Part 1

139 16 0
                                    

Wanita itu menundukkan kepalanya. Setelah mendengar ucapan dari sang mantan. Seseorang yang selama 3 tahun ini pernah hidup bersama. Tapi kini tidak ada lagi ikatan suci di antara mereka. Wanita itu mengangkat kepalanya seraya menatap lekat pria yang duduk di hadapannya. Bibirnya menipis menyunggingkan sebuah senyuman.

"Ya, inilah yang terbaik untuk kita semua." Ucapannya menyelipkan kata 'semua' yang mengartikan bahwa, bukan hanya tentang mereka berdua melainkan ada orang lain. Ia mengalihkan pandangannya pada berkas yang tergeletak di atas meja. Yang berisikan akta cerai. Mereka baru pulang dari kantor pengadilan. Semuanya sudah selesai sampai di sini.

"Kenapa kamu nggak mempertahankannya. Kenapa cuma aku aja?" tanya pria itu.

"Inilah kenapa aku tetap ingin berpisah. Kamu nggak pernah melihat perjuanganku untuk mempertahankan pernikahan kita sebelumnya. Kamu seakan lupa, apa yang telah aku lakukan."

Pria itu terdiam, memandangi mantan istrinya dengan sendu. Hatinya bertanya-tanya, apa itu benar? Dirinya tidak pernah melihat itu? Apakah dirinya bodoh? Dalam gugatan Salma mengatakan jika sudah tidak ada kecocokan di antara mereka. Tidak seperti awalnya yang Salma katakan yakni dirinya berselingkuh dengan pria lain. Itu sangat berat, Wildan tidak ingin keluarganya membenci Salma. Dan itu kebohongan semata. Ia tahu bahwa mantan istrinya tidak selingkuh.

"Aku harap secepatnya kamu bisa menemukan seseorang. Membangun rumah tangga kembali dan mempunyai anak yang banyak," ucap Salma sambil terkekeh. Berusaha menguatkan dirinya sendiri.

Wildan menanggapinya dengan tatapan yang sulit di artikan. "Perpisahan ini apa karena anak?"

"Bukan, aku udah bilang kan. Bukan tentang anak." Salma enggan membahasnya. "Aku harap kamu menemukan kebahagiaan dengan yang lain."

"Kebahagiaanku itu sama kamu," sahut Wildan. Wanita itu tidak ingin goyah.

Salma menggelengkan kepalanya. "Kadang ada sesuatu keinginan kita yang nggak sesuai harapan. Kadang suka meleset. Tapi, aku yakin rencana Tuhan lebih Indah."

"Apa menurutmu perpisahan kita, ini takdir?"

"Ya, aku yakin itu." Salma meyakinkan Wildan.

"Terima kasih udah mau hidup bersamaku selama tiga tahun ini," ucap Wildan pada Salma dengan mata berkaca-kaca. Ia tidak bisa menutupi rasa sedih dan kecewanya.

"Begitupun aku," sahut Salma seraya meyakinkan hatinya. Wildan mengulurkan tangan. Wanita itu lantas menyambutnya. "Terima kasih, atas kerja samanya selama ini," sambungnya. Wildan bangkit dari kursi lalu pergi.

Salma memandangi punggung pria itu yang semakin menjauh dari pandangannya. Ia menarik napas panjang. Kini dirinya sudah bebas, dan harus menata kembali hidupnya. Dulu ia bekerja, namun semenjak menikah berhenti. Salma ingin membuka usaha kecil-kecilan. Untuk bisa menyambung hidupnya.

"Tuhan jika ini yang terbaik. Kuatkan hatiku dan tolong hilangkan semua perasaanku padanya. Jangan membebaniku dengan perasaan yang masih sama."

***

Lima bulan kemudian

Salma kembali tinggal di rumah orang tuanya. Ibu dan ayahnya tidak mempermasalahkan perceraiannya. Hanya menyayangkan saja. Wildan menantu yang baik. Akan tetapi kedua orangnya memahami keputusan Salma. Mungkin ada sesuatu yang tidak mereka tahu di antara Salma dan Wildan. Tidak ingin anaknya terus menderita. Inilah yang terbaik untuk putri mereka.

"Salma," panggil ayahnya, Pak Tinto. Putrinya sedang menonton TV.

"Iya, Yah?"

"Sekarang kamu mau gimana?" tanyanya.

TITIK TEMU ( GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang