Raga tahu kamar itu kedap suara. Memupus harapan bebas seorang Aita. Nyatanya gadis itu kini bagai kelinci kecil yang diterkam elang lapar. Menukik tajam sangat mengerikan.

Raga menindih, mengunci seluruh alat gerak Aita. Hanya satu usaha Aita yang tersisa, berteriak sekuat-kuatnya, tapi itu pun sia-sia. Aita terlambat.

"TOLONG! HU HU HU!"

"Tenanglah, kamu pasti suka, Ta. Lebih baik simpan tenagamu..." bisik Raga serak karena suaranya diduduki birahi. Lantas mencumbu pipi Aita tanpa henti.

"Hiks hiks... Istighfar, Kak. Aku mohon..."

Raga menulikan telinga, bagai lelaki tak punya agama. Ia mengabaikan peringatan gadis di bawah kungkungannya. Menyalahartikan takdir yang membawa mereka. "Kita selalu dihadapkan pada situasi yang memungkinkan untuk bercinta, Ta. Apa namanya jika bukan takdir?"

SILAM 18+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang