Chapter 6

119 21 3
                                    

Setelah menghabiskan waktu di taman dan makan siang di restoran Itali. Jay tak langsung mengantarku pulang. Ia membawaku ke Sungai Han menikmati indahnya langit jingga dan semilir angin sejuk di sore itu.

"Kenapa tak menyangkalnya?"

Ia mendegus "Bagimana aku menyangkalnya jika aku saja baru mengengetahuinya" sungutnya sambil mencuri satu sendok es krim milikku.

Aku merebut kembali sendok es krim di mulutnya dan membersihkan sisa liurnya. "Wajar saja mereka percaya gosip itu. Lagian kau tak pernah terlibat kencan, dan kau juga sering menemui lelaki jika pergi ke club"

Jay menutup mulutnya tak percaya "Wahh mereka sampai sedetail itu. Pria itu temanku bodoh"

Aku memukulnya dengan sendok es krimku "Yak! Kenapa kau mengataiku bodoh!"

"Karena kau bagian dari mereka" jawabnya acuh.

Sejenak hanya ada keheningan diantara kami. "Lagian aku menyukai seseorang" lanjutnya.

Mataku membulat "Siapa?siapa? Siapa? Katakan padaku"

Jay menatap ke depan, langit jingga itu membawanya ke masa lampau, hingga mulutnya melengkung membentuk senyuman. " itu sudah lama sekali, sekitar empat tahun yang lalu. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama pada gadis itu." aku menatap gemas pada Jay, bagaimana semburat merah itu muncul di pipinya dan sikap malu-malunya.

Ia kembali melanjutkan ceritanya dengan kaki yang sedari tadi tak bisa diam. "Gadis yang tak sengaja aku temui saat tinggal di Kanada, gadis yang aku selalu cintai dalam diam. Sudah sampai di situ saja"

"Tidak asik sekali. Hmm apakah dia sexy?"

Jay mendengus mendengar pertanyaanku. "aishh gadis ini! apa di pikiranmu aku hanya suka gadis sexy yang memamerkan lekuk tubuhnya!"

"Di berbeda Nara... Dia gadis yang suka berpenampilan sederhana, benar-benar wanita yang jarang ditemui di zaman sekarang"

"Katakan lebih banyak jay"

"Tidak mau"

"Kalau begitu, kenapa belum menyatakan perasaanmu padanya"

"Waktunya belum tepat"

"Kau pasti sangat menyukainya, senyuman dan wajah merahmu saat menceritakannya benar-benar mengemaskan" aku menunjuk kedua pipinya.

Ia kembali memasang wajah sok coolnya "siapa yang memerah? aku tak memerah sama sekali"

"Ya.. Ya.. Kau tak memerah" ledekku.

"Kalau begitu ceritan soal pria itu"

"Ah pria sialan itu, kau mau membayar berapa untuk mendengar kisahku? Ini semacam rahasia negara" ujarku menarik turunkan alis.

"Bagaimana seratus ribu won?"

"Ahh kurang menarik"

"Bagimana kalau setengah gajimu?"

Mataku membulat mendengar penawarannya. "Wah! aku tak menyangkah kau suka bergosip. Kalau begitu deal" ujarku meraih tangannya. "Jangan lupa transfer uangnya tuan" aku mengerlingkan mataku hingga membuatnya kembali mendengus.

"Semua wanita sama saja" ledeknya dan aku hanya tersenyum.

Aku menyamankan posisi dudukku.
"ini akan jadi kisah yang panjang. hhm... aku ini sebenarnya anak panti asuhan. Sedari kecil sampai kuliah aku selalu berusaha mendapatkan beasiswa bermodalkan otak encerku. Saat di kelas dua sekolah menengah akhir aku terpilih menjadi perwakilan olimpiade matematika dan ia menjadi patner pertamaku"

Sejenak ingatanku kembali ke masa lalu, bagimana aku mencoba mencuri pandang padanya sambil menunggu guru Kang selesai mengangkat teleponnya "Itu pertama kalinya aku menatapnya dari dekat. Pria yang dijuluki pangeran es di sekolahku. Wajahnya sangat tampan, kulitnya sangat pucat, matanya indah, itu seperti pahatan tuhan yang sangat sempurna walau ia selalu memasang wajah dingin. Sifatnya yang terkenal dingin dan kaku membuatnya tak banyak memiliki teman. Selama hampir satu bulan aku terus bersamanya, belajar bersama bahkan menghabiskan waktu istirahat bersama hingga aku menyadarinya, ia tak sedingin yang orang katakan".

Sweet Liar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang