3. Lorong

455 67 1
                                    

Kris mengucek matanya dan meregangkan badannya yang masih terasa letih. Latihan kemarin masih membuatnya pegal hingga pagi.

Nggggg.... Kris menarik seluruh badannya. Kalau gak salah hari ini jadwal latihan dimajuin. Jadi jam berapa ya? Kris meraih ponselnya di sebelah bantal.

Le Tisha - 05.10

Morning, Kris!

Le Tisha - 05.10

Ayoo banguun! Hari ini macet looh :3

Le Tisha - 05.11

Ayo jangan males bangun, nanti rejekinya dipatok ayam loooh 'w' masa kalah sama ayam siih xD

Kris mendengus dan mengacak-acak poninya dengan kesal. Lo itu siapa sih, hah?! Kris tiba-tiba merasa kesal.

Kris A - 05.20

Udh bangun. G perlu dibangunin jg.

Le Tisha - 05.21

Yeeey! Kalo gitu cepetan! Pake seragam, mandi, berangkat! Jangan lupa masukin sepatu basket ke plastik, ya! Ga mungkin lo main pake Converse, kan?

Dari mana dia tahu kalau gue ga pernah ninggalin sepatu di loker dan bawa ke sekolah pake plastik? Kris semakin bingung. Rasa sebal itu makin menggumpal dalam dadanya. Jika saja cewek ini tidak bertingkah sok misterius, dia tidak akan sampai sekesal ini.

Kris A - 05.22

Lo bs berenti ga?

Le Tisha - 05.22

Berenti? ._. Berenti ngapain, Kris?

Kris A - 05.23

Berenti jd annoying.

Kris A - 05.23

Jangan ganggu gue dulu. Gue lg sibuk latihan sebulan ini.

Le Tisha - 05.25

Oke, Kris. Jangan kebanyakan pikiran yah! Semangat! Inget, hari ini latihan jam 2.

Terakhir, Kris mendengus kesal. Dia menghempaskan ponselnya ke kasur dan berjalan dengan kasar ke kamar mandi.

Kris tidak lagi peduli dari mana anak itu tahu jadwal latihan tim basket. Yang sekarang Kris lakukan adalah, dia ingin mengenyahkan perasaan ini; perasaan penasaran yang memburunya.

Dia membenci perasaan itu.

Le Tisha - 05.35

Tapi lo harus tau, kapanpun lo perlu gue, lo bs LINE gue kapanpun :D

***

"Letisha?"

Kris mengangguk. "Iya, Bu. Letisha."

Petugas Tata Usaha itu membalik-balik lembar data dengan cepat dan menggeleng. "Gak ada yang namanya Letisha di sekolah ini, Kris." Dia menyodorkan data itu pada Kris dan membiarkan Kris mengeceknya sendiri.

Kenapa gak ada? Kris terus-menerus membalik data-data itu. Tapi dia tidak mendapati kata 'Letisha' dimanapun.

Atau mungkin Letisha itu gabungan nama?

"Makasih ya, Bu!" Kris keluar setelah menyalam petugas TU tersebut.

Kris kini berdiri kebingungan di lapangan basket yang sepi. Jam kosong di kelasnya membuatnya bisa keluar dengan bebas.

Tiba-tiba Kris tersadar akan sesuatu yang pernah ia rasakan kira-kira setahun yang lalu.

Ia berdiri persis di titik itu, dribbling sambil mengira-ngira jarak tembak three point yang bagus. Kala itu three point-nya baru mulai dilatihnya.

Kris merasa ada seseorang yang melihat... lebih tepatnya memperhatikan Kris. Arahnya datang dari lorong lantai dua.

Sambil mendribel, Kris melirik ke arah atas. Matanya bertemu dengan sepasang mata di lantai atas.

Pemilik mata itu memekik. Pipinya memerah dan dia buru-buru berbalik masuk ke dalam kelasnya. Kris mengingatnya, tapi hal sepele itu tertimpa memori-memori lain.

Kris ingat ciri-ciri perempuan itu, meski dia di lantai dua dan buru-buru berbalik. Rambutnya kecoklatan, panjang sebahu, poninya pendek mengarah ke kiri, dan wajahnya bulat. Langkahnya kikuk dan ia terlihat sangat aktif.

Mungkinkah dia Letisha? Kris menatap ke lantai atas, ke arah titik yang perempuan itu tempati.

***

"Oke, istirahat 20 menit, baru mulai bagi dua kelompok untuk sparring!"

Gerombolan tim inti itu bubar ke segala arah. Kris sendiri berjalan dengan Owen menuju ruang loker untuk mengambil dompet mereka.

"Lo kenapa sih, ngeliatin HP mulu?"

Kris mengalihkan pandangannya pada Owen dan terkekeh. "Gak tahu. Ada sesuatu yang pas ada, gue berharap dia pergi. Ketika gak ada, gue nunggu dia untuk kembali."

Owen mengernyit bingung. "Haah? Maksudnya apa nih?"

Kris tersenyum miring dan mengangkat bahunya. "Gue juga gak ngerti sama perasaan gue ini." Kris mengantungi ponselnya dan merangkul leher Owen. "Yuk, Sevel!"

Selama mereka berjalan, mata Kris terus melirik pada notifikasi ponselnya. Tetap, yang ditunggunya tak kunjung tiba.

Apa omongan gue terlalu menyakitkan buat dia? Kris membatin. Dia baru sadar, kalau sifatnya kemarin tak baik.

"Wen, emang cewek sensitif kalo dibilang annoying?"

"Bukan sensitif lagi. Bunuh diri! Apalagi kalo dibilangin ama orang yang dia suka!

Kris terhenyak. Dalam hati, barulah ia sadar betul kalau perkataannya kemarin terlalu kasar. Memang Letisha adalah perempuan ceria dan bersemangat (seperti itulah yang Kris tangkap dari chat Letisha), tapi ia tetap perempuan berperasaan.

Hingga tiba di rumah pun, tak ada nama Letisha di notification bar-nya.

Dalam hati, Kris baru sadar:kadang sesuatu yang tak kita hargai akan sangat kita rindukan ketika tak ada.

Notification [5/5]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang