Empat

368 89 25
                                    

Asahi kewalahan menenangkan Akari. Adiknya itu tak berhenti menangis sejak bangun tidur karena menginginkan susu. Asahi sudah mencoba mengisi botolnya dengan air putih, ia juga sudah mencoba menambahkan airnya dengan gula sesuai saran ibunya, tapi tetap saja Akari tak mau meminumnya dan terus menangis.

Akari juga tak mau lepas dari gendongan Asahi, tangisannya semakin menjadi setiap kali Asahi meletakannya di kasur ataupun di lantai. Asahi bahkan harus membolos sekolah lagi karena tak tega meninggalkan adiknya di rumah. Sungguh, ia benar-benar kasihan pada adiknya, ia sangat bingung harus melakukan apa sekarang.

Asahi menggendong Akari ke ruang tengah, hendak memohon sekali lagi pada ibunya untuk membelikan Akari susu. Namun saat ia keluar kamar, ia tak lagi melihat keberadaan sang ibu. Ia hanya menemukan bekas putung rokok yang masih menyala dan kotak kue ulang tahun yang isinya tinggal sepotong di meja.

Asahi baru saja hendak mencari sang ibu di luar sebelum suara ibunya yang seperti sedang muntah-muntah terdengar dari arah kamar mandi. Asahi pun bergegas pergi ke kamar mandi dan memanggil-manggil ibunya dengan panik.

"Ibu?! Ibu baik-baik saja?!"

Selama satu menit Asahi memanggil dan menunggu ibunya di depan pintu, masih sembari menenangkan Akari yang belum juga berhenti menangis di gendongannya. Hingga akhirnya, Hana keluar dengan mulut dan tangan yang sudah basah.

Mata sayu Hana melirik Akari dan Asahi secara bergantian. Sedetik kemudian, ia tersenyum pada anak sulungnya sambil mengusap-usap kepala sang anak.

"Ibu rasa kau akan mempunyai adik lagi, Asahi," ucap Hana. Ia terkekeh kecil setelah mengatakan itu dan mulai berjalan tertatih ke kamar.

Asahi tersentak mendengarnya. Ia tak tahu harus bereaksi apa. Ia pun kini hanya membantu menuntun ibunya yang terlihat lemas untuk berjalan ke kamar.

Sesampainya di kamar, Hana langsung membaringkan tubuh dan kembali tidur. Asahi menyentuh kulit ibunya yang terasa sangat dingin, ia pun lekas menyelimuti tubuh Hana dan memakaikan sang ibu kaus kaki.

Kini, ibunya terlihat benar-benar sudah tertidur, bersamaan dengan Akari yang tiba-tiba terlelap di gendongannya. Akari sepertinya sudah kelelahan karena terlalu lama menangis.

Ah, Asahi ingat hari ini ia sudah berjanji pada Tuan Tanaka untuk bekerja di tokonya. Ia tak mungkin pergi bekerja dan meninggalkan Akari di rumah bersama ibunya yang sedang sakit. Tapi, ia juga tak mungkin izin bekerja di hari pertamanya. Ia pasti akan mengecewakan Tuan Tanaka.

Setelah menimbang-nimbang agak lama, akhirnya Asahi memutuskan untuk membawa Akari bekerja.

***

Tuan Tanaka mengerutkan kening saat melihat Asahi muncul siang itu sambil menggendong Akari di punggung dengan kain.

"Kenapa kau membawa bayi itu ke sini?!" tanya Tuan Tanaka dengan nada tinggi.

"Adikku tak ada yang menjaga, Oji-san."

"Memangnya ke mana ibumu? Apa dia pergi ke tempat karaoke lagi?! Bilang padanya untuk tak usah melahirkan anak jika tak mau mengurus! Kalian berdua ditelantarkan begini sedangkan dia bersenang-senang terus! Ibu macam apa dia?!"

"Ibuku sedang sakit, Oji-san," sahut Asahi. Mata anak itu mengarah ke lantai, tak berani menatap Tuan Tanaka yang marah.

"Sakit? Sakit apa?"

"Ibu muntah-muntah, kurasa Ibu sedang hamil lagi."

"Ibumu hamil lagi?!" seru Tuan Tanaka dengan mata membelalak. "Siapa yang menghamilinya kali ini? Ibumu bahkan tidak menikah, bagaimana bisa dia hamil lagi? Bahkan bayi yang kau gendong itu juga tak jelas siapa ayahnya!"

The Chicks of Pitta ✔️ [Asahi Short Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang