Chapter 3

150 19 3
                                    

.

.

.

Liona menggigit bibirnya dengan gugup saat dia duduk menunggu sahabatnya (dan orang tuanya) muncul. Ayahnya tampak terhibur dengan betapa gelisah dan bersemangatnya dia dan memutuskan untuk menggoda dirinya.

"Siapapun yang melihatmu pasti mengira kamu akan bertemu mertuamu." Ucap ayah Liona dengan sedikit keras menyenggol bahu anaknya

Liona memberinya tatapan lemah. "Aku hanya sudah lama tidak bertemu dengan papi dan mommy. Aku senang sekali bisa bertemu dengan mereka," ujar Liona berbohong.

"Benar," ayahnya memutar matanya. “Karena tiga minggu lalu berjarak sama dengan beberapa tahun cahaya.”

Istrinya tertawa dan memukul lengannya karena mengganggu Liona seperti itu sementara putrinya hanya menatap sang ayah sebelum mengabaikannya sepenuhnya. Mencoba mengalihkan perhatiannya, Liona membuka serbetnya dan meletakkan itu di pangkuannya. Saat itu juga, pintu private room mereka diketuk dan tak lama pintu tersebut terbuka. Liona mengangkat kepalanya untuk menatap orang yang masuk.

Ayah sahabatnya masuk lebih dulu, sudah berseri-seri dan berseru halo dan keluarga Marshal berdiri untuk menyambut mereka. Namun mata Liona masih tertuju pada pintu, jantungnya berdebar kencang hingga membuatnya gugup. Seorang wanita yang lebih tua masuk dari belakang, dia adalah ibu sahabatnya. Liona masih menatap penuh harap ke pintu sambil memeluk dan menyapa dua orang yang lebih tua itu. Namun, pelayan pria yang berdiri disana justru menutup pintu, menghilangkan semua harapan Liona tentang Shania yang akan bergabung dengan makan malam mereka.

"Ngomong-ngomong, dimana Shania? Dia tidak ikut kemari?" Ucap ayah Liona

"Oh, dia ngambek karena kami tidak mengizinkannya keluar bersama teman-temannya malam ini, Jadi kami menghukumnya untuk tinggal di rumah." papi Shania menjelaskan saat ayah Liona bertanya tentang putri kecil kesayangannya.

Mommy Shania menatap Liona dengan tatapan meminta maaf. "Sebenarnya dia ingin datang menemuimu, tapi kami benar-benar harus tegas padanya. Dia jadi tidak terkendali, sayang."

Liona tanpa sadar menghela nafas dan mengangguk. Padahal ia sudah tak sabar untuk bertemu dengan gadis mungil kesayangannya.

“Kamu bisa datang dan bermalam di tempat kami,” saran mommy pada Liona, merasa tidak enak karena dia bisa melihat kekecewaan di matanya.

"Tidak, mommy. Maaf." Liona menghela nafas lagi sambil menggelengkan kepalanya.

Dia tahu lebih baik untuk tidak mengunjunginya ketika Shania mungkin kesal karena tak diberi ijin untuk keluar dan harus tinggal di rumah. Selain itu, ia mempunyai kewajiban yang akan menghalanginya melakukan hal itu.

"Aku harus tiba di lokasi lebih awal bersama ayahku besok. Mungkin lain kali saja, mommy." Liona tersenyum lemah padanya saat dia menerima ekspresi permintaan maaf dari mommy.
  
  
🌙🦋
  
   
Liona berdiri di samping ayahnya, mendengarkan dan belajar saat ayahnya mendiskusikan jenis batu apa yang akan digunakan untuk gedung apartemen yang akan mereka bangun. Dia sudah memikirkan batu pasir dan semen silika karena akan menjadi gedung tinggi, itu menjamin pondasi yang berat dan kokoh.

Saat mendengar ayahnya mengusulkan menggunakan bahan yang sama dengan apa yang dia pikirkan, Liona menggigit bibir untuk menjaga dirinya dari bersuara keras dan bahkan melakukan sedikit tarian di kepalanya. Liona melakukannya dengan sangat baik dalam hal ini. Meskipun dia sangat membenci semua dokumen dan pekerjaan yang diberikan ayahnya dan mengharuskannya untuk duduk berjam-jam guna mempelajarinya, kini dia benar-benar harus mengakui bahwa semua itu banyak membantunya.

Rest Your Love On MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang