2

3 2 0
                                    

"Ia mengalami gagar otak yang membuatnya kehilangan ingatanya, mungkin sedikit dari ingatannya akan kembali seiring berjalannya waktu dengan durasi yang lama." Ucap dokter seraya melepaskan pergelangan tangan evelyn.

Eden menatap putrinya dingin, evelyn menundukkan kepalanya takut ketika melihat tatapan mengintimidasi dari Eden, ia seolah mengenali mata itu, sekilas ingatan akan ibu angkatnya yang kejam membuat dadanya sesak.

"Semoga putri anda lekas sembuh tuan Eden"

"Terimakasih dokter will"

"Kuharap kau bisa datang setiap minggu untuk memberinya perawatan" Ujar Eden

"Baik tuan eden, saya akan berusaha agar noona evelyn bisa pulih lebih cepat"

William membungkuk, memberi hormat pada Eden sebelum akhirnya ia melangkah pergi.

Eden berjalan mendekati putrinya, evelyn tercekat, tubuhnya seketika kaku, perlahan tanganya bergerak meraih pucuk kepala putrinya dengan pelan dan mengusapnya.

"Kau tetaplah putriku evelyn" Ujar Eden kemudian berjalan pergi meninggalkan evelyn

Untuk pertama kali setelah kepergian orang tuanya, hati yang seolah mati kembali menghangat, sikap lembut dari seorang ayah yang tak ia kenal membuat hatinya tersentuh, keputus asaan dan kecemasanya semasa hidup seakan lenyap terbawa angin sore.

Ia menatap punggung ayahnya yang berjalan menjauh dengan senyum haru, perlahan air matanya yang hangat jatuh ke pipinya yang bersemu merah.

"Ayah -" Gumamnya.

. . . .

Sorot matahari pagi diluar sana merembes melewati jendela kamar evelyn matanya mengerjap, ia mengusap matanya pelan, gadis itu terbangun ketika ketukan pelan dari luar pintu menyapa telinganya.

"Waktunya bangun dan bersiap untuk sarapan noona" Ujar pelayan yang bernama adel

Adel membuka pintu itu perlahan menghampiri jendela dan menarik tirai itu, menampakan hamparan luas taman mawar yang ada disudut istana.

Adel menyiapkan air mandi beraroma vanila lembut, tak lupa dengan pakaian mewah evelyn serta perhiasan yang akan ia kenakan turut disusun dengan rapi. Ia juga mendandani evelyn dengan telaten, menyisir rambut panjangnya dengan pelan dan menatanya agar terlihat cantik.

"Siapa namaMu?" Tanya evelyn

"Nama saya adel noona"

"Adel" Ujar evelyn.

"Ya noona"

"Apa makanan yang, ayahku suka?"

Adel memperhatikan wajah evelyn dalam pantulan kaca cermin, senyum tipis dan raut wajah yang hangat terbias di paras cantiknya.

"Saya tidak tau noona"

Ia bangkit dari kursi riasnya , berbalik sembari menggenggam kedua tangan adel.

"Kalau begitu aku akan memasak untuk ayah"

"Tidak noona, anda tidak perlu repot2 ke dapur istana, saya bisa buatkan jika noona mau"

"Tidak adel, aku ingin membuatnya"

"Tapi noona, jika tuan tau-"

"Biarkan aku melakukanya adel, aku bisa memasak" Ujar evelyn dengan penuh keyakinan

"Tapi tuan menunggu"

"Hanya sebentar saja adel, temani aku"

. . . .

Evelyn dengan tenang duduk menunggu kedatangan Eden meja makan, jarum jam telah menunjuk angka 08.37 menit. Namun tak ada tanda bahwa ia akan datang.

08.55

EvelynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang