chapter 01

77 37 13
                                    

Happy Reading~.

"Nggak! Jangan, jangan bunuh gue! Gue masih mau hidup!" serunya ketakutan. Ia berlari di lorong yang sepi. Melirik kesana-kemari untuk mencari tempat yang aman untuk berlindung.

Kakinya lemas. Ia tak lagi kuat untuk berlari. Nafasnya tersengal. "Gue.. gue harus nyari tempat buat sembunyi. Nggak, gue ngga mau mati. Gue ngga mau mati!"

Ia masuk ke dalam sebuah kelas yang entah kelas siapa yang ia masuki. Ia mengunci pintu. Ia menormalkan nafasnya. Perlahan tubuhnya merosot. Ia memeluk lututnya sendiri sembari melontarkan doa-doa.

Ia bisa mendengar suara langkah kaki seseorang dari luar. Dia hanya bisa berdoa agar selamat dari ajal ini. Dia mematung saat tak lagi mendengar suara langkah kaki itu. Apa dia pergi?

Dugaannya salah.

Pintu seolah di paksa di buka dari luar. Dia menangis dan berharap ada yang membantunya.

"Fany Rechana, putri kecil kesayangan kepala sekolah. Kemarilah, nggak usah takut. Gue cuman pengen main sama lo," ucap seseorang dari luar dan di akhiri dengan kekehan kecil

Fany menahan nafas. Untuk saat ini, ia tak bisa berbuat apapun kecuali meminta pertolongan pada yang kuasa. Dia hanya bisa menangis dalam diam. Dan menahan agar pintu tak berhasil di buka atau di dobrak dari luar.

"Hei, jawab gue. Lo mau gue berbuat lebih kasar lagi?"

Tak ada jawaban.

Terdengar suara tawa dari luar yang membuat bulu kuduk Fany meremang. "Begitu, ya? Jadi gini mau lo?"

Fany menutup mulutnya. Apa yang terjadi di luar sana. Fany tak lagi mendengar suara seseorang dari luar. Apa dia telah pergi? Apa ada yang menyelamatkannya?

Fany perlahan menghindar dari pintu. Ia bersusah payah mengintip dari jendela kaca pada pintu.

Gawat, dugaannya salah.

Dia terlihat tersenyum menatap Fany. Dia membawa sebuah palu dan membuat jendela kaca pada pintu retak. Fany berlari menuju pojok kelas. Dia ketakutan.

Sosok itu memasukkan tangannya lewat jendela pintu yang kacanya sudah hancur. Dia membuka pintu tersebut.

"Halo, Fany. Siap 'kan main sama gue?" ucapnya.

"Nggak! Jangan bunuh gue..., JANGAN!"

"Yang gue denger dari kelas sebelah sih gitu. Tapi, nggak tau juga sih," ucap seorang pemuda brandal keturunan eropa.

Di sisi lain, seorang gadis merotasi bola matanya. "Masih percaya gituan? Gue sih nggak, ya. Mungkin aja si Fany kecelakaan, 'kan?"

"Tapi jasadnya di temuin di kelas 11 itu, El," balas si pemuda keturunan eropa itu, Raksal Dermaga.

Ella Nathalien gadis dengan keturunan jerman dan adik dari seorang pemain sepak bola profesional di jerman, gadis itu menatap tak percaya. "Nggak usah ngarang cerita deh. Mungkin aja ada yang mindahin jasadnya, 'kan? Zia, ayo ke kantin. Ada yang mau nitip, nggak?"

Gadis berkuncir kuda itu mengangguk. Ia menghampiri Ella. "Ayo aja gue mah."

"Oi, nitip nasgor-nya bu Lidya dong," ucap Navarro Ganeswara, pemuda pindahan dari sekolah sebelah sebulan lalu. Gadis berkuncir kuda itu menerima uang dari Navarro dan mengangguk.

"Gue piscok dua."

Gadis berkuncir kuda, Kezia Mahesandra, anak tunggal kaya raya. Ayahnya adalah seorang konglomerat dan ibunya adalah pemilik rumah sakit terbesar di kota. Dia mengangguk pada semua temannya dan bergegas pergi menuju kantin bersama dengan Ella.

 BLOODY REVENGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang