BAB 5

69 12 0
                                    

Tidak seperti yang diketahui, Richard memiliki kecenderungan yang sangat pemarah dan terus berusaha untuk mengendalikan dan mengontrolnya.

Hal ini juga merupakan hasil dari didikan yang ketat dari ayahnya, seorang mantan Duke.

Dia sangat terkejut dengan perceraian dan pernikahan kembali dari mantan permasuri, kakak perempuannya, dan berharap bahwa anak-anaknya yang akan mengikuti darah keluarga Aion, tidak akan melakukan hal seperti itu.

Kesopanan, pengekangan, kesabaran, dan kepala dingin.

Dia telah tumbuh dengan mereka di dalam hatinya, dan merekalah yang telah membuatnya menjadi richard yang sekarang. Sampai-sampai dia diberitahu bahwa meskipun dia ditusuk dengan jarum, tidak ada setetes darah pun yang keluar.

Tapi itu tidak masuk akal. Dia juga seorang manusia.

Aku menghela napas lagi.

"Sepanjang hari ini kamu seperti tidak berkonsentrasi, ada apa?"

Saat rapat kabinet dibubarkan dan melangkah keluar ruangan, dia melonggarkan dasinya. Putri Naisa mengikuti di belakangnya. Dia menatapnya tanpa ekspresi lalu melihat kembali ke depan.

"Sedikit."

"Kenapa? kamu sudah bertemu Lily?"

"Ya"

Tapi yang mengejutkan, alasan dia merasa sedih saat ini bukanlah karena Lily, yang sudah lama tidak dia temui.

Anehnya sepanjang perjalanan pulang dari perpisahannya dengan sang putri Grand Duke. Dan bahkan hari ini saat ia bangun di pagi hari, menyantap sarapan, dan menaiki keretanya untuk melakukan tugas resminya. Ia teringat akan sosoknya dan matanya yang seakan-akan ingin menangis

Richard tidak bodoh. Dia tidak mungkin gagal menyadari bahwa wanita itu menahan air mata.

Rasa bersalahnya semakin kuat. Membuat seorang wanita menangis, gadis yang polos dan lugu itu. Tentu saja, untuk seorang gadis yang begitu polos dan tidak tahu apa-apa, nada suaranya cukup tajam.

Saat Richard menghela napas lagi, sembari menyentuh keningnya. Sang putri, yang melirik ke arahnya menggaruk pipinya, berpikir temannya memiliki cinta yang bertepuk sebelah tangan lagi. Dia juga telah menerima undangan dari Lily pada waktu yang sama.

"Ngomong-ngomong, Lily tetap Lily. Apa dia masih belum tahu bahwa kamu menyukainya? Kenapa dia mengirim undangan pernikahannya padamu?"

"Itu karena kita berteman."

"Persetan dengan teman."

Teman sejati adalah kau dan aku. Naisa bergumam dan Richard setuju.

Jika ada persahabatan yang 100% murni, itu adalah dia dan Nysaa. Jadi, tidak akan ada skandal.

"Hei, kamu terkejutkan? Saat melihat undangan pernikahan itu?"

"Tidak seperti itu."

"Apa?"

"Bukan itu yang aku pedulikan."

Undangan pernikahan. . . Memang benar bahwa dia merasa canggung, tapi itu sudah diperkirakan dan diketahui.

Namun, pertemuanya dengan sang putri Grand Duke merupakan pukulan mendadak yang perlahan menggerogoti sarafnya. Itu sangat menggangu apalagi dengan tampangnya yang masih marah....

"Aku bertemu Lady Liovanni,"

"Apa?"

Ini mungkin gangguan yang berasal dari temperamen perfeksionisnya, di mana dia mengatur secara mikro bahkan dalam hubungan pribadinya.

Please Look at JasmineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang