Dua

718 111 5
                                    

"Bagaimana pekerjaanmu?"

"Tidak buruk. Cukup menyenangkan."

"Kau sungguh beruntung sudah mendapatkan pekerjaan di rumah sakit swasta bahkan di saat sebelum wisuda." Ino mencomot sepotong kentang goreng.

"Hm, aku bersyukur. Meskipun hanya sebagai dokter umum."

"Jadi kau berencana mengambil spesialis?"

"Sepertinya. Tapi aku akan mengincar beasiswa lebih dulu." Sakura mengendikkan bahu. Merasa terlalu percaya diri.

Ino mengangguk paham. "Kau juga pintar, kurasa tidak masalah."

Sakura berhenti mengunyah, meletakkan sendok dan garpunya. Ia mencebik. "Ayolah, Pig. Kau sungguh tidak tertarik melanjutkan study-mu?"

Seperti yang gadis itu duga, Ino menggeleng. Ia menyapu sudut bibirnya dengan centil. "Aku sudah muak dengan tugas, Sakura. Lagi pula ayah juga tidak akan setuju."

Sudah keempat kalinya putri kesayangan Yamanaka Inoichi itu menolak ajakan Sakura untuk melanjutkan kuliah, kali ini di luar negeri. Mungkin dirinya cukup cerdas, tapi Ino benar-benar sudah tidak ingin dibebankan oleh tugas mingguan atau praktik. Ia ingin mencicipi uang dari jerih payahnya sebagai wanita yang berprofesi. Selain itu, ayahnya juga tidak akan mengizinkan dirinya merantau ke luar negeri, dengan alasan ia merupakan anak tunggal, satu-satunya.

Ino mengarahkan layar ponselnya ke depan wajah Sakura. Alisnya naik-turun menggoda. "Kau melihat sesuatu, Sakura?"

Sakura mendekat untuk memperhatikan foto di ponsel Ino lebih jelas. Sampai ia menemukan satu sosok yang dengan tiba merubah raut ekspresinya menjadi tak berminat.

"Naruto, dan yang lain sudah tiba di sana. Kita harus segera pergi."

"Ck. Aku kira malam ini hanya kita berdua saja yang menyewa alat." Sakura melipat kedua tangannya di dada.

"Tadinya. Sebelum Naruto memaksa untuk ikut."

"Ino, aku rasa-"

"Tidak! Kau tidak boleh meninggalkanku."

"Please...kali ini saja."

Ino menggeleng keras. Gadis itu bangkit lalu menarik paksa Sakura untuk keluar dari restoran tempat mereka baru saja menyelesaikan makan malam.

Kedua perempuan itu segera bergerak ke salah satu toko penyewaan alat outdoor di Konoha, juga tempat dimana Naruto dkk sudah menunggu. Sepanjang perjalanan kepala Sakura terus berkecamuk tentang bagaimana ia harus bersikap di sana nanti. Haruskah ia banyak tersenyum? Diam saja? Atau lebih baik sedikit memasang wajah sinis?

Sakura menghela nafas. Hingga lamunannya kini sudah membawanya ke tempat tujuan malam itu. Jantungnya semakin berdebar.

Ino keluar dari mobil diikuti dia. Tempat penyewaan itu ternyata tergabung dengan sebuah kafe. Ukurannya tidak luas dan memiliki konsep garden. Cukup ramai namun untungnya tidak berisik. Samar-samar tawa familiar terdengar dari pintu masuk.

"Oy! Sakura! Ino!"

Ino melambai dengan semangat. Semakin bersemangat kala tampak kekasih pucatnya berada di samping Naruto yang barusan berteriak. Ino bersemu dan tersenyum manis ke arah Sai. Membuat Naruto, Kiba dan Gaara menatap malas dan mengalihkan atensi mereka kepada gadis di sampingnya.

Seseorang bersiul. "Aku pikir kau semakin cantik sekarang. Hihihi." Naruto dan segala mulut manisnya. Sakura hanya merotasikan matanya malas. Emerald gadis itu menyapu setiap pasang mata di meja itu.

"Hai." Sapa Sakura seadanya. Ia dengan santai mendaratkan bokongnya ke kursi kafe. Selanjutnya, sesuai skenario, ia pura-pura teringat dengan Kiba lalu menyodorkan tangan untuk bersalaman. "Sudah lama tidak berjumpa." Kiba menyambutnya dan tersenyum tampan. "Kau tidak mengajak, Akamaru?"

SS [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang