Chapter II.

81 20 0
                                    

***

Cybele kini berada di pusat kota, tadi malam ia hanya tidur di hutan, lagi pula hutan melindunginya jadi tentu saja ia tidak akan khawatir.

Gadis cantik itu berjalan dengan riang sembari menikmati udara yang masih segar di tempat ini, berbeda jauh dengan udara di dunia manusia modern.

Tiba-tiba saja seseorang memberikannya selembaran, bukan hanya dirinya sih yang di berikan selembaran itu, ada juga beberapa orang yang lewat di sana.

Ia membaca selembaran itu yang berisikan pertandingan memanah, ia sedikit tertarik dengan hadiahnya, yaitu uang. Karena ia takut jika terus menggunakan kekuatannya ada orang yang akan curiga. Jadinya ia memutuskan untuk pergi ke tempat di adakannya lomba yang tidak jauh dari tempat ia berdiri.

Di sana sudah ramai orang yang berkumpul untuk melihat pemanah terbaik tahun ini, yap benar. Ini adalah perlombaan legal yang di ketahui oleh Kaisar dan sudah di izinkan juga oleh Baginda.

Cybele yang polos tentu menggunakan pendengarannya untuk mengetahui di mana tempat pendaftaran di lakukan, di sana berbondong-bondong para pria mendaftarkan diri secara teratur.

Setelah menunggu, akhirnya giliran Cybele. Lelaki tinggi berbadan besar itu memandang setengah mata ke arah Cybele, gadis itu terlihat seperti seorang nona lemah lembut yang tugasnya berada di dapur, apalagi dengan menggunakan cadar, seperti menunjukkan bahwa dirinya itu pemalu.

"Kau sedang tersesat?" Tanpa basa-basi pria itu bertanya pada Cybele.

Gadis itu menatap bingung ke arah pria di depannya. "Tidak, aku tidak tersesat, aku ingin mengikuti perlombaannya juga." Ujar gadis itu, membuat sang pria ingin sekali tertawa dan juga sedikit tertegun mendengar suara lembut dan merdu itu mengalun.

"Ya baiklah, tapi aku sarankan jangan. Jadi siapa namamu? Tapi sebelum itu pikirkan dahulu, lebih baik kau berada di rumah jangan bermain di tempat seperti ini." Tanya si pria sekalian memberi saran.

"Namaku, Arcybele Selecordie, cukup Arcy saja. Dan aku sudah memikirkan hal itu sebelumnya." Setelah mengatakan itu, si pria hanya bisa menghela nafas pasrah lalu mendata nama Cybele ke dalamnya.

Cybele memang sengaja sedikit menyamarkan namanya. Cybele lalu pergi ke tempat penonton untuk melihat-lihat pemanah lainnya dahulu, ada sekitar 60 pemanah dan ini masih pada babak penyisihan.

Disini juga ada beberapa bangsawan yang mengawasi, dan ingin melihat secara langsung bagaimana acara publik ini di laksanakan.

Dalam babak ini, lima pemanah di turunkan sekaligus dan akan di pilih dua di antaranya yang mendapatkan skor terbaik saat babak penyisihan.

Tenang saja untuk perlengkapan dan senjata sudah di siapkan oleh pihak Istana jadi tinggal digunakan saja, jika membawa panahan sendiri juga tidak apa-apa tapi akan di periksa dahulu apakah terdapat kecurangan di dalam panahan itu.

Sekarang ini barulah round pertama, dan Cybele ada di round ke sepuluh. Jadi masih cukup lama, bahkan saat pertama kali ia dapat melihat orang yang sok-sok an tapi pada akhirnya panahannya itu meleset total.

Banyak juga ksatria yang membuat Cybele kagum dengan kehebatan mereka dalam memanah. Gadis itu fokus dengan pertandingan, namun firasatnya sedikit tidak baik.

Lamunannya terbuyar ketika ada seseorang yang mengajaknya berbicara. "Mereka hebat bukan?"

Cybele mengalihkan pandangannya ke arah gadis yang lebih muda darinya yang sedang menonton pertandingan juga, Cybele tersenyum kecil. "Iya, mereka hebat."

Gadis itu ikut tersenyum, lalu dengan semangat menunjuk seseorang di dalam lapangan tempat perlombaan. "Itu Kakakku, namanya Rex. Dia sering berburu menggunakan panahan, dan sering juga mendapatkan tangkapan buruan-nya."

Cybele mengangguk mengerti. "Kau pasti sangat ingin Kakakmu menang ya?" Tanyanya yang membuat gadis itu mengangguk semangat.

"Tentu saja! Dengan memenangkan pertandingan ini, Kakak bisa menjadi prajurit perbatasan ataupun prajurit Istana, atau setidaknya Kakak bisa di rekrut oleh bangsawan kaya. Juga bisa mendapatkan uang untuk pengobatan Ibu!" Girangnya yang membuat Cybele tertegun. Lalu menatap ke arah Rex, lelaki gagah yang di tunjuk oleh gadis itu.

Ia lalu berbalik menatap gadis yang kini juga menatapnya. "Apa aku boleh tahu Ibumu sakit apa?" Tanyanya dengan lembut.

Gadis itu masih terbilang mudah, kisaran umur 13 tahunan. "Ah itu, Ibu sering mengeluh sakit kepala, dan juga sering batuk darah." Ujarnya dengan menundukkan kepalanya. "Kakak perempuanku, Mila. Ada di rumah menjaga Ibu, aku juga sering menjaga Ibu, jika Kak Mila sedang berjualan kue maka aku yang akan menjaga Ibu, begitu pula sebaliknya." Sambung gadis itu sembari tersenyum kecil.

Entah kenapa Cybele rasanya ingin menangis mendengarnya. Benar-benar gadis kuat.

Tak terasa round tersebut sudah berakhir, dan untung saja Rex termasuk salah satu di antara dua orang yang berhasil masuk babak berikutnya.

Cybele juga masih berbincang-bincang dengan gadis itu yang bernama Megi. Sampai akhirnya pada round ke sembilan, Cybele pamit dan menuju ke tempat perlombaan, karena ia sudah harus bersiap.

Yang akan melawannya tidak terlalu berat, Cybele melihat pada round ke sembilan ada seseorang yang melakukan kecurangan, namun dirinya cukup hebat karena kecurangan itu tidak di ketahui pihak pengawas.

Namun jujur saja ia benci pria itu, walaupun ia memiliki paras yang tampan dan katanya adalah seorang Putra Baron. Cih, tetap saja sama, menyebalkan.

Setelah round sembilan, kini gilirannya dan beberapa orang yang termasuk dalam round ke sepuluh. Setelah bel tanda pertandingan round ke sepuluh di mulai, para kontestan mulai memanah, mulai dari sebelah kanan Cybele.

Cukup baik, dan sekarang ini adalah giliran Cybele, sebenarnya ia sudah mendengar ucapan-ucapan masyarakat yang merendahkannya, apalagi di zaman sekarang ini masih banyak patriarki yaitu pandangan tentang gender wanita.

Cybele menfokuskan dirinya, menatap titik bidikannya selama lima detik, lalu melesatkan anak panahnya, diikuti oleh anak panah lain hanya dalam selisih jarak 0.2 detik.

10. 10. 10. Nilai sempurna yang membuat orang-orang tercengang. Bahkan anak panah lainnya itu saling menembus anak pertama dan kedua.

Sampai saat Megi bertepuk tangan riang, barulah orang-orang tersadar dan ikut menepuk tangan mereka.

Cybele tersenyum kecil di balik cadarnya, lalu menepi ke pinggir lapangan, agar round berikutnya bisa di jalankan.

Ia duduk sembari meminum air mineral dan roti manis yang di sediakan, juga terus menonton pertandingan yang masih berlanjut.

"Kau hebat juga nona kecil." Ujar si pria kekar yang berada di bagian pendaftaran tadi, Cybele hanya tersenyum membuat matanya melengkung.

"Tapi kau harus pertahankan karena setelah ini akan menjadi lebih sulit." Ujar pria itu, lalu pergi begitu saja.

Cybele hanya diam sembari menatap punggung pria itu yang perlahan kian menjauh dan menghilang. Lagipula, ia tahu kok.

***

Destiny Of The GoddessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang