2. Antara Kasih dan Egois

10 2 0
                                    

Netra hijau itu memandang tajam. Pandangannya begitu menusuk dan menyelidik. Siapapun yang memandang akan bergidik. Tatapannya seakan mampu mengiris bola mata yang memandangnya balik. Si pemilik mata itu duduk di sofa kebesarannya. Mengintimidasi gadis yang berdiri dengan menekuk lehernya, menunduk. Tidak berani membalas pandangan.

"Kau tahu siapa aku?" Terselip keangkuhan pada nada yang datar itu.

"Tidak, nona." Suara si gadis sangat pelan nyaris tidak terdengar.

"Nona? Kau tidak tahu siapa aku?!?" Kali dengan nada tinggi, tersirat kemurkaan.

Si gadis, Azeera semakin menundukkan kepalanya. Tangannya menggenggam erat ujung bajunya. "Tidak." Azeera tidak tahu harus memanggil apa.

"Berapa umurmu?" Sebelah alis putri rupawan itu naik. Merendahkan.

"Duapuluh tahun..."

"Sudah sangat cukup untuk seorang pelayan, tapi aku tidak akan menerima penghinaan ini!" Sang putri tidak akan menerimanya. Ia harus segera menghadap mahkamah. Haknya harus ditegakkan. Tidak mungkin diterima penghinaan yang sangat besar ini. Jelas sang Putri murka. Bahkan ayahandanya sendiri yang merendahkan harga dirinya selaku wanita paling berkuasa di seluruh kerajaan.

"Siapkan air mandiku serta dupa mawar merah!"

Azeera bergegas melaksanakan perintah majikannya. Ia berlarian kecil ke kamar mandi. Jika tidak dalam kondisi bertugas Azeera sangat menikmati setiap sudut kamar megah majikannya. Lihatlah bahkan kamar mandinya sangat besar dan mewah. Di hidupkan saluran air pada bak mandi dengan ukiran bunga mawar di pinggiran berlapis emas. Terdapat balkon yang besar berhadapan dengan pemandangan langit nan indah. Lukisan-lukisan besar di tiga sisi dindingnya. Di tengah ruangan ada patung wanita dengan pakaian Yunani kuno menuangkan guci air. Di satu sisi ruangan ada rak besar untuk penyimpanan sabun, wewangian, dupa serta bahan perawatan tubuh yang bermacam. Banyak sekali. Azeera mengambil dupa berbentuk mawar berwarna merah dan menghidupkan dengan lilin. Semerbak wewangian mawar menyeruak memenuhi ruangan. Wanginya menyegarkan. Kelopak-kelopak mawar ditaburkan di bak mandi. Setidaknya ia mengerti sedikit tentang ini. Berbagai macam minyak pelembut kulit dicampur ke dalam air bak.

Setelah dirasa siap dengan tugasnya, Azeera bergegas memanggil majikannya. Namun ketika hendak memanggil Azeera sedikit enggan karena tidak tahu tepatnya memanggil apa. Seketika ia teringat seperti apa tadi nyonya Yeva memanggil. "Yang mulia Putri mahkota air mandi sudah siap."

Sang putri hanya melirik dengan ujung matanya. Kemudian masuk ke kamar mandi seraya melepas pakaian. Pakaian yang berserakan langsung di pungut oleh Azeera.

🏹🏹🏹

Suasana aula begitu legang ketika pintu dibuka dengan keras. Seorang gadis berjalan menghentakkan kaki kecil. Gadis dengan paras cantik, bermahkota dari permata mungil. Tangannya memegang gaun yang kepanjangan. Seluruh hadirin yang berhadir langsung mendongakkan kepalanya serta memberi hormat, mereka menatap sang gadis dengan muka bertanya-tanya. Apa gerangan?

"Apa yang membawamu kemari dengan menanggalkan tata kramamu, wahai putri mahkota?" Suara sang Raja yang duduk di singgasana kebesarannya menggema ke seluruh aula. Tempat biasanya diadakan mahkamah agung.

"Hamba menghadap Paduka Raja, matahari kekaisaran Nicea." Gadis itu memberikan penghormatan. Menundukkan kepalanya dalam. Tidak mengangkat kembali tanpa disuruh.

"Angkat kepalamu, putriku." Terdengar sangat berwibawa. "Ada perlu apa kau kemari tanpa membuat janji terlebih dahulu."

"Aku putrimu haruskah aku membuat janji terlebih dahulu untuk menemui ayahku sendiri?" Pernyataan yang begitu sarkas dan tajam.

Athena & AzeeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang