"Ternyata sesulit itu ya, mendapat kesempatan untuk menjelaskan yang sebenarnya terjadi."
~|~|~
Harsa tampak meraba-raba nakas yang berada di samping ranjangnya. Alih-alih mencari keberadaan ponselnya yang sedari tadi berbunyi, tanda notifikasi masuk. Hanya membutuhkan waktu beberapa detik, untuk benda pipih itu berada di genggamannya sekarang. Mengumpulkan nyawa sebentar, sebelum akhirnya ia menyalakan layar ponselnya dengan mata sedikit menyipit karena efek bangun tidur.
Alih-alih melihat panggilan siapa yang tak terjawab, Harsa justru lebih memilih membuka room chat dari sahabatnya, yang sudah terdapat lima pesan di sana.
Jidan edan tapi pinter:
Zia nyariin lo, mau ngasih berkas kemaren katanya.
Lo gak masuk kah?
Serius belum bangun lo, tumben banget.
Woy.
Curiga abis perang lo ya, semalem sama Lea."Njir, bocah tau-tauan," umpat Harsa setelah membaca pesan terakhir dari Jidan. Pasalnya kecurigaan laki-laki itu memang benar adanya.
Harsa Yaksa:
Suruh taro aja berkasnya di ruangan gua.
Kesiangan gua, semalem jadwal ronda.Harsa menaruh kembali ponselnya di nakas, setelah selesai membalas pesan dari Jidan. Masih dengan posisi rebahan, Harsa memilih menyamping menghadap istrinya yang masih tertidur lelap, dengan selimut yang menyelimuti tubuhnya sampai leher.
Jika ditanya apa hal yang paling Harsa sukai akhir-akhir ini, maka jawabannya adalah memandangi wajah istrinya ketika sedang tertidur lelap. Selain karena Lea yang terlihat lebih cantik ketika sedang tidur, juga karena hatinya akan terasa lebih tenang jika melihat istrinya bisa tertidur dengan lelap tanpa merasa cemas sedikitpun. Tidak seperti dahulu, saat awal-awal mereka menikah. Harsa sering sekali mendapati Lea sedang menangis dalam posisi duduk dan kaki meringkuk, dengan kepala yang ia tenggelamkan diantara kedua kakinya.
Ketika ditanya apa penyebabnya menangis, maka ia akan menjawabnya dengan gelengan. Membuat Harsa benar-benar merasa bingung apa yang sebenarnya terjadi pada Lea kala itu.
Cukup lama ia tidak menemukan jawabannya. Sampai pada akhirnya di suatu malam, ia mendapati Lea sedang mengigau tidak jelas, sepertinya karena efek mimpi buruk yang di alaminya. Namun racauannya cukup terdengar jelas oleh Harsa. Racauan yang berhasil membuat seorang Harsa mengalami penyesalan yang bukan main pada waktu itu. Penyesalan yang bahkan sampai detik ini, masih menjadi penyesalan terbesarnya.
Kala itu, Harsa baru saja pulang dari kantor. Namun tidak seperti biasanya, Lea tidak menyambut kedatangannya. Harsa pun berfikir positif, mungkin istrinya ketiduran karena ia pulang terlalu larut. Memilih menghiraukan hal tersebut, Harsa pun segera masuk ke dalam kamarnya, dan benar saja ia mendapati Lea sudah tertidur lelap di sana. Tanpa berniat mengganggu, Harsa pun memilih untuk langsung membersihkan dirinya sebelum tidur. Namun, baru saja ia akan merebahkan tubuhnya di samping Lea, suara isak tangis terdengar jelas di telinganya. Dengan reflek ia pun langsung melirik perempuan yang tengah terlelap di hadapannya, dan benar saja suara itu berasal dari perempuan itu. Sepertinya Lea mengalami mimpi buruk lagi.
Baru saja Harsa akan membangunkan Lea dari mimpi buruknya, namun sebuah racauan berhasil membuatnya membeku di tempat.
"J-jangan tinggalin aku, Sa. Jangan-
"Jangan sama Zia, please-
"Hiks,"
Tanpa dijelaskan pun, Harsa paham maksud dari ucapan Lea itu. Kala itu memang Harsa belum sepenuhnya mencintai Lea, dan itu bisa terlihat jelas dari Harsa yang masih suka mencari tahu keberadaan Zia dimanapun gadis itu berada. Walaupun pada kenyataannya Zia dan Harsa telah putus, karena kesalahan Zia. Namun Harsa seperti masih belum move on dari perempuan itu. Membuat Lea yang mengetahui hal itu, hanya bisa diam tanpa berkomentar apapun. Karena setakut itu ia membuat Harsa risih akan sikapnya, yang bisa saja menyebabkan Harsa tidak nyaman dengannya dan meninggalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Kala Hujan | [ON GOING]
Teen Fiction"Kamu menjadi satu-satunya alasan mengapa aku bisa benci dan rindu secara bersamaan di kala hujan turun." -Rainata Kavilea Juwanda