Chapter 7 : Ratu Bullying

14 1 3
                                    

Bendera dikibarkan, kedua belah pihak sama-sama menarik gas tanpa henti, melesat di jalanan yang cukup sepi. Ini adalah pertandingan yang menentukan, apakah gelar Raja Jalanan masih pantas disandingkan dengan ketua geng Avosca atau sudah saatnya mereka mengganti nama Nelson dengan orang baru.

Semua yang berada di sana tertarik untuk melihat hasil akhir dari balapan yang cukup sengit ini, antara orang baru atau orang lama, keduanya sama-sama seri. Mereka yang disana tau bagaimana ganasnya Nelson, sang ketua geng Avosca.

Beberapa menit kemudian, suara motor terdengar, tidak tahu motor siapa yang lebih dulu, namun hari ini sejarah Raja Jalanan akan berubah. Motor anak baru itu mendahului motor ketua geng Avosca. Mencapai garis finish lebih dulu.

Semua orang bersorak, akhirnya setelah tiga tahun, ada seseorang yang berhasil mengalahkan si Raja Jalanan. Anak Avosca yang berada di sana terlihat cengo, tak percaya ketua mereka telah dikalahkan oleh anak baru.

Semua orang segera berkumpul, untuk melihat siapa wajah dibalik helm fullface yang telah mengalahkan Nelson. Anggota inti geng Avosca tak kalah penasarannya dengan orang itu.

"Gue pulang dulu, kabarin kalo dah di teef," ucap Sovia pada Andre. Laki-laki itu mengangguk, mengacungkan satu jempol.

Setelah itu, tanpa melepas helm, Sovia melakukan motornya meninggalkan lokasi balapan, kembali ke kediaman keluarga Jovanka.

Sementara itu, Nelson dan anggota inti Avosca mendekati Andre. Meski terdengar samar, Nelson bisa merasakan halusnya suara yang baru saja bicara dengan pria itu.

"Bang, tadi itu siapa?" tanya Gagan menepuk pundak Andre.

"Gue dilarang ngomong identitasnya, kenapa? Lo pada kepo, ya ...," goda Bang Andre. Tidak ada yang bisa mengatakan tidak. Mereka semua memang penasaran dengan identitasnya.

"Gua balik, Bang." Nelson berpamitan lalu pergi meninggalkan lokasi balapan. Enam anggota yang lain mengikuti kapten mereka, pulang ke rumah masing-masing dengan perasaan yang campur aduk.

☆.。.:* .。.:*☆


Matahari bersinar terang, begitu sampai di depan gerbang sekolah, suasana sudah terasa mencekam, banyak pasang mata menaruh dendam saat melihat Sovia. Gadis itu tak acuh, berjalan dengan kepala yang menunduk.

Namun, Sovia telah menarik banyak perhatian, membangunkan macan betina bertaring, salah satu murid yang selalu ditakuti dan dihindari untuk menjaga kedamaian. Kalila Kamaniya-ratu bullying Casanova School.

Tepat di hadapannya saat ini, Sovia berhadapan dengan gadis itu. Penampilan yang serba glamour, wajah cantik yang sesuai menjadi karakter antagonis. Tanpa sengaja, tatapan mata Sovia bertemu dengan mata cokelat terang milik Falisha, gadis yang terlihat lugu di rumah ternyata memiliki komplotan kejahatannya sendiri.

"Jadi ini cewek itu?" Kalila menunjuk ke arah Sovia dengan jari telunjuk, sorot matanya tajam dan mengisyaratkan kebencian yang tidak tahu asal usulnya.

Sovia yang merasa tidak membuat kesalahan berjalan melewati mereka, namun dengan segera salah seorang dari mereka manarik kepangan rambut Sovia, gadis itu berjalan mundur, meringis karena jambakannya yang cukup kuat.

"Ada masalah apa ya, kak?" tanya Sovia dengan kepala menunduk, melirik takut ketika melihat Kalila dengan tampang songongnya. Falisha yang berdiri di samping Kalila tersenyum senang, setelah seseorang menjadi target Kalila, dia tidak akan lepas selamanya dari genggaman gadis itu. Dia merasa sangat puas, tanpa harus mengotori tangannya, balas dendamnya akan terpenuhi.

"Nggak usah sok bego, deh. Udah cupu, ngga tau diri lagi. Lo pasti sengaja dateng ke sekolah ini buat deketin Nelson, kan?!" ucap Kalila, menuduh secara terang-terangan.

Sovia mengerutkan keningnya, merasa ada yang salah dengan ucapan gadis di hadapannya itu. Kalila berdecak, mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya, menunjukkan foto yang tengah ramai di grup resmi Casanova School.

Sebuah foto saat dia baru saja berlari menjauh dari ruang kepala sekolah, bersama dengan seorang laki-laki. Sovia mengembuskan nafas panjang, ia pikir tidak ada paparazi saat itu. Setelah foto itu ramai tersebar, akhirnya terungkap siapa laki-laki itu.

Nelson Pramarta, ketua geng Avosca, wajah tampan, dan ketua basket Casanova School. Sudah dapat dipastikan dia most wanted di sekolah ini.

"Heh, cupu. Jawab!" teriak Manda. Sovia mendengus, meski rumor tentang ia dan ketua geng Avosca tidak benar, setidaknya ia bisa memanfaatkan hal ini untuk mencari tahu banyak kebenaran.

"M-maaf, kak. Tapi aku sama cowok itu ngga ada hubungan apa-apa kok, kak."

"Bohong!" sentak Kalila. Semua yang berada di sana merasa terkejut, teriakan yang sangat melengking dan keras.

"Manda, siram." Mendengar perintah dari sahabatnya, Manda membuka tutup cup jus yang ia bawa, tanpa aba-aba menyiramnya ke arah Sovia dari ujung kepala gadis itu.

Sovia menunduk, merasakan siraman jus yang lengket membasahi rambut dan seragamnya. Semua orang diam dan hanya memperhatikan, seolah tidak ada apapun di sana yang sedang terjadi.

"Cukup, Kalilia kamu sudah keterlaluan!" Dari balik kerumunan, seseorang berjalan mendekati Sovia, matanya langsung bersitatap dengan sorot tajam Kalila, gadis itu mengepalkan tangannya hingga bergetar.

"Sekolah itu tempat buat belajar, bukan ajang pacaran. Kalau mau urus masalah cinta mending kamu selesaikan di luar," ucapnya dengan tegas. Meski begitu, Sovia masih bisa merasakan rasa takut dan kakinya yang gemetar.

"Cih, ngga usah sok suci, deh! Lo pikir gue ngga tau lo yang sering masuk ke ruang kepsek?" tutur Clarissa. Sovia menatap Clarissa dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu kembali menundukkan kepalanya.

"Lo jangan asal tuduh ya! Gue ngga pernah sekalipun berniat ke ruang kepsek kalo ngga ada urusan," teriak gadis itu demi membela dirinya sendiri.

Namun, sekuat apapun dia membela diri. Dia tidak kuat terhadap cemoohan dan hinaan orang lain padanya. Setelah Kalila dan gengnya pergi, gadis itu terduduk dengan kaki yang sudah lemas. Tidak tahu keberanian dari mana dia melawan Kalila.

Sovia menatap gadis di hadapannya yang terduduk dengan nafas terengah, sepertinya Sovia pernah se kali melihat wajahnya.

"Kamu, tidak apa-apa?" tanya Sovia sambil membantu gadis itu berdiri. Dia mengangguk, melangkah dengan kaki lemas dengan dibantu Sovia. Kedua gadis itu menuju ke toilet siswi, Sovia masih bisa merasakan degupan jantung gadis itu yang bahkan terdengar hingga ke telinganya.

Sovia terdiam sesaat, dia pikir semua yang ada di sekolah ini sudah salah. Tapi ternyata, masih ada gadis seperti dia yang memiliki hati.


☆.。.:* .。.:*☆

Sovia CasanovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang