Bab 39. Apologizing and Starting First

1 0 0
                                    

Sierra menyeka air mata di pipinya dan menatap Jeffrey. "Sumpah demi apapun aku sama sekali gak sadar Jef, aku sama sekali gak ada pikiran sampe kesitu," ucap Sierra.

"Hah?" Jeffrey mengerutkan alis dan menatap Sierra dengan tatapan bingung.

"Tolong jangan mikir yang enggak-enggak, aku gak serendahan itu kok, aku bukan perempuan gak tau diri dan aku juga sama sekali enggak murahan. Aku punya harga diri kok, Jef ... aku sama sekali gak paham dan gak ngerti kenapa hal itu bisa terjadi, aku beneran gak sadar, Jef ... tolong jangan benci aku, jangan berpikir yang enggak-enggak tentang aku, aku beneran gak tau kenapa hal itu bisa terjadi," ucap Sierra.

Jeffrey semakin menatap Sierra dengan tatapan bingung. Bingung kenapa Sierra malah berpikir seperti itu.

"Jangan perlakukan aku seperti kemarin-kemarin lagi. Aku mohon, Jef ... jangan kasarin aku lagi."

"Hah? Apaan sih, Ra ... kok kamu bisa mikir kayak begitu? Emang aku sejahat itu apa di mata kamu sampe mikir kalau aku bakalan kasar sama kamu. Aku kesini justru mau bilang maaf loh sama kamu, aku mau minta maaf sama kamu," ucap Jeffrey.

"Hm? Kamu ... bukan mau marah sama aku?" tanya Sierra.

"Lah ... marah? Kok marah?" tanya Jeffrey.

"Hm?" Kali ini Sierra yang menatap Jeffrey dengan tatapan bingung. "Jef? Kamu ... inget kan sama yang udah ... kita lakuin?" tanya Sierra, "Maksudnya ... aku ... sama kamu tuh ... hmmm ... tadi ...." Sierra bingung bagaimana cara menjelaskannya.

"Iya ... aku inget kok sama yang udah kita lakuin," ucap Jeffrey, "Maksudnya ... kok kamu bisa mikir takut aku marah? Bukannya yang harusnya marah itu kamu kan? Masa aku yang marah," ucap Jeffrey.

"Ya kan ... aku ... mau-mau aja," ucap Sierra menunduk tak berani menatap Jeffrey, "Harusnya aku nolak, tapi tadi ... aku malah gak nolak sama sekali," ucap Sierra.

"Kita ngobrolnya sambil duduk," ucap Jeffrey meraih pergelangan tangan Sierra dan menariknya pelan masuk ke dalam kamar Sierra.

Mereka lalu duduk di atas ranjang, lalu saling diam tak mengucapkan sepatah kata pun.

"Kok malah diem?" tanya Jeffrey.

Sierra yang menunduk itu sontak langsung menatap Jeffrey. "Terus? Aku harus apa?" tanya Sierra.

"Kan tadi lagi ngomong, ya kamu terusin dong. Kamu ngomong apa?"

"Ya itu ... yang aku mau aku bicarain udah aku omongin ke kamu," ucap Sierra.

"Ya udah ... sekarang aku yang nanya, pertanyaannya sama kayak tadi, kok kamu bisa sih mikir aku bakalan kayak begitu? Emang aku sejahat itu di mata kamu?" tanya Jeffrey.

"Ya aku cuma takut, Jef ... aku takut kamu berpikir yang enggak-enggak tentang aku. Kamu kan berpikir kalau aku ini murah dan gak ada harga dirinya. Dan saat melakukan itu ... aku sama sekali enggak nolak dan mau-mau aja, kamu pasti mikir aku ini perempuan yang kayak begitu kan? Terus nanti kamu juga pasti bakalan bersikap kayak kemarin-kemarin lagi dan aku beneran takut! Aku juga beneran gak tau kenapa aku bisa mau-mau aja! Aku juga bingung!" ucap Sierra.

"Aku sama sekali gak ada kepikiran sampe kesitu loh, Ra ... justru aku kesini, nyamperin kamu karena aku mau minta maaf sama kamu," ucap Jeffrey.

"Hm? Minta maaf?"

Jeffrey mengangguk pelan mengiyakan. "Tadi ... yang memulai lebih dulu kan aku, terus ... waktu kita di restoran sama di supermarket juga yang aku bahas kan ke arah yang ke begituan, aku takut kamu juga mikir yang enggak-enggak," ucap Jeffrey.

"Hm?" Sierra menatap Jeffrey, dia bahkan sama sekali tidak berpikir dan tak ingat kalau saat di restoran dan supermarket yang mereka bahas memang ke arah yang seperti itu. "Jadi ... kamu enggak marah sama aku?" tanya Sierra.

"Kenapa aku harus marah? Yang harusnya marah itu kamu Sierra, bukan aku," ucap Jeffrey.

"Tapi aku gak marah kok sama kamu, justru aku takut kamu yang marah sama aku, Jef ...."

"Kenapa takut aku yang marah?" tanya Jeffrey.

"Ya takut aja," jawab Sierra.

"Jadi ... ini kamu nangis bukan karena aku udah ngelakuin itu ke kamu? Tapi karena kamu takut aku marah sama kamu dan bersikap kasar lagi sama kamu?" tanya Jeffrey.

Sierra mengangguk pelan mengiyakan.

"Ya Allah ... sejahat itu kah aku di mata kamu?" tanya Jeffrey.

"Gak begitu, aku kan parno, Jef ...."

"Ya udah ... mumpung kita lagi ngobrol serius, dari kemarin juga sebenernya aku udah mau ngomong ini sama kamu, tapi selalu gak sempet," ucap Jeffrey menggeser duduknya dan mendekati Sierra, lalu setelahnya dia menggenggam kedua telapak tangan Sierra. "Ra? Aku mau minta maaf sama kamu karena aku udah bersikap kasar sama kamu, aku minta maaf karena udah bikin kamu sakit hati. Aku sadar kalau yang aku lakuin ke kamu itu salah, aku beneran minta maaf sama kamu, aku beneran nyesel udah nyakitin kamu kayak begitu, kamu mau kan maafin aku?"

Sierra tersenyum dan mengangguk. "Sebelum kamu minta maaf ... aku udah maafin kamu kok," ucap Sierra.

"Dan untuk yang tadi aku kita lakukan, kamu mau ... itu bukan karena terpaksa? Atau ... gimana?" tanya Jeffrey.

Sierra diam sebentar dan dia membatin, "Sepertinya tidak ada yang terpaksa karena mungkin itu reaksi tubuhku, aku mencintaimu ... jadi aku rasa tidak ada paksaan, makanya aku sama sekali tidak menolak." 

"Kok diem? Jawab, Ra ...."

"Aku rasa ... aku sama sekali gak terpaksa, buktinya aku sama sekali tidak menolak, tapi ... ini ... kamu gak mikir aku yang enggak-enggak kan?"

Jeffrey tersenyum dan menggelengkan kepala. "Enggak kok," jawab Jeffrey, entah mengapa dia merasa senang saat mendengar Sierra berucap.

"Aku takut ... aku takut kamu malah mikir aku yang enggak-enggak," ucap Sierra.

"Enggak kok," ucap Jeffrey seraya mengelus pipi Sierra.

"Ya udah ... setidaknya aku jadi jauh lebih tenang sekarang, tadi aku sempet mikir kalau ini akan jadi masalah, tapi ternyata enggak," ucap Sierra seraya tersenyum, "Hmmm … dan kamu juga gak perlu khawatir kok, Jef."

"Hah? Khawatir? Kenapa?"

"Perceraian kita, aku pastiin hal itu bakalan tetep terjadi kok, aku gak masalah walau kita udah ngelakuinnya, aku gak akan ngiket kamu," ucap Sierra.

Jeffrey sontak langsung menelan salivanya saat Sierra yang malah membahas perceraian, bibir yang tadi tersenyum, dengan seketika langsung pudar.

"Aku minta waktu lagi sama kamu, aku pasti bakalan bilang sama Papa nanti dan kita pasti bakalan cerai kok," ucap Sierra, dia menelan salivanya, entah mengapa dadanya terasa sesak saat mengatakannya perpisahan pada Jeffrey.

"Ra?"

"Hm?"

"Apa gak bisa kalau kita berusaha untuk memulainya dulu?"

"Hm? Maksudnya? Memulai apa?" tanya Sierra.

"Hubungan kita," ucap Jeffrey.

Sierra sontak langsung menatap Jeffrey dengan sangat serius.

"Maksudnya hubungan kita?" tanya Sierra.

"Aku mau memulai hubungan baru dengan kamu," ucap Jeffrey.

"Hah?" Sierra menatap Jeffrey dengan tatapan kaget dan tak percaya.

Bersambung ....

Cintai Aku, Suamiku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang