🕊️1

29 6 0
                                    

🕊️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🕊️


"Aku gak peduli!" bentak Rayan menatap tajam Meisya.

"Mas, dengerin dulu penjelasan aku," lirih Meisya dengan suara bergetar, air matanya tidak berhenti mengalir membasahi pipinya.

"Diam!" Rayan mengambil bingkai foto di meja dan membantingnya ke lantai.

PRANG!

Suasana semakin mencekam, pertengkaran suami istri membuat kedua pembantu yang sedang mengintip terdiam kaku di tempat. Mereka tidak bisa membantu masalah antara keduanya, karna ini memang masalah pribadi.

Tangan Rayan kini mengepal sampai buku-buku jarinya memutih, nafasnya semakin tercekat karena amarah. Rayan berjalan mendekati Meisya dan menarik pergelangan tangannya.

"Katakan padaku dengan jujur, apakah kamu mandul atau tidak," desak Rayan dengan tatapan penuh emosi, dia menatap Meisya tepat di matanya.

"Ngga mas, aku gak mandul!" balas Meisya dengan suara yang semakin bergetar.

"Mana buktinya? Mana!" Bentak Rayan.

"Astaghfirullah mas, belum saatnya Allah ngasih kita anak, sabar mas," bujuk Meisya kepada sang suami.

"Sabar katamu? Kita sudah menikah selama 5 tahun, dan kamu belum memberiku seorang anak. Kamu tau, ibuku malu di bilangin tetangga, ibuku sering nangis di depan aku dan tanya kapan dia punya cucu!" Rayan terus meninggikan suaranya tanpa memperdulikan wajah Meisya yang sudah pucat bahkan air matanya terus mengalir.

"Astaghfirullah mas," gumam Meisya sambil mengusap dadanya yang terasa sesak dengan tangannya yang lain.

Melihat Meisya seperti menahan sakit sambil mengusap dadanya, Rayan yang sadar akan hal itu hanya menatap acuh tak acuh, namun Rayan segera melepaskan tangan Meisya dan berbalik berjalan menjauh dari Meisya.

Setelah punggung Rayan tidak terlihat lagi di ruang tamu, dua pembantu yang dari tadi mengintip segera keluar mendekati Meisya yang kini masih mengusap dadanya yang terasa sesak.

"Bi Yun, bi Dai?" heran Meisya melihat datangnya kedua pembantu secara tiba-tiba sambil membopong Meisya untuk duduk di sofa ruang tamu.

Setelah Meisya di bantu duduk di sofa, bibi Yun pergi ke dapur untuk mengambil sesuatu, sedangkan bibi Dai kini menatap prihatin pada Meisya, lirikan matanya melihat Meisya dari ujung kaki sampai ujung kepala.

Tak lama bi Yun kembali sambil membawa air putih dan obat-obatan di kedua tangannya mendekati Meisya yang masih mengusap dadanya.

"Ini non minum dulu ya," ucap bibi Yun menyerahkan segelas air putih, dan bibi Dai membantu membuka obat untuk di minum Meisya.

Bagai Roda [ON GOING!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang