Prolog

30 4 0
                                    

Suara elektrokardiogram berdenyut di ruang operasi yang diterangi dengan cahaya terang. Sekelompok dokter dan perawat berusaha dengan keras untuk menyelamatkan nyawa seorang pasien yang tergeletak tak sadarkan diri di meja operasi. Mesin-mesin medis berdering dengan harapan yang mengambang di udara.

Namun, meski berusaha keras, takdir berkata lain. Suara elektrokardiogram tiba-tiba terputus, dan ruang operasi hening seketika. Pasien itu baru saja mengembuskan napas terakhirnya.

Pasien tersebut berdiri menatap raganya sendiri yang kini tak lagi berguna. Ia terlihat sedih, tetapi memaksakan diri untuk tetap tersenyum. Tak ada satu pun orang yang menyadari kehadirannya.

"Aku mati, ya?" gumamnya bermonolog.

Ketika suasana duka mulai menyelimuti, muncul sebuah kabut tebal yang memenuhi sudut-sudut ruangan. Di tengah kabut yang semakin tebal, terdengar gemuruh rendah yang perlahan-lahan menggema seperti suara laju kereta.

Sontak roh pasien tersebut memicing dan menatap ke arah jendela. Ia terbelalak ketika di lorong luar, ada sebuah kereta yang melaju.

"Ini rumah sakit apa stasiun?"

Di tengah kebingungannya, tiba-tiba kereta berhenti tepat di depan lorong. Pintu kamar operasi pun terbuka dan kabut semakin tebal memasuki ruangan tempat sang pasien berdiri.

Suasana perlahan dingin. Ia menatap sekeliling dan merasa aneh. Bagaimana tidak? Segalanya terdiam seolah waktu berhenti bergerak, seolah hanya ia, kepulan kabut dan kereta itu yang bergerak.

Seorang petugas kereta berjalan masuk dengan perlahan ke dalam ruang operasi. Ia mengenakan kacamata dan berpakaian serba hitam. Dengan tenang dan penuh kelembutan, ia menjemput arwah pasien yang baru saja meninggalkan dunia ini.

"Silakan naik, kereta akan segera melanjutkan perjalanan," tutur petugas kereta.

"Ke mana kereta ini akan membawa saya?" tanya si pasien sembari meneguk ludah.

Petugas itu tersenyum. "Ke tujuan terakhir anda, Tuan. Ke tempat yang seharusnya."

Tak ada alasan lagi untuk tetap tinggal di dunia ini. Si pasien pun melangkah dengan ragu ke arah pintu ruangan, mendekat ke arah sang petugas.

"Jangan takut, kami akan mengantarkan tuan dengan aman," ucap petugas itu lagi.

Dengan langkah perlahan, mereka berdua meninggalkan ruangan. Begitu arwah tersebut naik, terdengar suara peluit diiringi klakson. Perlahan kereta itu kembali melaju hingga lenyap ditelan kabut.

Waktu kembali bergulir begitu kereta tersebut menghilang. Seorang anak menunjuk ke arah kiri, tepat arah laju kereta tadi.

"Tadi ayah pergi naik kereta, Bu!"

Si ibu menoleh dan tak melihat apa pun di sisi kirinya. Ia mendekap tubuh anaknya sambil menangis, berusaha mengikhlaskan kepergian suaminya.

Kereta ArwahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang