Bab 26. It's Not That Easy To Forgive

2 1 0
                                    

Sierra menoleh menatap Jeffrey ke arah Jeffrey saat setelah melihat isi kulkas kosong, dia bergeser dan membuka lebar-lebar pintu kulkas. "There is nothing and no ingredients to cook!"

"Huuhhh!" Jeffrey menghembuskan napasnya dengan sangat kasar dan menunduk lemah. "Padahal laper banget," ucap Jeffrey.

"Ya salah sendiri, kenapa gak di isi kulkasnya," ucap Sierra.

Jeffrey menatap Sierra. "Ini rumah sebelumnya kosong ya! Aku pulang ke sini kalo lagi stress doang atau ada temen yang ngajak kumpul! Ya aku isi yang seadanya aja, masa aku penuhin isinya, buat apa? Yang ada kebuang semua nanti! Mubazir Sierra, sayang uang juga, kan harus irit," ucap Jeffrey.

"Ya ... maaf, kan aku gak tau," jawab Sierra.

"Lagian ini harusnya tugas kamu ya sebagai istri!"

"Loh kok aku lagi?"

"Ya kan urusan dapur emang tugasnya istri! Tadi pagi kamu masak kan? Pas buka kulkas kan udah tau dong kalau isinya kosong dan gak ada apa-apa! Kenapa gak bilang kalau gak ada bahan apapun?" tanya Jeffrey.

"Ya kan tadi pagi kita berantem Jeffrey! Ya mana mood aku ngomong masalah dapur!" jawab Sierra tak mau kalah, "Lagian nih ya ... sebenernya semua tugas rumah itu tugasnya suami!"

"Mana ada! Rumah itu tugas istri! Suami itu cari uang," jawab Jeffrey.

"Dih ... ngeyel ya kalau di kasih tau, tugas rumah itu harusnya tugas suami! Aku pernah kok baca dan aku yakin kalau itu valid! Istri itu cuma membantu suami! Sebenernya tugas itu tuh tugasnya suami!" ucap Sierra.

"Ngadi-ngadi nih anak."

"Lah ... kok ngadi-ngadi? Kalau gak percaya coba kamu cari info aja di internet, atau cari bukunya. Aku yakin itu bener kok," ucap Sierra.

"Udah! Cukup! Jangan dibahas! Stress aku punya istri kayak kamu," ucap Jeffrey.

"Ya kenapa mau nikah sama aku, aku gak pernah maksa kamu buat nikahin aku! Aku bahkan diem gak ngomong apa-apa!" jawab Sierra.

Jeffrey langsung memicingkan mata dan mendelik sinis. "Bisa diem gak? Jangan mulai terus kenapa sih, Ra! Kamu gak capek apa mancing-mancing terus? Aku aja capek loh Sierra!" ucap Jeffrey.

"Ya sama, Jef ... aku juga capek sebenernya," jawab Sierra.

"Ya udah ... diem bisa kan?"

"Bisa!" jawab Sierra.

"Ya udah ... diem makanya," ucap Jeffrey.

Sierra diam tak menjawab apa yang Jeffrey katakan lagi setelah Jeffrey memintanya untuk diam.

Jeffrey lalu berjalan ke arah lemari yang berada di atas kompor, dia membukanya berharap ada mie instan atau apapun itu makanan yang bisa dia makan, namun ternyata kosong, tak ada apapun di sana.

Jeffrey juga lalu melihat ke segala arah berharap mencari apapun, sesuatu yang bisa di masak tapi tak ada apapun di sana.

"Gak ada telur satu pun?" tanya Jeffrey pada Sierra.

Sierra diam tak menjawab yang Jeffrey tanyakan, dia hanya berdiri bersandar pada tembok di samping kulkas seraya melihat kuku di jari jemarinya.

"Gak ada telur?" tanya Jeffrey lagi saat Soerea sama sekali tak menanggapinya, dia berpikir mungkin Sierra tak mendengarnya. "Ra?" panggil Jeffrey.

Sierra masih berdiri tegak seraya melihat jari jemarinya.

"Sierra?" panggil Jeffrey dan wanita itu tetap diam.

Jeffrey memejamkan mata mulai kesal saat Sierra yang sepertinya sengaja tak menggubris panggilannya.

"SIERRA OLIVIA ARGANTA!" ucap Jeffrey dengan nada yang lumayan tinggi.

Sierra menanggahkan kepala menatap Jeffrey, namun dia tetap diam tak mengucapkan sepatah kata pun.

"Astaghfirullahaladzim Ya Allah ... darah tinggi aku lama-lama, Ra! Kok kamu sekarang kayak begini sih? Padahal dulu gak kayak gini loh, ini sekarang kenapa kamu malah jadi sekeras dan semenyebalkan ini? Kenapa kamu ngeselin banget? Kenapa sekarang kamu selalu bikin aku darah tinggi? Ini kamu mau bunuh aku secara perlahan atau gimana sih, Ra! Kamu mau liat aku mati berdiri hah? Iya?" tanya Jeffrey.

Sierra tetap diam dan hanya mengerutkan alis, menatap Jeffrey dengan tatapan aneh.

"Atau jangan-jangan ini bentuk penolakan kamu yang sekarang udah jadi istri aku? Ini bentuk perlawanan kamu?" tanya Jeffrey. "Atau ... ini kamu mau bales dendam sama aku? Untuk yang udah aku lakuin ke kamu sebelumnya? Iya?" tanya Jeffrey lagi.

"Apa sih, Jef? Ge-je deh! Kan tadi kamu yang suruh aku diem, ya makanya ini aku diem, gak ngomong!" jawab Sierra.

"Ya gak begitu juga Sierra! Ini kenapa sih kamu selalu aja buat aku darah tinggi!?" tanya Jeffrey, "Ahh ... atau ini karena Si Davin? Ini pasti dia dulu-"

"Loh kok malah ke Davin sih?" sela Sierra memotong.

"Kan ... pasti mau belain tuh orang lagi, iya kan? Ngaku!" ucap Jeffrey.

"Enggak! Lagian kamu yang sebut nama dia duluan, Jef ... dia gak ada di sini tapi sama kamu di bahas terus. Apa-apa Davin mulu, padahal Davin juga gak pernah kan berbuat kesalahan sama kamu, tapi kenapa dia jadi sasaran kamu mulu sih?"

"Karena sifat, sikap dan kelakuan Si Davin udah cacat di mata aku! Mau kamu ucap seribu kebaikan yang dia lakuin, itu gak akan pernah ngaruh buat aku! Aku kalau udah benci sama orang, gak akan pernah mau tau apapun tentang dia! Termasuk kebaikannya juga!" ucap Jeffrey.

"Ya Allah ... gak boleh gitu, Jef ... gak baik tau, kita tuh harus lapang. Sebesar apapun kesalahan yang seseorang buat, tugas kita sebagai manusia harusnya memaafkan, jangan kayak begitu. Allah aja sempurna maha pemaaf kok, ya masa kita yang statusnya hanya seorang hamba, yang jauh dari kata sempurna, bisa seegois itu gak mau maafin kesalahan orang," ucap Sierra.

"Ngomong mah gampang Sierra, harus lapang, harus memaafkan, tapi praktekinnya susah! Ya oke ... emang mungkin bisa aja mulut aku nanti mengatakan 'Aku memaafkan!' Gerak-gerik tubuh juga mungkin bisa aja seolah gak ada apa-apa dan semua baik-baik aja, tapi enggak dengan hati! Suatu saat mungkin kata memaafkan akan terucap dari mulut aku, tapi mohon maaf aja nih ... sampai kapanpun aku bakalan inget! Aku ini orangnya pendendam loh, gak semudah itu, Ra!" ucap Jeffrey.

"Jeeef ...."

"Kalau bukan karena Si Davin itu, aku sama kamu gak mungkin terjebak dalam pernikahan ini Sierra! Hubungan aku juga sama Alana pasti masih baik-baik aja! Alana pasti masih ada di samping aku! Nemenin aku dan gak ninggalin aku! Gak kayak sekarang yang bahkan keadaan dan keberadaannya pun aku gak tau! Ini tuh gara-gara Si Davin sialan itu! Kesel aku sama dia, dan sampai kapanpun aku bakalan terus inget ya!" ucap Jeffrey.

Sierra menelan salivanya, dadanya tiba-tiba saja terasa sesak saat Jeffrey kembali menyebut nama Alana lagi. "Secinta itu kamu sama Alana, Jef," batin Sierra berucap.

"Terjebak dalam pernikahan? Emang ... pernikahan ini seburuk itu ya di mata kamu?" tanya Sierra.

"Hm?" Kali ini Jeffrey yang menelan salivanya. "Ya ...." Jeffrey bingung harus menjawab ucapan Sierra dengan kata apa.

"Ya udah deh ... gak usah di bahas, nanti malah panjang lagi, lama-lama aku juga sama kok kayak kamu, capek ngebahas masalah yang sama," ucap Sierra.

"Ra?"

"Udah, Jef ... jangan di bahas lagi," ucap Sierra, "Ini tadi kamu laper kan? Ya udah ... aku ke kamar dulu, ganti baju dan kita makan di luar aja, pulangkan ke supermarket, beli bahan-bahan makanan sama sayuran," ucap Sierra, dia berbalik dan berjalan perlahan dengan langkah pincang ke arah kamarnya.

"Ck!" Jeffrey berdecak kesal.

Bersambung ....

Cintai Aku, Suamiku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang