Kris A - 05.45
Letisha?
Kris A - 05.45
Maaf kalo gue terlalu mendesak lo kmrn
Kris A - 05.45
Tp gue akan sangat seneng klo lo dtg dan nonton pertandingan gue
Kris A - 05.46
It will be such a pleasure
Kris A - 05.46
Karena lo temen gue :)
Kris A - 05.46
Gue seneng ada yg peduli sm gue kayak lo. Lo tmn yg baik :)
Kris A - 05.46
Dan gue tau lo pasti dateng :)
Kris mengunci ponselnya dan mengulas sebuah senyuman lega. Dia tahu, tanpa diajak pun, Resha akan datang. Tapi dia hanya ingin menulisnya untuk memancing Resha.
Gue ga nyangka dia sedeket itu dan gue gak menyadarinya. Buat apa gue jauh-jauh mikirin cewek di lorong lantai 2 itu, sementara jawabannya ada deket sama gue? Kris membatin sambil menggosok gigi di wastafel.
Resha memang manajer tim yang baik, Kris tersenyum di depan kaca.
***
"Oke, semua sudah diabsen?" tanya coach Ridho.
"Sudah!"
"Oke, semua masuk ke bis!" perintahnya.
Mata Kris tak bisa berhenti untuk terus mencari ke sana dan ke sini. Sosok itu, bisa-bisanya tidak ada di turnamen sepenting ini? Resha, tidak datang?
Apa Resha terlalu malu? Kris mulai bingung. Tapi apa dia segitu gak profesionalnya sampe ga dateng karena gue?
"Coach," panggil Kris. "Kemana Resha?"
Coach Ridho merapihkan topinya. "Naah, itu dia. Resha nemenin saudaranya... atau apa gitu, Coach lupa! Entahlah, ngomongnya juga ga jelas!"
Kris mengangguk seperlunya pada Coach Ridho dan berjalan terus ke belakang bis, dan duduk di sebelah temannya.
Resha sangat suka basket. Ia tidak pernah melewatkan satupun pertandingan sampai mereka kelas 2 seperti sekarang. Inilah pertandingan pertama yang Resha lewati.
Apa salahnya sih? Gue gak akan benci elo kok, Sha! Kris membatin gemas. Apa semua perempuan begitu? Selalu pengen misterius, menarik perhatian kemudian menghilang minta dikejar?
Sepanjang perjalanan, Kris tidak berhenti memikirkan Resha. Dia masih sangat gemas karena perempuan ini sudah memain-mainkan rasa penasarannya.
Akhirnya dengan tekad bulat, Kris membuka ponselnya, dan mengetik.
Kris A - 09.44
Resha?
Dan sampai peluit pertandingan dibunyikan, Kris tak mendapat jawaban, ataupun sebuah read.
***
Pertandingan dimenangkan oleh SMA Karya Bangsa dengan skor 89-62.
"Yeaaaa!!!" seru semua anggota tim dalam euforia kemenangan. Masih banyak pertandingan, tapi mereka bangga akan pencapaian mereka hari ini.
Kris membalas tepukan dan rangkulan seperlunya. Dia mendapat pujian akan dunk luar biasanya yang menjadi buzzer beater (memasukkan bola diiringi bunyi bel akhir quarter atau juga bel akhir pertandingan).
Tiba-tiba di balik keramaian, sebuah tangan menariknya keluar. Kris tertatih-tatih mengikuti langkah cepat si pemilik tangan.
"Eh, lo siapa? Mau bawa gue ke mana?!" Kris protes.
"Ikut aja, Kris. Nanti gue jelasin."
"Resha?" Kris kenal dengan suara itu. Dan saat si pemilik suara menoleh, dia memang Resha. "Sha, ternyata elo yang--"
"Elo akan tahu jawabannya nanti, Kris. Tapi nanti. Ikut gue." Resha yang sehari-harinya lembut dan telaten berubah jadi terburu-buru dan agak kasar.
"Kita mau kemana?" tanya Kris.
Resha diam. Dia menghela napas panjang, sambil berkata satu nama yang sangat familiar bagi Kris: "Letisha."
***
Dokter dan suster mondar-mandir di pintu ICU. Keadaan sangat chaos dan menegangkan. Kris hanya duduk di sebelah Resha yang menangis sunyi.
"Jadi... lo bukan Letisha?" Kris membuka pembicaraan. "Dan yang ada di dalem ICU itu Letisha yang sebenarnya?"
Resha tak menjawab. Dia menyeka air matanya dan mengeluarkan ponsel dari kantungnya.
"Namanya Tiffany Alisha. 'Le' itu cuma imbuhan, kalau lo ngerti bahasa Prancis. Dan dia sengaja, supaya lo mencurigai gue."
"Jadi... dia yang selama ini nge-LINE gue?"
Resha mengangguk lambat. "Dan dialah yang selama ini peduli sama lo."
"Kenapa?"
"Karena dia suka sama lo."
Kris tercenung. Barulah dia sadar kalau selama ini... ada orang yang begitu memerdulikan dirinya.
Dan dia tak pernah menyadari kehadiran orang itu hingga kini.
Resha menatap Kris dengan sedih. Dia menaruh ponsel Letisha--Tiffany, di paha Kris.
"Mungkin lo mikir kalau sepupu gue itu seorang stalker freak yang periang banget dan aneh. Tapi itulah dia. Dibalik segala kekurangannya, dia selalu peduli dan cinta sama lo." Resha tersenyum kecut. "Yah, meski lo gak pernah benar-benar menyadari kehadiran dia."
Kris menatap ponsel itu dan menekan tombol daya, membuka ponsel itu.
"Penyakitnya ga pernah bikin dia jadi pemurung. Dia selalu seneng lihat lo main basket. Memang dia gak memuja lo, memang dia gak gila, but she just fall for you. Sesimpel itu."
Kris melihat foto-fotonya yang ada di galeri Tiffany. Sudutnya sempurna, seperti diambil dengan penuh kelembutan.
"Sekarang mungkin akhirnya dia bisa pergi ke surga dengan tenang, Kris. Lo akhirnya menyadari kehadiran dia. Cuma itu yang bikin dia tenang untuk saat ini." Resha menatap dokter yang keluar dari pintu ICU.
"Bagaimana, Dok?" Resha tersenyum pasrah.
Dokter itu melepas kacamatanya dan berkata, "kami sudah berusaha sebisa kami."
Dan Kris sadar, perempuan yang selalu menganggu notifikasi ponselnya itu pun telah pergi.
Ponsel itu terasa dingin di tangan Kris. Kini pemiliknya sudah tersenyum di surga.
***
3 tahun berlalu, Kris tak pernah lupa. Kadang ia sering tersentak bangun setiap mendengar bunyi notifikasi LINE. Berharap Le Tisha masuk dalam barisan notifikasinya dan mengucapkan selamat pagi.
Tidak ada lagi Letisha ataupun Tiffany. Kris tahu itu, Kris belajar merelakan.
Tapi Kris janji, akan lebih menghargai apa yang ada di hadapannya. Dia akan belajar menghargai apa yang datang dan menghargainya.
Ponsel itu tak pernah lagi kedatangan chat dari Le Tisha, tapi Kris mengadah ke langit dan tersenyum.
Terimakasih karena pernah begitu mencintaiku
KAMU SEDANG MEMBACA
Notification [5/5]
RomanceKris menghadapi sebuah keanehan. Dalam kehidupannya yang datar dan biasa saja, sebuah notifikasi LINE hadir mengusik hidupnya. "Gue Letisha," kata perempuan dalam chat itu. Dan Kris terus mempertanyakan maksud Tuhan dalam kehadiran perempuan berisik...