Cp 11

18 3 0
                                    

Setelah mengatakan nya dayyan bergegas menuju ruang operasi.

Lampu di ruang operasi telah menyala. Suara monitor juga telah terdengar. Dayyan segera menangani kakek tersebut bersama satu orang rekannya dan tiga orang perawat, dengan cekatan ke tiga perawat tersebut membantu keduanya.

Di sisi lain seorang wanita panik bukan main kala mendapat kabar kalau sang kakek masuk rumah sakit.

"Tidak, ini tidak boleh terjadi" wanita itupun bergegas menuju halte dan meninggalkan begitu saja pekerjaannya. Saat telah berada di dalam bus hatinya tak henti meminta pertolongan pada sang kuasa.

"Ya Allah, selamatkan kakek hamba"hatinya terus saja merapalkan doa doa agar sang kakek baik baik saja. Jalanan kota Tokyo memang tidak terlalu macet namun wanita itu harus bersabar karna bis yang dia tumpangi melakukan pemberhentian di beberapa halte lainnya.

Sekitar tiga puluh menit perjalanan akhirnya wanita itu sampai di rumah sakit tempat di mana sang kakek tengah di tangani.

Dirinya sedikit berlari dan bertanya kepada resepsionis di rumah sakit tersebut.

Saat telah mengetahui dirinya harus kemana dia bergegas menaiki lift.

Pintu lift terbuka dia mengedarkan pandangannya. Netranya bergerak kesana kemari mencari sosok yang mungkin dia kenali. Benar saja dia melihat orang yang dia cari tengah menangis sambil berjalan kesana kesini di depan sebuah ruang operasi.

"Nenek"panggilnya, dia bergegas menghampiri dan memeluknya.

"Nenek, bagaimana keadaan kakek"tanyanya sambil menahan air matanya.

"Kakekmu sedang di tangani nak"ujar sang nenek.

"Lebih baik kita berdoa saja" ujarnya

Perut yang sedari tadi bergemuruh tak dihiraukan oleh Anisa. Ya wanita cantik pekerja keras tersebut adalah Anisa Khumaira dia hanya tinggal bersama kakek dan neneknya ayahnya menikah lagi setelah sang ibu meninggal dunia.

Walaupun masih memiliki orang tua tapi dia serasa yatim piatu, sejak menikah lagi ayahnya tak lagi memperdulikannya akibatnya dia harus menyingkirkan cita citanya demi kakek dan neneknya bisa menikmati makanan yang kayak. Sejak usianya delapan belas tahun dia sudah bekerja paruh waktu dan kini dia baru saja melanjutkan pendidikannya meski hanya berbasis online.

"Kamu belum makan nak"tanya sang nenek.

"Nggak nek, Nisa masih kenyang" jawabnya namun perutnya berkata lain. Suara perutnya dapat sang nenek dengar.

"Kamu bohong Nisa"

"Maaf nek, Nisa cuma mau melihat keadaan kakek"jawabnya.

************

Dua jam sudah tapi masih belum ada tanda tanda ruang operasi akan terbuka.

Mereka berdua menjadi semakin cemas.

Beberapa saat kemudian pintu ruang operasi terbuka. Dayyan tersenyum ke arah sang nenek yang tengah terduduk bersama seorang gadis di sampingnya. Nenek itupun menghampiri dayyan.

"Nak bagaimana keadaan kakek saat ini"tanya sang nenek. Dayyan memang tidak menggunakan setelan kebesarannya yang mana hal itu membuat gadis tersebut ikut berdiri di samping sang nenek.

Di dalam pikirannya siapa pria ini, kenapa dia bisa tiba tiba keluar dari ruang operasi.

"Kondisi kakek sudah stabil dan kini akan di pindahkan ke ruang rawat"ujar dayyan.

"Terimakasih nak, nenek tidak tau harus membayar semuanya dengan apa "

"Nenek tidak perlu membayarnya, semua sudah saya tanggul"ujar Dayyan.

"Sebelumnya saya berterimakasih atas kebaikan anda, tapi biarkan saya menggantinya dengan cara mencicil nya agar kami tidak merasa hutang Budi terhadap tuan"Anisa angkat bicara, karna ini menyangkut kesehatan sang kakek. Dia tidak ingin keluarganya terus merasa berhutang Budi kepada pria berkulit pucat di hadapannya.

"Sudah saya bilang kalian tidak perlu mengganti nya, saya ikhlas membantu kalian. Jangan merasa berhutang Budi, anggap saja ini hadiah dari saya, kalau begitu saya permisi" Dayyan pergi berlalu setelah mengatakan hal tersebut.

Anisa tak habis pikir dengan pria yang baru saja pergi dari hadapannya. Di jaman seperti ini mana ada yang gratis, semua harus bernilai termasuk harga diri.

"Siapa pria itu nek"tanya Anisa kepada sang nenek.

"Sepertinya dia dokter di rumah sakit ini nak,kami tadi tidak sengaja bertemu dia di taman, dan kami juga berbincang sampai dimana kakekmu mengalami serangan jantung"

"Sudahlah, lebih baik kita temui kakekmu dulu" ajak sang nenek

Keduanya kemudian berlalu menuju ruang rawat sang kakek dengan mengikuti satu orang perawat yang memang di perintah Dayyan agar mengantarkan keduanya.

Setelah sampai keduanya terkejut dengan ruangan yang mereka tuju. Melihat dari segi ruangannya saja jelas sangat mahal biayanya belum lagi obat dan biaya perawatannya. Anisa tercengang, tapi dia bisa menutupi keterkejutannya dan mulai menghampiri sang kakek yang tengah terpejam.

Anisa mencium tangan pria renta tersebut dan meminta maaf.

"Kakek, maafin nisa karn tidak bisa menjaga kakek, Nisa belum menjadi cucu yang berbakti pada kakek"

"Sudahlah nak, kita doakan saja dan memohon kepada Allah agar kakekmu segera sadar "ujar sang nenek sambil mengelus bahu sang cucu.

************

Skip

Dayyan kini masih berguling di atas kasur empuknya sedangkan sang adik sudah berteriak di luar pintu kamar.

"Mas!!!, mas!! Dayyan. Bangun ini sudah siang"

Khalid masih mengetuk pintu kamar Dayyan.

Karena terusik dengan ketukan pintu dan teriakan adiknya akhirnya dengan netra yang masih berat Dayyan mencoba untuk membuka pintu kamar.

Ceklek

Pintu kamar terbuka, Khalid sudah berkacak pinggang sedangkan Dayyan masih bersandar di daun pintu dengan mata terpejam.

"CK, CK, CK, pangeran masih terpejam rupanya"

"Katakan ada apa "ujar Dayyan dengan netra yang masih terpejam.


"Ayo makan, aku sudah pesankan mas sarapan" ajak Khalid.

"Duluan saja, mas masih ngantuk"kemudian pintu kembali tertutup, Dayyan kembali melanjutkan acara tidurnya yang tertunda. Bukan malas, hanya saja dirinya terlalu lelah sebab dirinya pulang larut karna ada pasien mendadak yang harus dia tangani.

Khalid mengumpat sumpah serapah pada sang kakak, niat hatinya kan baik hanya ingin mengajak sarapan bersama, tapi dirinya malah di acuhkan. Jika ada sang bunda Khalid pasti sudah mengadu dan menyuruh bunda untuk memarahi sang kakak yang tidak menuruti perkataannya. Khalid memang sudah dewasa, namun itu jika menyangkut pekerjaan dan lain sebagainya. Berbeda dengan dia saat bersama keluarganya. Dia adalah sosok yang manja, lembut dan menggemaskan.

Untuk itu Dayyan selalu mengalah untuk sang adik satu satunya ini.
Walau demikian Dayyan tidak pernah merasa iri apalagi sakit hati jika sang ibu membela sang adik. Sudah menjadi hal yang wajar bagi Dayyan untuk mengalah dari sang adik yang begitu dia sayangi.

Khalid memakan sarapannya seorang diri dengan ponsel setia di tangan kirinya. Banyak email masuk dari bawahannya mengenai pekerjaannya. Sebagai seorang CEO tentu tanggung jawabnya begitu besar pada seluruh karyawannya. Apalagi saat ini perusahaan yang dia kelola sedang dalam rangka pengembangan.

Setelah sarapan Khalid bergegas mengambil kunci mobilnya dan segera berlalu.

.

.

.

.

Next

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ketulusan dan keikhlasan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang