7

0 2 0
                                    

Jam dinding telah menunjukkan pukul 11.37 malam namun evelyn sama sekali tak kunjung tidur, ia tak bisa merasakan ngantuk.

"Apa efek obatnya, tau begitu aku tidak usah minum, toh sebenarnya aku tidak gagar otak"

Evelyn meraih bungkusan obat itu dari meja riasnya dan membuangnya ke tempat sampah.

Evelyn menatap langit- langit kamarnya, ia gelisah, jujur ia mengantuk tapi matanya tak mau terpejam.

"Huh, tak ada cara lain, aku harus berjalan jalan sebentar" Katanya sembari memegangi kepalanya yang terasa pening.

Perlahan ia keluar kamar dan mengelilingi istana dengan santai hingga ia berhenti di suatu ruang lukis, begit banyak lukisan disitu, namun tidak diselesaikan dengan benar, ia mengamati dan menyentuh lukisan itu satu persatu dengan kagum.

"Indah sekali, siapa yang melukis ini, apa noona mitha?"

Ia duduk di kursi lukis itu dan melamun cukup lama sampai tidak sadar seseorang dengan wajah tampan tengah memperhatikanya dari arah pintu.

"Sudah puas?" Ujarnya dengan suara berat

"Eh?!" Evelyn menoleh kaget , ia lantas bangkit dari bangkunya dan menunduk hormat pada Agaras.

"Maaf bila saya lancang masuk ke ruangan ini"

Namun tak ada tanggapan dari Agaras, ia justru hanya berdiri diam, memandangi bayang bayang tubuh evelyn yang sedikit tembus pandang di balik piama putih dengan intens.

Evelyn yang menyadari itu lantas segera menutup tubuhnya dengan kedua tanganya, bodohnya ia karena tidak mengenakan selendang untuk menutupi pakaianya yang terlihat terbuka itu. Pipinya bersemu merah, ia segera memalingkan wajahnya malu.

Agaras berjalan mendekati evelyn, dan berdiri tepat dihadapanya dengan jarak  yang begitu dekat, aroma masculine yang kuat dari tubuh agaras yang memabukkan pun tercium di hidung evelyn tanpa sengaja.

Evelyn mundur ke belakang namun ia telah terhalang oleh sisi tembok hingga tak mendapat celah untuknya bergeser, dengan sengaja agaras mengunci ruang pergerakan evelyn dan mencegahnya untuk kabur.

"T-tuan bisakah anda mundur sedikit"

Bahkan deru nafas yang hangat dari agaras serta dirinya pun saling berasautan. Jantung evelyn seolah berhenti, kulit agaras yang menghangat bergesekan dengan kulitnya, nafas evelyn tanpa sadar tertahan dan mulutnya terkatup rapat.

Agaras mengambil salah satu kuas dari meja lukisnya, dan memandanginya penuh arti sembari bergantian menatap wajah evelyn yang bersemu merah, lehernya jenjang, rambutnya terasa begitu halus, bibirnya matanya pipi dan hidungnya terlihat sempurna di mata agaras seolah tak ada celah.

Evelyn mendongakkan kepalanya, balik menatap wajah rupawan agaras yang seolah memaku seluruh indranya hingga membuat ketakutanya terakih tanpa sadar.

"Kenapa? Apa ada sesuatu diwajahku?" Ujar Agaras sembari menyunggingkan seringai di wajahnya.

Agaras mengoleskan kuas itu dari leher evelyn sampai dada gadis itu, tubuh evelyn menegang, ia bergidik ngeri, reflek gadis itu menepis tangan Agaras mendorong tubuh pria itu dan segera beranjak menjauh dari agaras.

Agaras tak menghentikan evelyn, ia tersenyum puas seraya menatap kuas itu dalam diam, ia mengangkat kuas itu dan mencuim serta menghirup aroma mawar itu seperti sebuah narkotika yang membuatnya melayang tak karuan.

Disisi lain evelyn yang berada di kamarnya langsung ambruk dengan jantungnya yang, berdegup luar biasa kencang. Ia menyentuh lehernya dan mencengkram nya dengan merinding, entah apa yang dipikirkan Agaras hingga melakukan hal seperti itu pada dirinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EvelynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang