Chapter 5

1.9K 185 13
                                    

Cahaya bulan menerangi malam yang semakin dingin. Bintang-bintang bertaburan di langit menambah keindahannya.

Di tengah suara jangkrik yang saling bersautan, seorang gadis dengan rambut pirang terlihat asik dengan dunianya sendiri.

Hari sudah semakin larut dan mencekam, tapi itu tak menyurutkan keberaniannya untuk terus berdiam di tempat favoritnya.

"Adek."

Gadis itu merasa sedikit terusik, ia menengok ke bawah untuk melihat wujud dari seseorang yang memanggil namanya.

"Ngapain malem-malem gini masih di luar? Masuk yuk."

Panggilan itu berasal dari putri kedua Bailey, si pirang menemukan gadis itu dengan balutan piyama tidur dan boneka di tangannya.

Pritha menggerakan kepalanya kesana kemari berusaha menemukan posisi Canny yang tersembunyi di balik dedaunan. Walaupun hanya terlihat ujung sendal beruangnya saja, Pritha tau betul adik bungsunya ada di atas sana.

Canny memilih diam, ia sama sekali tak berniat menyahut walaupun sang kakak sudah berkali-kali memanggilnya.

Pritha bergerak semakin mendekat ke arah pohon besar nan tinggi yang menjadi markas pelarian si bungsu ketika gadis itu tengah kesal pada kakak-kakaknya.

"Udah dong ngambeknya dek, masak Kak Pritha didiemin terus dari tadi siang."

Pritha kembali bersuara. Kali ini dibarengi dengan ekspresi sedih yang dibuat-buat, ia sedang berusaha menarik simpati sang adik agar luluh dan memaafkannya.

Setelah tragedi kekacauan di dapur yang berujung Pritha mengomeli Canny, gadis bungsunya itu masih ngambek seharian ini.

Ia terus saja mengabaikan Pritha dan bahkan termasuk semua kakaknya. Mereka sudah berusaha mengajak si bungsu bicara, tapi anak itu terlihat enggan.

Namanya juga bocah, ambekan. Padahal dia yang salah.

Pritha sudah kehabisan akal untuk membujuk adiknya, sekalinya pundung si bungsu Bailey memang cukup sulit diluluhkan.

"Malem-malem gini nangkring di atas pohon, awas digondol kalong wewe."

Suara tengil Ayona tiba-tiba terdengar. Sosok gadis bermata bulat itu terlihat muncul dari balik pintu.

Dan ya, Canny sejak tadi memang sedang duduk di salah satu dahan pohon mangga yang tumbuh rimbun di belakang rumah mewah mereka.

Tempat menyendiri favorit gadis itu ketika sedang badmood. Walaupun waktu sudah menunjukan pukul 8 malam, tidak ada rasa takut sedikitpun dalam benak gadis itu.

Kakak-kakaknya sudah lelah memperingatkan Canny soal bahaya memanjat pohon yang cukup tinggi tersebut, memang anaknya bebal susah diberi tahu.

"Biar apa sih sok-sok an ngambek begitu? Dasar bocil caper."

Ayona terus berbicara, berusaha memancing kekesalan Canny agar segera turun dari sana.

Ia bahkan mengabaikan Pritha yang sejak tadi menatap penuh peringatan ke arahnya.

"Udah Ay, jangan rese deh. Ntar adeknya makin ngambek."

"Lho aku ngomongin fakta kak, apalagi namanya kalau bukan caper."

"Kakak bilang diem, Ay."

"Serah lah."

Ayona kembali masuk ke dalam rumah, malas bicara pada kakaknya karena selalu membela dan tidak bisa bersikap tegas pada si bungsu.

...

"Dek."

Pritha tetap gigih dengan usahanya membujuk Canny. Ia tidak mau adiknya terus-terusan kesal dan berdiam semalaman di atas pohon dengan udara yang semakin dingin.

Daddy's Girl ; BabyMonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang