Chapter 9 : Perpisahan

466 57 0
                                    

Cahaya matahari menelusup dari jendela gorden, menyentuh wajah pemuda yang tertidur di atas kasur. Silau, seperti kuncup bunga yang mekar kelopak mata itu perlahan terbuka menampilkan mata indah yang jernih.

Melenguh, pemuda itu menguap. Tapi matanya yang indah itu tertahan pada seorang pria tinggi yang duduk tenang di sisi ranjang, menghadap dinding yang kotor dengan coretan-coretan berwarna merah.

Jantung pemuda itu berdebar kencang dan dia seketika duduk, menatap tulisan familiar yang membuatnya dihantui rasa terror bertahun-tahun.

"Kak!"

Gemini sudah mendengar gerakan di belakangnya, dengan tenang dia menoleh pada Fourth. Menurunkan bulu matanya, dia melemparkan pertanyaan retoris, "Lo udah bangun, Fourth."

Fourth mundur ketakutan hingga punggungnya menghantam sandaran ranjang, gerakannya memberantakan sprei. Tangan kecil seputih salju terangkat, dengan ujung jarinya yang gemetar menunjuk tulisan di dinding.

Tulisan itu masih sama.

"Aku di sini, perhatikan aku."

"Hantunya datang lagi kak! Kenapa... Bukannya seharusnya sudah kakak usir! Kenapa hantunya muncul lagi!"

Mata sengit Fourth memerah, dia menarik kembali tangannya, memeluk tubuhnya, gemetar ketakutan. Tapi ketika dia menunduk ke bawah, mulut kecilnya terbuka dan dia tercengang.

Pakaiannya kotor dengan warna merah.

"Argh!" jerit Fourth, "Darah! Aku berdarah!"

Gemini menghembuskan napas, pria itu berdiri dan dengan tenang berbalik menghadap Fourth. Suaranya lirih dan lembut ketika dia berbicara, "Bukan darah Fourth, baju itu kotor karena tangan lo sendiri."

Terkejut, Fourth menadahkan tangannya. Pupil matanya menyusut, melihat jemari-jemari tangannya dipenuhi noda merah tua. Noda itu menempel di kaos putihnya, membekas membentuk cetakan tangan.

"Kenapa..."

"Itu cat minyak." kata Gemini.

Fourth mendekatkan kedua tangan ke wajahnya, mencium aroma bahan kimia dan kedua matanya melebar. Bibirnya yang tipis kembali bergumam, "Kenapa bisa..." Dia menatap Gemini, melihat ekspresi tenang pria tinggi itu dan menuntut jawaban, "Kenapa ada cat minyak di tangan aku kak? Kenapa ada tulisan aneh itu lagi di dinding kos kakak? Kenapa kak! Kenapa hantu itu muncul lagi?"

Mulut Gemini terbuka ingin mengatakan sesuatu, tapi menutup kembali. Keraguan melintasi sorot matanya.

"JAWAB KAK!" seru Fourth, matanya merah dan pemuda itu menangis, "Aku takut."

"Fourth." Gemini akhirnya bersuara, dia dengan lembut menaiki ranjang, menarik tangan Fourth yang semula lekat di dadanya dan menggenggamnya, "Gak ada hantu."

Fourth terdiam.

Dengan rasa sakit di hatinya, Gemini melanjutkan, "Semua teror yang terjadi, semua tulisan di dinding, semua ketakutan lo. Itu berasal dari lo sendiri."

Air mata Fourth jatuh, bergulir di pipinya yang putih. Dia menggigit bibir dan menggeleng, "Aku gak ngerti yang kakak omongin!"

Gemini menatapnya, seolah menuntut sesuatu, menerobos ke jauh ke dalam jiwa yang rapuh, "Gue tahu lo sudah sadar sejak lama, Fourth. Lo gak perlu berpura-pura kuat lagi." Kedua tangan Gemini menangkup pipi pemuda itu dan mengusapnya perlahan, "Tulisan itu, sama seperti tulisan lo, kan? Lo sudah tahu itu tapi lo mengelak dari kenyataan."

Fourth terisak kuat. Pemuda itu menangis seperti bayi hingga pipi dan hidungnya merah.

Gemini membawa pemuda itu ke pelukannya dan berbisik, "Apa lo benci sama dia?"

Something Behind Us [Geminifourth Fanfiction] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang