REMINDER ─ Untuk setiap adegan cerita ini hanyalah fiksi, bukan merupakan sindiran ataupun pencemaran.
Jam sudah lewat dengan jam seharusnya. Kenapa Papa belum juga kunjung datang?"Tunggu sebentar lagi ya sayang. Papa pasti sebentar lagi pulang."
"Iya, Ma."
20 menit kemudian Papa masih belum kembali, aku dan Mama cemas kenapa Papa pulang bahkan lebih larut daripada jadwal kepulangan biasa.
Menit yang terulur itu hanya dihabiskan dengan kesunyian malam serta hati yang tak bisa tenang. Mama mencoba menenangkan ku, padahal dirinya lebih mencemaskan Papa lebih dariku.
Di malam senyap aku berupaya bertanya pada Mama untuk memalingkan perhatian Mama sejenak, setidaknya sampai keadaan tenang.
"Ma, boleh Sastra bertanya satu hal?"
"Ya Sastra?"
"Kalau aku tidak mengikuti kemauan Papa-Mama bagaimana? Sebelumnya Mama memintaku menjadi dokter atau pengacara, tapi aku merasa tak punya kelebihan apa-apa dalam hal itu. Aku hanya punya kreatifitas yang ku bangun dengan mengatur bunga-bunga."
"Mama sudah tak mempermasalahkan itu, lakukan semua yang kamu inginkan." Ia berhenti bercakap sejenak.
"Setidaknya Mama ingin keluarga kita terus seperti ini."
"Ma, di sekolah aku sering dicemooh oleh teman-teman. Mereka berkata aku seperti anak perempuan. Teman-teman laki-laki pun menjauhi ku," ucapku sedih menurunkan nada bicaraku.
"Tidak perlu terlalu memikirkan perkataan orang Sastra. Kamu yang sekarang adalah kamu, mereka adalah mereka. Biarkan mereka yang berdosa." Perkataan Mama membuatku termenung entah harus senang atau sedih, hanya saja rasanya tak ada keinginan menjawab lebih. "Ya, Ma."
Meskipun Mama berkata demikian, namun aku tetap memikirkannya. Aku harus berubah. Apalagi dengan keadaan zaman ini lelaki harus kuat, berani dan percaya diri untuk menjaga keperkasaan diri tetap utuh, bergengsi.
"Jauhkan saja ya mereka yang menganggap mu begitu, hanya memberikan dampak buruk dan tidak ada untungnya bagimu."
"Ya Ma. Terima kasih." Setidaknya aku senang hanya dengan mendengar Mama yang menasehati ku lembut, tak ada paksaan. Papa juga pasti mengikuti kata Mama.
45 menit telah berlalu. Kami hanya berdiam diri, bersama menatap pintu rumah-mengharapkan kedatangan Papa.
"Papa lama ya, Ma."
"Iya. Kalau Sastra sudah lapar makan duluan saja."
"Tidak apa Ma. Aku mau menunggu Papa." Mata Mama menyipit dan bibirnya membentuk lengkungan, ia tersenyum.
Pas sekali dengan akhir percakapan kami, lantas Papa datang dengan keadaan tubuhnya dilumuri oleh debu, rambutnya yang sebelumnya kulihat rapih menjadi berantakan dan mukanya yang pucat.
Papa membuka sepatu─menatanya dengan rapih. "Maaf Sastra, Istriku, aku pulang tidak sesuai janji."
Lekas aku mendekatinya, menanyai kondisinya yang tampak acak-acakan, "Papa kenapa, Pa?"
"Tidak apa, sekarang kamu lepas tasmu lalu duduk dulu. Biar aku bereskan sisanya." ujar Mama
Papa lanjut melakukan apa yang disuruh oleh Mama, begitupun Mama meneruskan tugasnya sebagai seorang istri, melayani suaminya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, bunga!
RomanceKamu cantik seperti bunga yang sudah indah tanpa harus melakukan apa-apa. Tapi sosokmu yang masih misterius itu, bisakah ku jangkau? "Siapakah kamu, orang yang sering kusebut gadis gubuk?" Sebuah kisah yang tanpa diduga terjadi, kehidupan penuh plo...