Waktu Aita berhenti sejenak. Saat Raga mengecap bagian luar bibirnya. Ia mengenali desir aneh menjalar dari titik-titik di bawah lapisan kulit bagian tertentu. Terutama kedua kaki yang seperti tersengat aliran misterius.
Merasa mendapat izin, Raga bertindak semakin jauh. Ditariknya pinggang Aita agar menempel padanya. Dibukanya bibir perawan yang mulai renggang dengan lidahnya.
Tengkuk Aita bergidik. Geli tapi aneh. Ia mulai menyadari bahwa yang demikian tidak seharusnya. Lalu memutuska untuk mulai melawan. Tapi Raga tak tinggal diam, Aita tertahan oleh remasan di kedua pinggang.
Tak kurang akal. Aita melengos. Lalu mendorong dada Raga sekuat tenaga hingga hampir terjengkang. Ia lantas cepat mengambil kesempatan. Berlari ke toilet, menghindar, demi menenangkan detak jantung yang berlompatan.
Nafasnya kian tersengal kala mengingat yang baru saja dilakukan. Bukankah itu tadi sangat menjijikkan? Tak wajar.
Aita menampung air keran dengan telapak tangan. Mengusap-usap kasar bibirnya yang dianggap telah ternoda, hingga basah bagian dada hijabnya.
Ia mengaca. Lalu meraba pelan bibirnya, mengingat rasa ciuman Raga yang jadi pengalaman pertama. Sebuah hubungan fisik yang mencipta kenangan seumur hidup. Aita tak menyangka Raga lah orangnya.
Kejadian itu memutus kedekatan. Tak lagi banyak obrolan. Sesampainya di rumah Aita pun keduanya hanya diam.
Aita tak menunjukkan gejala marah, kecewa atau semacamnya. Ia bingung menentukan sikap. Yang ada hanya kaku dan canggung berat. Ia bahkan membiarkan Raga mengekorinya ke dalam rumah."Ada yang harus kuambil di kamar Jundi," jelas Raga saat tatapan Aita bertanya-tanya.
"Oh..."
Tapi, saat pintu rumah sudah dilewati. Aita kembali dibuat terkejut oleh tarikan tangan seseorang di belakangnya. Ia mendelik saat Raga melingkari pinggangnya. Menahan punggung lalu kembali mencium. Kali ini lebih lama. Bahkan bibir Raga langsung terbuka dan membelai bagian dalam bibirnya.
Selangkah demi selangkah tubuh Aita dipukul mundur hingga pantatnya membentur meja dapur. Kedua tangannya diarahkan ke pundak lelaki itu, yang kemudian refleks meremas setiap Raga menghisap rongga mulutnya.
Untuk beberapa saat keduanya hanyut. Larut dalam gelora dunia. Ternyata ciuman kedua tak lagi membuat Aita terkejut dan banyak bertanya. Ia mengikuti alur, menurut, dan takluk. Saling meremas menjadikan nikmatnya mengganda.
Namun keheningan tiba-tiba menyadarkan Aita. Ia terkesiap, lalu mendorong dada bidang Raga, menghentikan ciuman mereka.
"Astaghfirullah..." ucap Aita kebingungan sebelum berlari ke kamarnya yang berada tepat di sisi kanan dapur, lalu mengunci pintu rapat-rapat.
***
"Abang akhir-akhir sibuk banget, ya?" Keluh Aita.
"Alhamdulillah banyak mobil yang masuk showroom, banyak juga yang terjual. Ada aja rizki buat kuliahin kamu," jawab Jundi senang. "Karena setiap ada mobil terjual dari tangan Abang, Raga selalu memberi bonus lebih, padahal kadang pembeli juga ngasih."
Aita mengerutkan bibir. Mengangguk-angguk meski jawaban Jundi semakin merunyamkan pikiran.
"Andai saja dulu aku nggak mengambil jurusan Boga. Pasti nggak akan habis banyak biaya begini. Abang nggak perlu lembur terus-terusan seperti sekarang," sesal Aita."Bicara apa kamu, Dek? Ngaco." Jundi risau. "Kamu kesepian, kan? Karena sekarang Abang sering ninggalin kamu. Pikirannya jadi kemana-mana. Macam-macam aja."
Aita diam. Andai saja Jundi tahu pemicu kegelisahannya kini.
Ah kadang Aita tak bisa membayangkan amukan kakaknya jika tahu yang ia lakukan dengan Raga kemarin. Memang hanya berciuman, tapi dua kali. Ia jadi ketakutan sendiri saat kakaknya harus kembali ditugaskan keluar kota. Jangan-jangan Raga akan kembali mendekatinya, lalu berbuat lebih berani dari sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SILAM 18+
RomanceBLURB *** Menaruh hati pada lelaki yang salah pada akhirnya membuat Aita terjerembab di ladang kemirisan. Perbuatan sahabat kakaknya sangat terkutuk. Hingga jiwa Aita ambruk. Raga, nama lelaki itu, pandai mengambil cela, memanfaatkan perasaan Aita d...