Asasa

66 8 17
                                    

Henshin, restoran yang berada di lantai 68 Gama Tower, gedung tertinggi di Indonesia. Banyak pasangan menikmati makan malam ala fine dining di sini. Turun ke lantai 67 ada bar and lounge, area balkon yang digemari pengunjung untuk menikmati pemandangan dan udara malam pada ketinggian 300 meter, dengan suguhan pertunjukan juggling, aksi akrobat meracik minuman di sudut balkon. Tak ayal¹ banyak lelaki yang melamar kekasihnya di tempat ini, sebab Henshin merupakan restoran paling mewah sekaligus romantis di Jakarta untuk momen tersebut.

"Love, kamu suka?" tanyanya singkat, menyisir anak rambut ke belakang telingaku, sebuah senyum dan tatapan penuh cinta tercipta di wajahnya.

"Tentu aku suka, sayang. Terimakasih." Jawabku menatap mata teduh miliknya, menghalau dingin yang membelai kulit tanganku.

Tanpa banyak kata. Kepekaan menyampirkan jaket trucker-nya pada pundakku, pria manis dengan love language action of servis. Menggenggam tanganku, menyalurkan kehangatan di setiap sela jemari yang dikecup dengan mesra. Menyangsikan pemandangan kota dari atas sini, indah kata orang tapi tetap diriku yang paling indah. Setidaknya itu yang dikatakan Kim Taehyung, Kekasihku, sebelum writer's block yang kesekian kali menyadarkan imajinasi terlampau gila milikku.

"Arrgghhh." Aku berteriak frustasi, menggaruk kasar kepala yang tidak gatal. Merasakan pusing menderaku setelah menghabiskan waktu dari pagi hari hingga petang di atas meja belajar, berusaha menciptakan cerita romansa yang menari dalam kepala tapi begitu sulit dideskripsikan dengan kata-kata.

Hari kedua puluh, NSFW Fanfiction Contest 2023 telah berlangsung. Terhitung satu hari lagi untuk bisa bersiap, tetapi tidak ada satu pemborosan kertas berisi coretan imajinasi yang bisa digunakan mengikutsertakan diri pada perlombaan.

"Kenapa?" tanyaku yang mengawang-awang. Rasanya aku butuh seseorang untuk memukul kepalaku dengan keras. Sekeras teori ledakan besar permulaan alam semesta terbentuk. Ingin kupastikan setelahnya, otak ini bisa kembali produktif atau telah mati dikubur milyaran saraf tidak berfungsi. Supaya aku bisa bertindak mengganti otak, andai itu bisa dilakukan.

Bising isi kepala terus berlanjut hingga aku terganggu dengan notifikasi ponsel yang berulangkali mengibarkan bendera perang, tampaknya ada lawan yang siap bertanding dengan isi kepala yang semrawut² ini.

"Lelaki asjbtghyrkfd, Beruang kutub." Umpatku spontan meraih ponsel membaca pesan dari siapa yang mengganggu, lalu mengabsen isi kebun binatang ragunan Jakarta Selatan di dalam hati. Dia memang lawanku, lawan imajinasi yang kulakukan sepanjang hari ini.

Jika dia berani menelepon dan melakukan segala keinginannya yang meluluhlantakkan hatiku, aku akan mengkambing hitamkan ketidakbisaanku padanya. Dasar Beruang kutub, gangguan yang sangat berarti.

"Tunggu..." termenung sesaat merekam ide yang tiba-tiba saja terlintas, "apa aku tulis saja kisah tentangnya, tapi... menganalisa emosi sendiri saja aku sangat kesulitan, bagaimana jadinya mendeskripsikan emosi orang lain? Apalagi jika orang lain itu adalah seorang Fernanda Erland. Aku bisa mati karenanya!" monolog aku, memperjelas diri memang teramatlah bodoh terkait mengenali emosi.

ㅤㅤㅤㅤ oooooooo

Fernanda Erland, lelaki yang mengimitasi perawakan Kim Taehyung. Tampan, berwibawa, pintar, sangat berbakat, siapa yang tidak akan gila. Tidak terkecuali aku yang menyandang status, sebentar. "Aku siapanya Erland, siapa?" tanyaku yang kembali mengawang-awang, mencoba mencari tahu jawaban namun terusik karena teriakan lelaki yang sangat aku kenali.

"Love, mau bertapa berapa lama lagi kamu?" teriaknya, dapat aku gambarkan berasal dari lelaki bertubuh tinggi yang sedang berdiri tepat di balik pintu kayu berwarna biru, Fernanda Erland. Sosok suami yang didambakan hampir semua wanita, bahkan tergila-gila padanya saat berada di atas panggung mempresentasikan suatu topik dengan tutur kata sistematis, materi bernas³, bahasa tubuh penuh kepercayaan diri, serta tampilan memesona siapa saja yang melihat. Dan aku beruntung memilikinya. Setidaknya di sini, dia adalah suamiku.

"Iya, suami! Fernanda Erland adalah suamiku." Tawaku membuat pernyataan, geli jika membayangkan eskpresi lelaki yang aku pertanyakan statusnya tadi.

Karena kenyataannya, panggilan lelaki yang sangat aku kenal di balik pintu kayu berwarna biru hanya ilusi imajinasiku. Aku memang benar-benar gila.

"Iya sayang, iya!" jelasku, sebelum lelaki yang menguping di balik pintu kayu berwarna biru menggebrak masuk tanpa izin karena tersulut cemburu.

Okay, Fernanda Erland, suamiku. Ini kisah romansa yang aku harapkan. Menurut kalian apa yang paling bisa aku sematkan dalam status romansa cerita ini? Tolong pilihkan yang bisa membuat posisiku tetap bisa bernafas sampai akhir cerita ini selesai, sebab aku tidak mau mati di tangan para wanita yang mengharapkan hal sama seperti imajinasiku dalam cerita ini.

Jadi, hubungan tanpa status? Teman tapi mesra? Mantan tapi mesra? Cinta lama bersemi kembali? Sepasang kekasih yang sangat bahagia? Sepasang suami istri berbahagia dengan bahtera rumah tangga yang harmonis? Hubungan tanpa status bersama mantan? Atau hanya sebatas teman yang tidak bisa jadian? Mengenaskan sekali, friendzone.

ㅤㅤㅤㅤ oooooooo

Denting jam menunjukkan pukul 21.18 WIB. Masih setia duduk di hadapan tumpukan kertas dan pulpen di antara jemari yang terasa kebas, aku benar-benar mengencani mereka hampir seharian ini, berharap mendapat cukup kepastian untuk menyelesaikan cerita. "Andai benar adanya aku memiliki suami seperti Kim Taehyung, dan senyata Fernanda Erland... pasti akan sangat membantuku menyelesaikan imajinasi romansa percintaan yang ingin aku tulis. Sekaligus harap yang semoga terkabulkan," angan yang lagi-lagi memenuhi harap, decak kesal pada diriku sendiri yang masih kesusahan membuat kepastian terhadap apa yang akan aku tulis. Tentu saja juga kesal pada kenyataan, harap yang pasti sangat sulit direalisasikan.

Aku memutuskan beranjak meninggalkan buku dan pulpen, memutus hubungan walau tahu mereka akan sakit hati. Padahal aku baik, berupaya mengistirahatkan mereka berdua yang mungkin saja ingin berkencan malam ini setelah aku gunakan selama hampir satu hari. Tidak mengapa jika mereka malu-malu, aku akan merayu lalu mengajak mereka berbaikan nanti. Semoga mereka mau, jika tidak, aku akan memaksa.

Membuka pintu kayu berwarna biru, berjalan keluar dari tempat pertapaan, kamarku, mencari keberadaan seseorang yang sudah mengabari sejak sore tadi. "Di mana dirinya?" selidik mataku mencari di setiap sudut rumah, "katanya sudah sampai."

Dalih harapan menemukan sosok tersebut semoga dapat menyelesaikan cerita romansa, aku hanya bertemu dengan ruang hampa. Aku tahu seharusnya tidak berharap agar tidak kecewa.

Tapi sepertinya Dewi Fortuna berpihak padaku. Pria itu ada di depan rumahku, menggenggam buket bunga mawar merah kesukaanku di tangan kirinya. Berlutut satu kaki ditekuk ke depan, tangan kanan menjadi tumpuan kotak cincin berwarna merah, "Erland!" setengah teriak aku berlari memeluknya dengan erat. Harapku dikabulkan dirinya, pintaku disanggupinya, dan di sinilah aku mengakhiri cerita Asasa, asa Meissa kepada Erland.

"Will you marry me?" ujar Erland meraih jemariku, hendak mengenakan cincin sembari menunggu jawabanku, gadis pujaan hatinya.

"Yes, I will!" jawabku dengan yakin, senyum merekah terukir pada garis bibir. Jari manis yang semulanya kosong kini telah melingkar cincin simbol penyatuan cinta.

ㅤㅤㅤㅤ ... Ending ...

_____

1. Tak ayal : tidak diragukan lagi.
2. Semrawut : tidak teratur, kacau-balau, tidak rapi.
3. Bernas : berisi, banyak isi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AsasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang