1 : Mati

18 5 0
                                    

Malam semakin larut. Cahaya bulan menari-nari menerangi sepasang kekasih yang hendak berpisah.

"Jangan lupa besok ya," ucap seorang wanita pada pacarnya.

"Iya sayang enggak akan lupa kok, kan besok ulang tahun mama kamu," balas prianya.

Wanita itu tersenyum, lalu pamit pulang. Ia bukan tipikal wanita yang sudi merepotkan prianya dengan meminta antar jemput atau traktir ini dan itu. Baginya, pacaran hanyalah ajang mencintai dan dicintai, bukan perbudakan atau pemerasan.

Di tengah perjalanan saat ia sedang berkendara, tiba-tiba turun rintik hujan. Rinai hujan perlahan semakin membabi-buta dirangkul angin kencang. Wanita itu pun menepikan motornya dan berteduh di sebuah halte bus pinggir jalan.

"Duh badainya parah nih," gumamnya bermonolog.

Ia sendirian di tengah hujan badai itu. Tak ada kendaraan yang berlalu lalang juga di jalan, menambah kesan horor suasana malam ini. Meskipun mengenakan jas hujan, terlalu berbahaya bekendara di tengah cuaca seperti ini. Angin yang kencang membuat beberapa pohon tumbang.

Selang beberapa menit, sebuah sepeda motor nekat menerobos badai hingga melewati halte tempat wanita itu berteduh. Dalam tayangan lambat, lampu jalan menyorot pada sebuah dompet yang terpental dari pengendara motor tersebut dan berakhir di tengah jalan.

Wanita tersebut memicing, ia menatap sekelilingnya yang sepi, lalu kembali menatap pada dompet yang mulai bergerak tertiup angin. Tanpa berpikir, ia berlari ke tengah jalan untuk mengambil dompet tersebut.

"Asik nemu rezeki," ucapnya.

Wajahnya bercahaya. Dari sisi kiri sebuah mobil tronton melaju cepat dan tak melihat adanya manusia di tengah badai itu. Tronton itu melibas segala yang berada di depannya.

Mobil itu terus lewat, sementara si wanita sedang tergeletak terengah-engah kehabisan napas. Ia menatap ke arah tronton barusan.

"Gila lu!" teriaknya. "Ini bukan film! Aku enggak akan mati konyol ke tabrak mobil demi dompet di tengah jalan!"

Ia nyaris tertabrak tadi. Untungnya ia masih sempat bereaksi dan melompat untuk menyelamatkan diri. Seketika itu, ia bangkit dan berlari kembali menuju halte. Sialnya karena licin dan angin kencang, tubuhnya tiba-tiba ambruk terpeleset.

Darah mengalir dari kepalanya. Wanita itu bangkit sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit. Namun, tiba-tiba ia terbelalak menatap tubuhnya sendiri yang tergeletak di aspal jalan dengan pendarahan di kepala. Ia sempat bingung, sampai logikanya kembali berfungsi.

"Aku mati?! Oh No way!" Ia menatap sekeliling, berharap ada pengendara yang lewat dan menolongnya. "Tolong! Tolong!"

Di tengah bingung dan paniknya, tiba-tiba kabut tipis bermunculan diiringi suara laju kereta. Wanita itu menatap ke arah kanannya. Dari kejauhan ia menatap kepulan asap dan juga lampu kendaraan yang agak aneh. Lampunya berwarna merah dan ada tiga titik lampu yang membentuk segitiga. Ketika jarak kendaraan itu semakin dekat, suara lakson kereta pun terdengar nyaring. Kini ia yakin apa yang sedang melaju ke arahnya.

"Hah? Kereta? Di jalan raya? Really?"

Kereta itu berwarna hitam dengan ornamen-ornamen berwarna merah. Ia berhenti tepat di depan halte bus, tempat si wanita tadi meninggal.

Seorang pria berkacamata dengan pakaian serba hitam keluar dari kereta dan turun membawa payung menjemput si wanita.

"Silakan naik, kereta akan segera melanjutkan perjalanan," tuturnya.

Wanita itu meneguk ludah. "Siapa kamu? Kenapa bisa kereta jalan di jalan raya? Ini pasti mimpi, kan?!"

Petugas kereta tersenyum. "Bisa dibilang ini perbatasan antara kesadaran dan ketidaksadaran. Bisa dibilang ini mimpi, tapi juga bisa dibilang ini bukan mimpi. Kereta arwah adalah sesuatu yang terletak di antara realita dan fana."

Kereta ArwahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang