Prolog - 3 Pengunjung Tanpa Undangan Resmi

23 3 3
                                    

Di atas dinding sebuah koridor panjang di sebuah reruntuhan istana kuno, terdapat lukisan-lukisan indah dan ukiran mengenai seorang Raja.

"— Terlahir dari dewi bumi, Terra, dunia pun bergetar menyambut lahirnya sang penguasa daratan yang baru. Hidup dan tumbuh sebagai manusia, tetapi memiliki aura dan raga seorang dewa. Dia adalah Sinn Deinn, bersukacitalah manusia dan kelompoknya, jejak dari kebijaksanaan dewi kesuburan Rukhadevata juga menyertai-nya, bersukacitalah wahai kamu yang ingin menjadi seorang pahlawan, karena dia lah yang akan menilaimu dan membimbing mu ke jalan kebenaran, bersukacitalah.... "

Dengan cahaya remang-remang dari api obor yang berkobar, seorang gadis dalam balutan jubah putih berbisik sembari terus menafsirkan tulisan-tulisan kuno yang menyertai ukiran dan lukisan yang ada di sepanjang koridor istana.

Dengan penuh kehati-hatian, tangan kecilnya meraba setiap bentuk dari ukiran yang ada pada dinding, "perang besar membawa dunia pada kehancuran... Raja Sinn Deinn yang perkasa— uh...barisan yang ini terkena goresan..." karena cahaya yang remang-remang tidak terlalu membantu dalam menafsirkan ukiran.

"Dewa kekacauan berhasil menjatuhkan Perinsip Langit, membuat seluruh peradaban di dunia, hancur tidak bersisa."

Kembali mengarahkan api obor nya mendekat kearah ukiran, "... Ini... Sungguh memang seperti yang dikatakan oleh Red Tower Master... Istana ini, memang dari dunia lain." Ucapnya pelan, dengan tatapan yang mengarah kepada lukisan megah yang ada di samping ukiran.

Pilar-pilar cahaya jatuh dari atas langit berawan yang gelap, wajah dari mereka yang berjuang hanya ada keputusasaan, kobaran api membakar habis semua yang ada di atas daratan dan tsunami dasyat menghantam pesisir pantai.

"... Tiada satupun yang tersisa, selain mereka yang ada di istana sang raja..."

Lukisan yang menggambarkan kejadian bencana di dunia lain itu, dilukis dengan warna merah. Darah. Itu adalah apa yang terbesit di dalam benaknya, saat gadis itu memperhatikan detail dari betapa menusuknya aura yang dikeluarkan oleh lukisan terakhir itu.

Menghela napasnya takjub, gadis itu seperti tenggelam di dalam cerita asing yang dibawakan oleh koridor istana tersebut.

Dia membayangkan sebuah negara yang besar— di pimpin oleh seorang maha raja, Demigod, Sinn Deinn. Kemakmuran dan kedamaian menjadi alur awal yang segera berbalik menjadi kehancuran total di seluruh dunia oleh pemberontakan Dewa Kehancuran.

Dengan sisa-sisa kekuatannya, sang raja membuka portal untuk menyelamatkan orang-orang yang masih "setia" kepadanya. Membawa mereka pergi dari dunia yang kacau dari Dewa Kehancuran.

"... Tetapi, kemanakah sang Maha Raja dan orang-orang yang ikut kedalam portal teleportasi?"

Para peneliti dari menara penyihir juga menanyakan hal yang sama, sejak reruntuhan istana ini ditemukan 400 ratus tahun yang lalu.

Mengingat bahwa sudah berulang kali para penyihir dan Kerajaan terdekat yang mencoba untuk mengetahui apa yang ada di dalam istana tersebut dengan cara menghancurkannya, selama 400 tahun, tetapi mereka hanya bisa masuk sampai ke koridor utama istana...

"... Uh... Jika sang Maha Raja masih hidup, apakah ancaman dari Kaisar Ultimatea akan menghilang... Atau sang Maha Raja yang akan menjadi ancaman baru—"

*Nuunn—nunn—nuuun—! *

Cahaya merah berpijar dari gelang tipis yang dikenakannya, "jejak sihir..." Ucap si gadis, pelan. Mengantisipasi perubahan udara yang tiba-tiba di dalam koridor istana.

"... Frekuensi ini... "

Melihat titik-titik dari jejak mana mulai menggumpal, membentuk sebuah lubang hitam ( Black Hole), gadis itu dengan cepat pergi dari pintu gerbang terakhir menuju ruang singgasana.

I Became The King, That I Made In The GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang