Cahpter 5 : Eksekusi Rencana Sovia

8 0 0
                                    

"Justine, cari tau tentang Kepala Sekolah Casanova. Kirim padaku secepatnya."

"Baik, akan segera aku kerjakan."

Sovia duduk di sofa UKS, mengompres pipinya yang merah dan sedikit membengkak. Jam istirahat sudah berlalu sejak delapan menit yang lalu, Sovia duduk sendirian, menatap ruang yang serba putih sambil memegang es yang dibalut dengan plastik dan kain.

Penjaga UKS telah kembali, ia mententeng plasti berukuran sedang, tersenyum lembut melihat keberadaan Sovia. Dia memang sengaja pergi ke kantin untuk membeli makanan, setidaknya itu yang bisa ia lakukan untuk gadis itu.

"Bagaimana? Sudah baik?" tanya Ana.

"Lumayan."

Sovia menerima makanan yang Ana berikan, roti dan susu. Tidak masalah apapun makanannya selagi itu enak, Sovia akan memakannya. Ana duduk di samping Sovia, membantu gadis itu mengoleskan krim untuk mengurangi kemerahan pipinya yang mulai membiru.

"Boleh Ibu tanya sesuatu?" ucap Ana dengan ragu.

Sovia mengangguk, menatap mata Bu Ana dari balik kaca matanya.

"Kenapa pipimu bisa sampai membengkak seperti ini, apa yang sudah terjadi?" tanya Bu Ana dengan nada khawatir. Sovia tersenyum kecil, dengan perilaku murid dan guru yang tidak bermoral, bukankah cukup untuk menjelaskan kenapa ia mendapat luka seperti ini?

"Ibu tebak saja sendiri, jawabannya ada di depan mata," jawab Sovia. Ana mengerti, bukan sekali dua kali ia bertemu gadis yang berpenampilan seperti Sovia berada di ruang UKS.

"Ibu heran, kenapa pemiliki sekolah masih belum bertindak sampai sekarang, padahal banyak guru yang sudah mengeluhkan pada Kepala Sekolah," curhat Ana setelah selesai memberikan obat.

Dalam kasus ini, tentu saja pemilik sekolah tak mengetahui apapun, laporan di dapat dari Kepala Sekolah dan bukan observasi pemilik atau donatur. Jadi jika sesuatu terjadi hal besar di sekolah dan pemilik sekolah tidak mengetahuinya, sudah jelas itu adalah akal-akalan Kepala Sekolah.

"Ibu, aku pergi dulu. Terima kasih, Ibu Ana." Sovia membawa makanan sambil melambaikan tangan pada Ana, yang juga dibalas dengan hal serupa.

Setelah keluar dari pintu UKS, Sovia kembali menjadi gadis udik dan cupu. Sambil memakan roti dan susu, Sovia berjalan melewati ruang Kepala Sekolah. Tidak ada seorang pun di koridor, Sovia berdiri tepat di depan pintu. Ia terdiam.

Dari dalam, terdengar suara desahan yang masih terdengar hingga ke luar pintu. Suara yang membuat orang jijik dan bergidik. Kira-kira siapa gadis itu? Sovia mengintip dari lubang kunci, di dalam, seorang gadis dengan mengenakan seragam Casanova School duduk di atas laki-laki. Pria itu sangat jelas adalah Kepala Sekolah, sementara gadis itu, Sovia tidak tahu siapa gadis yang dengan senangnya ketika Kepala Sekolah meraba paha dan dadanya.

"Lo ngapain?"

Sovia langsung berdiri tegak, dengan ragu menolehkan kepalanya ke arah samping, seorang laki-laki berdiri menatapnya dengan ekspresi yang datar. Belum sempat ia menjawab, laki-laki itu menarik tangan Sovia menjauh dari koridor ruang Kepala Sekolah.

Sovia mengerutkan keningnya bingung, namun tak urung dia tetap ikut berlari mengikuti laki-laki di depannya. Lumayan jauh mereka berlari, Sovia berhenti di koridor laboratorium yang terlihat kosong saat ini. Menarik nafas panjang setelah dibuat terkejut dan berlari.

"Lo mau kena masalah, huh?"

Sovia menatap laki-laki di depannya, tinggi gadis itu hampir menyamai tinggi laki-laki di depannya, ia menatap wajah dan postur tubuhnya. Tak salah lagi, dia adalah laki-laki yang tadi pagi bersamanya.

"E-enggak," jawab Sovia, memperbaiki posisi kaca matanya yang sedikit turun.

"Terus lo ngapain di depan ruang Kepsek, heh?"

Sovia acuh tak acuh, dia hendak pergi, namun laki-laki itu mencekal lengannya. Tubuh Sovia yang tidak siap hampir saja menabrak tubuh laki-laki itu jika saja tangannya tak langsung bertumpu pada dinding.

"Lepas, lagian bukan urusan lo."

Laki-laki itu diam dengan ekspresi yang datar, melepas cekalan tangannya. "You own me, jangan lupain hari ini," ucap laki-laki itu lalu pergi begitu saja.

Sovia mendengus, belum cukup bukti untuk menangkap Kepala Sekolah, Sovia harus bersabar menjadi murid udik dan cupu.

☆.。.:* .。.:*☆

Bel pulang sekolah berbunyi, Sovia masih duduk di kursinya bahkan ketika seisi kelas sudah kosong dan hanya menyisakan dirinya. Setelah mengetahui perilaku yang tidak benar terjadi di sekolahnya, Sovia tidak akan diam saja, hari ini dia akan mengeksekusi rencana yang sudah dibuatnya.

Tiga puluh menit berlalu, Sovia diam-diam menuju ruang Kepala Sekolah, memastikan tidak ada orang di dalam. Dengan cekatan, Sovia segera menaruh kamera di pojok ruangan, menyembunyikannya di antara vas besar dengan tumbuhan palsu.

Sovia keluar dari ruang Kepala Sekolah, berjalan menuju gerbang dengan santai seolah tak terjadi apapun. Bus datang tepat saat Sovia sampai di halte, ia langsung masuk dan duduk di kursi yang kosong.

Di belakang Casanova School, terdapat warung warmindo dengan halaman yang cukup luas, segerombolan anak laki-laki tengah asik bercanda dan mengobrol. Seragam dari masing-masing Sekolah yang berbeda terlihat mencolok.

Pohon besar tepat disamping warung yang sedang berbuah lebat membuat beberapa dari laki-laki itu memanjat dan memetik buahnya. Sengaja melemparnya di atas kepals orang yang tengah asik duduk di bawah akarnya yang mencuat keluar.

"Woy, nanti malem ada yang mau ikut balapan, nggak? Pak Bos, nanti malem ikutan kaga?" teriak salah seorang laki-laki dengan seragam Casanova School. Laki-laki berambut keribo itu melemparkan buku catatan sekolah dan pulpen pada temannya yang akan ikut balapan.

"Kribo, gue mau ikutan. Berapa taruhannya?" tanya seorang laki-laki dengan badan kurus dan kulit sedikit gelap.

"Heh, cungkring. Emang bisa lo?" ucap orang yang dipanggil Kribo sambil menyerahkan buku catatan.

"Ngeremehin lo, emang berapa si hadiahnya?" tanya laki-laki bertubuh kurus, namanya adalah Gagan. Gagan menuliskan namanya di dalam list geng Avosca yang akan ikut balapan malam ini.

Mereka adalah kumpulan anak-anak dari geng Avosca, geng yang cukup terkenal di Jakarta. Bukan hanya suka balapan liar, mereka juga cukup sering ikut dalam tawuran antar geng dan membuat kerusuhan di wilayah tanpa keamanan.

"Lima juta, si Bos ikutan ngga? Ada tamu spesial malam ini kata Bang Andre," ujar Oscar yang dipanggil kribo oleh teman-temannya.

"Wah, siapa Bo?" tanya Gagan. Oscar membisikkan sesuatu pada Gagan, nama seseorang disebut, membuat ia langsung berteriak histeris seperti kerasukan.

"Anjir seriusan Kribo? Wah si Bos pasti dateng sih."

Theo yang sedari tadi hanya diam ikut penasaran dengan orang yang disebut oleh Oscar. Pastinya dia orang yang terkenal dan kuat, kan?

☆.。.:* .。.:*☆

Sovia CasanovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang