Bab 1. Pertemuan Singkat

20 1 4
                                    

Sierra berjalan dengan pandangan kosong, ia bingung harus bagaimana. Harusnya hari ini ialah hari bahagianya bersama dengan Davin. Namun nyatanya, semalam ... pria itu pergi entah kemana, tanpa ada kabar dan menghilang tanpa jejak hingga membuat ayahnya terkena serangan jantung dan masuk rumah sakit.

Tap tap tap

Brak!

Dengan tak sengaja, ia menabrak bahu seorang pria hingga beberapa kertas yang di bawa Si Pria itu berterbangan dan obat-obatan yang di bawanya juga terjatuh ke atas lantai.

Sierra juga bahkan nyaris terjatuh, namun ia masih bisa menyeimbangkan tubuhnya hingga masih tetap bisa berdiri tegak.

"Haisshh ... apa kau buta?" tanyanya seraya berjongkok mengambil obat yang terjatuh dan juga mengambil beberapa kertas di atas lantai. "Di simpan di mana matamu itu hah?" tanyanya lagi.

Sierra menelan ludah, ia melihat ke sekelilingnya, terlihat beberapa orang tengah melihat ke arahnya.

"Maaf," ucap Sierra.

"Maaf? Cih!" Pria itu mendecih seraya terus mengambil beberapa kertas yang berserakan. "Makanya kalau jalan tuh liat-liat! Pake mata! Punya mata kan? Gak buta kan?" tanya Pria itu dengan nada sinis.

Sierra semakin menelan ludah saat orang-orang malah semakin melihat ke arahnya. Sierra lalu melihat kertas yang berada di belakang Si Pria yang tengah berjongkok, ia ikut berjongkok lalu mengambil dua lembar kertas di belakang Si Pria.

"Lain kali gunakan matamu!" ucap Pria itu dengan nada yang sinis.

Sierra diam tak menjawab, semua orang nampak melihat ke arahnya, membuatnya malah jadi ingin menangis, matanya malah mulai berkaca-kaca.

Tadi, ia terlalu fokus melamuni nasibnya dan juga keadaan sang ayah, hingga tak fokus berjalan dan malah menabrak seseorang.

Pria itu berdiri tegak seraya membereskan kertas-kertas di tangannya agar rapi.

Sierra juga ikut bangun dari posisinya dan berdiri tegak.

"Maaf," ucap Sierra lagi dengan nada gemetar seraya memberikan kertas di tangannya. Ia ingin menangis bukan hanya karena orang-orang di sekitarnya melihat ke arahnya, bukan hanya pria itu berbicara dengan nada yang sinis, tapi juga karena memikirkan ayahnya yang tengah berada di dalam ruang UGD serta Davin yang pergi meninggalkannya.

"Maaf, maaf! Lain kali tuh kalau jalan liat-liat! Liat ke depan! Fokus! Biar gak nabrak orang!" ucapnya lagi dengan nada yang sinis.

"Aku kan sudah meminta maaf," ucap Sierra mulai menitikkan air mata, "Kenapa terus memarahiku? Aku benar-benar tidak sengaja, aku terlalu fokus melamuni apa yang terjadi dengan hidupku, kenapa malah memperpanjangnya? Memangnya selain meminta maaf, apa yang harus aku lakukan hah? Bersujud? Berlutut? Mencium kakimu? Iya?" tanya Sierra dengan air mata yang terus menetes.

"Kam,-"

"Kenapa malah memarahi aku?" sela Sierra memotong, "Kenapa memperlakukan aku seperti ini? Apa aku memang pantas untuk di perlakukan seperti ini? Iya hah?"

Hiks hiks hiks

Pria yang mendengar Sierra berucap seraya menitikkan air mata itu sontak langsung menelan ludah. Ia malah jadi bingung harus bagaimana menghadapi wanita yang sedang menangis.

"Aku harus berlutut?" tanya Sierra, "Oke ... akan aku lakukan!" ucap Sierra hendak berlutut.

Si Pria sontak langsung melihat ke sekelilingnya, melihat orang-orang yang tengah melihat ke arahnya, ia lalu dengan sigap memegang kedua bahu Sierra hingga Sierra tak jadi berlutut.

Cintai Aku, Suamiku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang