2 : Kereta Arwah

18 5 0
                                    

Saat ini Sarah sedang duduk di kursi kantin ditemani Brian dan juga Isabella. Ia terlihat kikuk dan tak berani membuka pembicaraan, padahal sudah cukup lama mereka bertiga terdiam bersama. Di tengah keheningan itu, tiba-tiba pintu dari arah gerbong depan terbuka. Seorang pria paruh baya dengan kumis tipis dan rambut gondrong berjalan ke arah mereka.

"Jadi ada apa ini?" ucap suara beratnya.

"Brian salah membawa jiwa," jawab Isabella. "Dia membawa masuk arwah yang masih hidup."

"Kasus mati suri, ya," gumam pria paruh baya itu. Ia masih berdiri dan tampak sedang berpikir. "Kapan terakhir kali kita kedapatan kasus seperti ini, Isabel?"

"Ratusan tahun lalu," jawab Isabella.

"Kita hanya perlu membawanya kembali kan, Aiden?" tanya Brian pada pria paruh baya bernama Aiden itu.

"Tidak semudah itu, Bri," balas Aiden. "Pertama-tama aku harus lapor pada pimpinan."

Aiden hendak pergi lagi, tetapi Brian menarik tangannya. "Apa bocah Sadjiwa itu ada di sini sekarang?" Wajah tenang Brian tampak panik kali ini.

"Ya, saat ini kereta arwah bergerak atas kehendaknya. Sebab itu aku ada di sini sekarang, bukan di kursi kemudi lokomotif," jawab Aiden.

"Apa kita tidak bisa memikirkan masalah ini sendiri dulu sebelum melibatkan orang itu?" tanya Brian lagi.

Isabel menarik Brian, lalu membantingnya ke lantai dan duduk di atas tubuhnya. "Pergilah, Aiden. Brian urusanku."

Aiden tersenyum. Sejenak ia menatap ke arah Sarah. "Mari ikut saya, Nona. Maaf membuat anda kurang nyaman."

"E-enggak apa-apa." Sarah berjalan di belakang Aiden, melewati Brian yang sedang memberontak, tetapi tak bisa. Sepintas ia melirik ke arah Isabella. Pandangan wanita itu benar-benar dingin tanpa ampun.

Sarah terus melangkah hingga memasuki pintu gerbong di depannya. Namun, langkahnya berhenti sejenak dengan mata membulat utuh ketika menatap sebuah taman berukuran gerbong kereta dengan kolam air mancur bundar di tengah-tengahnya. Rumput di gerbong itu terasa sangat nyata seolah memang rumput asli. Langitnya tak memiliki atap sehingga ia mampu melihat langit cerah di atasnya, tetapi masih ada jendela yang menandakan bahwa saat ini ia masih berada di dalam kereta.

Melihat eskpresi Sarah, Aiden tersenyum. "Gerbong lima ini adalah taman yang menjadi tempat bersantai para staff dan juga beberapa arwah, di sini tempat yang damai."

"Kenapa antara langit dan jendela enggak sinkron? Langitnya cerah, tapi di luar jendela gelap?" tanya Sarah.

"Apa yang berada di dalam kereta ini berbeda dengan apa yang berada di luar. Saat ini kita sedang di dalam dimensi yang menghubungkan antara dunia manusia dan dunia mimpi," jawab Aiden.

"Dunia mimpi?" tanya Sarah memicing.

"Ya, tempat di mana semua mimpi manusia saling terhubung," jawab Aiden. "Ada empat alam yang menjadi jalur kereta arwah, yaitu alam dunia, alam mimpi, alam durjana, dan alam suratma. Nanti setelah mengantar para penumpang kereta ini ke alam suratma, baru kereta arwah akan bergerak menuju alam dunia dan mengembalikan anda, Nona."

Sebelum Sarah berkomentar, tiba-tiba suasana gelap di luar berubah menjadi terang seolah ada sebuah transisi yang tajam antara malam ke siang. Matanya kembali membulat utuh ketika melihat hamparan awan seperi sedang menaiki pesawat terbang. Ia menunjuk ke arah jendela. "Itu ... awan?"

Aiden tersenyum. "Ya, itu awan."

Sarah berjalan cepat ke sisi kanan gerbong taman dan menatap keluar. Ia tertawa kecil menyaksikan pemandangan di luar. Di saat ia sedang terpana dengan keindahan pemandangan, tiba-tiba seekor ikan paus raksasa melompat keluar dari hamparan awan dan kembali menyelam seperti di laut.

Kereta ArwahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang