"Terkadang ada beberapa situasi, dimana kita hanya perlu memikirkan diri kita sendiri."
~|~|~
Angin tampak bertiup sepoi-sepoi, namun berhasil menyebabkan beberapa helai daun dari pohon di depan rumah Harsa berguguran. Tak banyak, namun cukup terlihat berserakan di halaman rumahnya.
Hari sudah mulai gelap, bahkan sang surya pun sudah terbenam beberapa waktu lalu. Menyisakan langit dengan warna kejinggaan sebentar, sebelum akhirnya tergantikan oleh gelap malam yang dihiasi bulan dan bintang-bintang.
Teman-teman Harsa sudah pulang sedari tadi, kecuali Mario yang kebetulan masih menunggui Keyra yang urusannya belum juga selesai dengan Lea. Sama halnya dengan Mario, Harsa pun mau tak mau ikut menunggu kedua perempuan itu menyelesaikan urusannya, dan memilih duduk di teras rumahnya bersama dengan Mario.
"Cewek kalo udah ngobrol, lama bener ya Bang," celetuk Harsa kala menyadari sudah cukup lama ia menunggu.
"Jangan salah Sa, mereka kalo udah ngobrolin hal yang seru, semuanya pasti dilupain," sungut Mario setelah menghisap batang nikotin yang diapit oleh jari telunjuk dan tengahnya.
Berbeda dengan Mario yang menikmati angin malam dengan satu batang rokok, Harsa memilih menikmatinya dengan segelas susu yang beberapa waktu lalu di buatkan oleh Istrinya.
"Eum, ngomong-ngomong soal perempuan. Lo udah tau belum, kalo Zia kerja di kantor gua, Bang?" kentara sekali Harsa tampak ragu memulai pembahasan tersebut.
Mario yang semula tampak menikmati angin malam disertai kepulan asap rokok, langsung menengok ke arah Harsa kala mendengar ucapan laki-laki tersebut.
"Zia? Mantan lo?" Mario tampak memastikan, yang kemudian langsung mendapat balasan anggukan.
"Kok bisa kerja satu kantor sama lo?"
Sebenarnya, Mario dahulu tampak biasa-biasa saja pada gadis itu, hanya saja semenjak beberapa kejadian yang ia ketahui dan ada sangkut-pautnya dengan Harsa dan Lea. Ia jadi sedikit kurang suka pada gadis itu, bahkan sepertinya bukan ia saja, melainkan semua teman Harsa tidak menyukai gadis itu, kala mengetahui masa lalunya dahulu bersama Harsa.
"Fyi, dia ponakan Pak Arhan, Bang. Padahal kan dia orang kaya ya, ngapain harus kerja kaya gitu. Gabut banget hidupnya." begitulah Harsa, tampangnya saja sudah bukan seperti orang yang sudah berumah tangga, jika sudah bersama Mario. Ia benar-benar akan bersikap layaknya seorang Adik jika sudah bersama dengan laki-laki itu. Karena selain berperan sebagai teman dan Kakak ipar, Mario juga sudah seperti Kakak kandung sendiri bagi Harsa.
"Kan ganggu banget gua sama Lea yang udah hampir sembuh dari masa lalu," lanjutnya dengan nada sedikit tidak terima.
"Lea tau soal ini?"
"Tau"
"Apa responnya?"
"Awalnya dia pasti kaget Bang, cuma setelahnya, dia malah yang nyuruh gua damai aja sama masa lalu."
"Bagus dong, berarti dia udah bisa dewasa dalam menyikapi permasalahan ini. Lo sendiri gimana?"
"Jujurly aja Bang, gua masih gak bisa. Tapi karena itu semua permintaan Lea, seberusaha mungkin gua bakal ikutin."
Hening sebentar, sebelum akhirnya seseorang dari dalam rumah menghampiri mereka berdua, di susul dengan seseorang yang lain.
"Aku udah selesai." Keyra tersenyum kala tatapannya bertemu dengan Mario, begitu juga dengan Harsa yang tersenyum kala melihat Istrinya yang juga ada di sana.
Percayalah dalam hati sebenarnya Harsa dan Mario sedang memanjatkan rasa syukur mereka, karena pada akhirnya kedua perempuan itu selesai mengobrol juga, setelah mereka menunggu beberapa jam lamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Kala Hujan | [ON GOING]
Jugendliteratur"Kamu menjadi satu-satunya alasan mengapa aku bisa benci dan rindu secara bersamaan di kala hujan turun." -Rainata Kavilea Juwanda