Motor sport Dirga terparkir dengan apik di halaman sekolah. Dia melepas helmnya lalu menaruhnya di kaca spion motor. Sekolah sudah mulai ramai, kebetulan sudah pukul 06.50 juga. Masih ada waktu 12 menit sebelum bel masuk berbunyi.
Dirga melangkah menuju koridor, membalas satu persatu sapaan dari kebanyakan gadis yang melewatinya. Entahlah, Dirga hanya membalas dengan anggukkan kecil dan senyuman kecil.
Pagi ini tidak ada yang terlalu spesial untuknya. Hari-hari sekolah di pagi hari berjalan berjalan seperti biasa. Setiap orang yang dia temui menyapanya sepanjang koridor.
Berharap saja pipi itu tidak pegal karena terus tersenyum menyapa balik orang-orang. Dirga memang orang yang jarang tersenyum dan mengungkapkan ekspresinya, jadi wajar saja.
"Akhirnya." Dirga menghela napas lega melihat pintu kelasnya. Dirga masuk kelas lalu menyimpan tasnya di meja.
"Oh?" Dirga melihat kursi yang menjadi tempat teman sebangkunya tidak ada di sana.
Bel sebentar lagi akan berbunyi, tapi teman sebangkunya yang terkenal sebagai murid rajin dan teladan itu tidak keliatan batang hidungnya sedari tadi.
Tapi dia tidak ambil pusing, mungkin saja temannya ada di ruangan OSIS. Mengurus pekerjaannya yang entah kapan selesai.
"Lho? Kan kamu juga anggota OSIS, Dir?" Sahut seseorang.
"Gak lagi nugas." Jawab Dirga.
Bel pertanda masuk pun berbunyi. Semua murid yang berada di lorong kelas berbondong-bondong memasuki ruangan kelas dan duduk di kursinya masing-masing.
"Pusing banget..." Ringis seseorang yang baru saja masuk ke kelas.
Dirga melirik ke arah ambang pintu. Ah, itu dia. Ludwig yang baru saja kembali dari ruangan OSIS dengan wajah mumetnya, seperti biasa.
Ludwig duduk di tempatnya, tangannya masih bergerak memijat pangkal hidungnya. Pekerjaannya sebagai ketua OSIS sepertinya cukup berat, ya.
"Tugas lagi?"
Ludwig menjawab tanpa menatap Dirga, "Ya gitu lah. Gua gak tau kenapa, tapi rasanya tugas gak pernah selesai."
"Kenapa gak dikasih ke Feliciano?" Tanya Dirga lagi.
"Lu tau sendiri dia kayak gimana, kan? Kesannya emang gua gak percaya sama dia, tapi mau gimana lagi." Jawab Ludwig.
Sesi obrolan pun berakhir. Dirga tau Ludwig sedang tak ingin banyak ditanya sekarang. Daripada suasana hatinya yang makin runyam, Dirga lebih baik diam.
Tak lama guru pelajaran pertama memasuki kelas mereka dan kegiatan belajar mengajar pun dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
High School | Hetalia X Reader
Fanfiction"Dek, mau gak jadi pacarnya Abang?" Salah satu kalimat yang belum pernah terucap oleh bibir Dirga sebelumnya. Selama enam tahun SD, tiga tahun SMP, dan satu setengah tahun SMA belum pernah dia mengucapkan kata-kata itu. Tapi, akankah waktu satu set...