BAB 2. DI MALAM PENGANTIN

49 7 31
                                    

-Evan

"Aaaah!"

"AXEL ELWOOD!"

Aku tersengal seraya membuka mata. Mataku mengerjap-ngerjap, mengedarkan pandangan panik ke segala penjuru dengan penuh rasa tak percaya. Semua yang terlihat kini tampak jauh berbeda.

Ini bukan Pulau Moonstone. Kamar siapa ini? Di mana Profesor Botak Sialan itu?! Kami terisap ke dalam sesuatu ... terlempar ... Oh! Ethan! Di mana dia?!

"Axel Elwood! Apa kau menyesali keputusanmu sekarang? Jika kau berpikir dengan bertingkah gila bisa membuatku berubah pikiran dan membatalkan malam pertama kita, kau salah besar, Alpha-ku sayang. Kita harus melakukannya malam ini atau kau akan membuat rekor baru untuk permusuhan dalam pack kita!"

Hah? Apa maksudnya? Malam pertama? Alpha? Pack?!

Apa yang terjadi? Kenapa dia memanggilku Axel Elwood? Alpha siapa yang ia maksud? AKU?!

Aku mencoba mengumpulkan segenap kewarasan, lalu mulai menyadari, akan keberadaan sosok wanita setengah telanjang yang tengah duduk mengangkang di atas tubuhku. Tanpa banyak berpikir, segera kudorong dia, hingga terlempar, dan terjungkal ke lantai. "Kau siapa?!"

Wanita itu terdengar memaki seraya segera bangkit kembali, berdiri, menatapku penuh amarah. "AXEL! Aku Starla Moon, istrimu! Kita baru saja menikah! Kau mulai sengaja cari gara-gara, ya?!"

Aku bergegas bangkit dari ranjang. Saat menapakkan kaki ke lantai, segera kusadari keadaan diri yang nyaris telanjang. Mataku membeliak seketika dalam jiwa yang terguncang.

Astaga! Apa ... itu ... milikku?! Tidak! Bagaimana mungkin bisa sebesar itu?!

Mataku kemudian tak sengaja tertumbuk pada pantulan diri pada sebuah kaca. Aku menatap sosok asing di sana dengan rasa tak percaya.

Di mana mata heterochromia-ku? Kenapa berubah abu-abu? Rambut cokelat pun kini jadi sedikit gondrong ikal keperakan sebatas bahu. Siapa aku?!

Belum habis rasa terkejutku, tiba-tiba Starla mengeluarkan suara geraman rendah seraya merendahkan punggungnya. Dalam sekejap, dia berubah wujud menjadi sosok makhluk semacam serigala.

Mataku membelalak saat melihat wujud baru Starla. Seperti seekor serigala berukuran besar, berbulu semerah darah dengan corak surai putih dan cokelat di dada, membentuk seperti huruf V di bagian lehernya. Meski terlihat cukup menggemaskan, ia terlihat menakutkan saat berjalan perlahan mendekat, dengan tatapan mata amber penuh kilat membara.

"Axel! Ini malam pertama kita! Bagaimana bisa kau mendadak berubah pikiran atau mencari gara-gara denganku?! Kau berencana mengabaikan dan meninggalkanku sendiri di kamar malam ini?! Jangan harap!"

Aku mendengarnya! Hewan itu bisa bicara! Diriku pasti sudah gila!

Aku sungguh ingin menghilang saat ini juga!

"Axel! Kau menggunakan bakatmu? Sialan kau! Perlihatkan dirimu! Sejak kapan kau menjadi pengecut begitu?!"

Anehnya, Starla seakan mendadak buta. Dia kebingungan tak bisa melihatku, hingga memandangi ke mana-mana. Bagaimana mungkin aku bisa tak terlihat?

Tak ada waktu lagi. Aku harus menggunakan kesempatan ini. Sambil merapikan pakaian sekena dan secepatnya, kakiku segera mengarah ke pintu, membukanya dengan cepat, dan segera kabur tanpa banyak peduli.

Aku sempat mendengar teriakan histerisnya, disahuti oleh orang-orang yang tengah berada di dekat sebuah panggung, yang lantas dengan cepat berlari bersama-sama untuk mengejarku. Namun, kulihat mereka kemudian seperti kehilangan arah sambil mencoba mengendus-endus sesuatu.

Kupaksakan kaki untuk terus berlari secepat mungkin dalam malam berkabut di antara pepohonan. Anehnya, mataku seakan begitu tajam, mampu menembus kegelapan. Aku bahkan mampu berlari begitu kencang, seperti memiliki kekuatan super tanpa merasa kelelahan.

Langkahku terhenti di dekat sebuah telaga. Wanita bernama Starla Moon itu dan yang lainnya tak terlihat di mana-mana. Mungkin aku telah berhasil kabur dari mereka.

Kuputuskan duduk di tepian telaga. Mataku menatap kilauan air yang terkena cahaya. Aku menatap rembulan dan mulai berpikir, apakah yang ada di bumi dan di atas sana itu adalah bulan yang sama, atau justru berbeda.

Jika ini memang masih di bumi, lantas makhluk apa itu tadi? Tentu saja aku cukup tahu soal manusia serigala, berkat si Kembar Bungsu Asher dan Ashley. Namun, wujud Starla sama sekali berbeda dari yang pernah kulihat di sampul novel fantasi kesukaan kedua adik kembarku.

Apa mungkin ini sebuah kutukan akibat tidak pernah percaya dan meremehkan makhluk-makhluk di novel fantasi? Siapa yang begitu usil melakukan hal ini padaku?

Oh, Ethan. Di mana dia? Apa dirinya pun sama sepertiku, terjebak di neraka kegilaan? Untuk pertama kali, kami terpisah bukan karena disebabkan oleh beda kelas kuliah di kampus.

Aku bahkan tidak tahu bagaimana bisa dalam sekejap menikah dengan sosok makhluk seperti Starla. Siapa itu Axel Elwood? Kenapa jiwaku bisa memasuki lelaki malang yang hendak menuntaskan malam pertama? Dia atau aku yang sial sebenarnya?

Kuamati kedua tangan, lalu mengusap wajah, rambut, beralih meraba dada, dan perut. Begitu berotot dan berbeda. Jemariku kemudian gemetar menyentuh di bagian bawah sana. Aku pun mengerang seperti hewan yang setengah terluka.

Aku tak tahu apakah harus senang dan bangga karena memiliki sesuatu yang didambakan setiap wanita dari lelaki untuk junior sebesar itu. Pada kenyataannya, ini terasa asing, sama sekali bukanlah milikku.

Tubuh ini milik Axel. Namun, jika aku ada di tubuhnya, lantas di mana dia berada? Di tubuhku? Astaga.

Bagaimana nasib keluargaku bila benar begitu? Oh, mungkin seharusnya aku justru lebih harus mencemaskan nasib lelaki malang itu. Dia mungkin tersiksa menghadapi kecerewetan si Kembar Bungsu.

Sementara di tempat ini diriku bersama istrinya. Untunglah aku berhasil kabur. Jika tidak, akan sangat tidak adil, bila kulanjutkan hal yang ingin dia lakukan pada pasangannya, bukan?

Ini kacau! Sangat gila! Semua gara-gara Profesor Botak Laknat itu! Bagaimana cara aku kembali?

Oh! Di mana anting bermata batu alexandrite itu? Menghilang ke mana? Itu bisa saja menjadi alasan dan cara sama untuk kembali sebagaimana saat kami terlempar pergi.

Mungkin tertinggal di ranjang kamar tadi? Sial. Aku harus kembali mencari dan menyimpannya. Ya, itu satu-satunya jalan yang harus kulakukan.

Namun, bagaimana jika anting itu tak ada di sana? Jika demikian, pertama-tama aku harus terlebih dulu fokus menemukan Ethan. Kuharap, dia pun masih menyimpan sebelah anting miliknya dan kami bisa menemukan batu utama, lalu dapat membuka portal sesuai ucapan terakhir si Profesor Botak Sialan.

Jika tidak, maka aku dan Ethan harus bersiap mengucapkan selamat tinggal dan beradaptasi, menerima takdir kehidupan yang baru. Bagaimanapun itu.

***

THE REDWOOD CITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang