Bab 17. Back Attention

2 0 0
                                    

"Aku bilang juga apa!" ucap Jeffrey, dia lalu menatap mata Sierra yang tengah menatapnya juga. Jeffrey menelan salivanya, jantungnya juga sama berdegup kencang saat menatap mata Sierra.

Sierra lalu sadar dari lamunannya. "Turunin aku, nanti aku di kira gatel lagi, sengaja jatuh untuk ambil perhatian kamu," ucap Sierra.

Jeffrey lalu menurunkan Sierra.

"Aauuww ...." rintih Sierra saat Jeffrey menurunkannya di atas lantai yang ada beberapa serpihan kaca dari bingkai foto yang tadi terjatuh.

"Kenapa?" tanya Jeffrey saat melihat Sierra yang mengaduh dan merintih kesakitan. Dia melihat Sierra yang menginjak beberapa pecahan kaca dari bingkai foto yang terjatuh tadi.

Sierra lalu mundur perlahan dan terduduk di atas kursi, dia memejamkan mata menahan perih di telapak kakinya.

"Kamu tuh kenapa sih, Jef? Jahat banget sumpah! Tadi pagi tangan, sekarang kaki! Aku tau kamu marah, benci, kesel sama aku, tapi jangan begini juga, ini sakit tau! Perih juga!" ucap Sierra.

"Aku gak sengaja, Ra ... sumpah! Aku gak tau kalau ada pecahan kaca di situ," ucap Jeffrey, di lalu berjongkok dan melihat telapak kaki Sierra yang mulai mengeluarkan darah. Dia juga meringis ngeri dan ngilu saat melihat ada beberapa serpihan kaca yang masih menancap. Jeffrey melihat Sierra yang memejamkan mata meringis kesakitan.

Jeffrey lalu memegang kaki Sierra dan mencabut serpihan kaca itu.

"Aa-aahh auuww ... sakit!" ucap Sierra merintih menahan perih saat Jeffrey mencabut serpihan kaca itu, "Udah-udah! Gak usah! Aku bisa sendiri, nanti aku malah dibilang ratu drama lagi kata tadi pagi kamu ngatain aku, padahal ini beneran sakit!" ucap Sierra.

"Kamu kok gitu terus sih ngomongnya, Ra."

"Ya aku tau pasti kamu mikir kayak begitu! Kamu juga pasti mikir tadi aku sengaja kan? Kamu mikir aku pura-pura jatuh makanya kamu turunin aku di lantai yang ada serpihan kacanya, kamu dendam kan sama aku?" tanya Sierra, "Jahat banget sumpah! Ini Sakit Jeffrey! Gak cukup sama tangan apa! Kalau gini caranya, nanti aku gak bisa jadi babu kamu di sini!" ucap Sierra.

"SIERRA CUKUP YA!" ucap Jeffrey berbicara dengan nada yang lumayan tinggi semakin kesal mendengar ucapan yang terucap dari bibir Sierra. Dia lalu bangun dari posisinya dan berdiri tegak.

Sierra memejamkan mata kaget saat Jeffrey berteriak padanya.

"Udah! Cukup! Jangan banyak mengucapkan kata gila dan konyol seperti itu lagi! Aku capek dan aku muak tau dengernya! Kamu udah cukup nguji kesabaran aku ya dari tadi! Jadi sekarang diem dan biarkan aku yang bicara!" ucap Jeffrey dengan nada yang masih tinggi, namun tidak setinggi tadi.

Sierra menunduk, diam tak menjawab ucapan Jeffrey, matanya kembali berkaca-kaca lagi saat Jeffrey berbicara dengan nada tinggi.

"Diem dan jangan kemana-mana! Satu langkah kamu berani jalan, aku gak segan melakukan apapun yang aku mau sama kamu! Jadi diem! Tetap duduk di situ dan jangan turun! Satu lagi, jangan bicara sampe aku suruh kamu bicara! Inget ... biar bagaimanapun sekarang aku ini suami kamu! Mau tidak mau, kamu harus nurut sama apa yang aku bilang!" ucap Jeffrey berbicara dengan nada tegas.

Sierra masih menunduk, dia tak berani menatap Jeffrey dengan mata yang berkaca-kaca. "Suami? Suami apanya?" batin Sierra berucap.

Jeffrey lalu keluar dari kamarnya.

Sierra memejamkan mata hingga tetesan air mata itu membasahi rok baju yang dia kenakan. Sierra lalu menoleh, melihat ke arah pintu kamarnya yang tertutup.

"Huuuh!" Sierra menghembuskan napasnya dengan sangat kasar, dia kembali menunduk dan menepuk pelan dadanya yang terasa sangat sesak.

Tak berselang lama kemudian, terdengar suara pintu yang dibuka, Sierra menoleh dan melihat Jeffrey yang datang seraya membawa kotak P3K, dia juga membawa sapu dan juga pengki.

"Diem! Jangan ngomong dan jangan banyak gerak!" ucap Jeffrey masih dengan nada tegas. Dia lalu menaruh sapu dan juga pengki di samping meja lalu setelahnya dia mengangkat tubuh Sierra.

Sierra yang kaget sontak langsung melingkarkan tangannya ke leher Jeffrey agar tidak terjatuh. "Mau apa?" tanya Sierra.

"Aku tadi bilang apa? Diem, jangan ngomong dan jangan gerak, jadi bisa kan diem?" tanya Jeffrey.

Sierra diam tak menjawab ucapan Jeffrey.

Jeffrey lalu mengangkat tubuh Sierra, dia lalu berjalan ke arah kamar mandi yang masih berada di kamar itu. Jeffrey mendorong pintu dengan kakinya lalu masuk ke dalam kamar mandi, dia lalu menduduk Sierra di atas wastafel.

Sierra melihat Jeffrey yang entah mau apa.

Dalam hitungan detik, Jeffrey berjongkok dan membantunya membersihkan luka di telapak kakinya dengan air hangat, lalu mengelapnya dengan handuk kecil secara perlahan.

Sierra memejamkan mata saat kakinya terasa perih, dia juga sedikit menjauhkan kakinya dari Jeffrey saat tak tahan menahan perih.

"Sakit? Aku kekencengan?" tanya Jeffrey.

Sierra diam tak menjawab dan hanya mengangguk.

Jeffrey lalu kembali mengelap lagi kaki Sierra jauh lebih pelan dari sebelumnya.

"Sekarang kita obatin lukanya," ucap Jeffrey berdiri tegak lagi, dia lalu kembali mengangkat tubuh Sierra dan berjalan ke arah ranjang, dia mendudukkan Sierra di atas kasur.

Jeffrey lalu berjalan ke arah meja tadi, mengambil kotak P3K dan kembali berjalan ke arah Sierra lagi. Kali ini Jeffrey terduduk di atas lantai dan membuka kotak P3K, dia membantu Sierra mengobati luka dia kaki Sierra.

Sierra memejamkan mata, menggigit bibir bawahnya kuat-kuat dan kembali menarik kakinya saat Jeffrey memberikan obat luka di kakinya, dia tak bisa menahan rasa sakit dan perih.

"Perih?" tanya Jeffrey.

Sierra mengangguk pelan mengiyakan.

"Tahan sebentar, ini bentar lagi selesai kok," ucap Jeffrey, dia lalu mengambil kain kasa dan membalut telapak kaki Sierra dengan kain kasa itu.

Beberapa menit kemudian.

"Udah ... selesai, untuk sementara kayak gitu aja dulu, setelah ini kita ke klinik. Aku beresin dulu pecahan kacanya biar gak kemana-mana, kamu duduk di sini." ucap Jeffrey, dia lalu bangun dari duduknya dan berjalan ke arah bingkai foto yang terjatuh tadi, lalu menyapu dan membersihkan serpihan kaca tadi.

Sierra melihat Jeffrey yang tengah menyapu lantai, matanya mulai berkaca-kaca saat melihat Jeffrey.

"Andai aja kamu kayak begininya setiap hari, aku pasti bakalan ngerasa jadi perempuan yang beruntung banget, Jef. Tapi ya masa aku harus banyak mengatakan kata dan terluka dulu baru kamu bisa perhatian kayak begini, kan gak mungkin," batin Sierra berucap.

Sierra lalu melihat Jeffrey yang keluar dari kamarnya seraya membawa sapu dan pengki berisi kaca tadi.

"Mungkin gak kalo kita beneran jadi suami istri? Kaya orang-orang gitu, mungkin gak sih pernikahan kita tetep jalan dan gak harus pisah? Jujur aku gak mau diperlakukan kasar sama kamu, tapi aku juga pisah sama kamu, Jef," gumam Sierra.

Sierra memejamkan mata dan menunduk.

Hiks ... hiks ....

Ceklek

Terdengar suara pintu yang dibuka lagi, Sierra sontak langsung menyeka air mata di pipi kanan dan kirinya.

"Kenapa? Kok nangis?" tanya Jeffrey berjalan mendekati Sierra lagi.

Bersambung ....

Cintai Aku, Suamiku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang