Prolog

2.3K 466 103
                                    

Pria itu tampak begitu santai tapi terkesan misterius

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pria itu tampak begitu santai tapi terkesan misterius. Duduk dengan tenang di ruang keluarga ini. Aku sendiri sudah tidak nyaman sebenarnya. Tapi mau bagaimana lagi saat sebuah permintaan akhirnya membuatku luluh.
Tempo hari, ibu meneleponku. Mengatakan ingin berbicara denganku. Yang ternyata, membawaku ke pertemuan kedua keluarga ini. Aku dijodohkan.

Selama hampir 28 tahun hidupku, aku Meisha tidak pernah ingin menjadi anak durhaka. Aku yang notabene kakak sulung harus menjadi panutan kedua adikku. Cika dan Mila. Kami memang semua wanita. Maka dari itu, aku tidak ingin membuat kedua adikku salah langkah. Setiap permintaan Ibu dan Bapak selalu aku iyakan.

Mereka ingin aku berada di dalam satu kota setelah aku lulus SMA maka aku terima. Meskipun aku harus menolak beasiswa dari beberapa universitas di luar kota. Semua demi membuat Ibu dan Bapak senang.

Lalu saat tawaran kerja menggiurkan datang tapi harus pindah ke luar kota, akupun menolak. Aku lebih memilih menjadi staf administrasi di sebuah sekolah menengah swasta daripada menerima tawaran lain yang lebih menjanjikan.

Kemudian saat aku disuruh mengalah oleh Ibu untuk membiayai kedua adikku dulu sampai lulus SMA, dan tidak boleh menikah aku pun menurut. Sampai kekasihku akhirnya memilih untuk berpisah denganku karena aku tidak mau diajak menikah.

Sebenarnya, bagi kedua orang tuaku, semua itu termasuk hal lumrah. Mereka selalu membanggakanku sebagai anak yang berbakti. Pun ketika Ibu meminta aku mengijinkan Cika dan Mila untuk menikah terlebih dahulu dengan alasan suami mereka sudah mapan daripada aku yang saat itu belum mempunyai kekasih lagi.

Lalu, selama 3 tahun ini aku baru menikmati hidupku sendiri saat kabar itu datang. Ibu memintaku menikah dengan pria pilihannya.

Aku juga tetap menurut.

"Mei, ngobrol dulu sama Bara ya? Biar lebih akrab."

Ucapan itu terdengar dari bibir Tante Dewi, orang tua dari Bara. Pria yang akan menjadi suamiku ini.

"Iya, Tante."

Aku mencoba untuk tersenyum dan kini menatap kepergian Tante Dewi. Lalu tatapanku teralih ke sosok Bara. Pria tinggi tegap yang duduk di depanku. Kulitnya sawo matang, alisnya hitam membingkai wajahnya. Ada cambang yang lebat menghiasi kedua sisi wajahnya. Dia ganteng, kalau menurutku. Tapi sikapnya yang sejak tadi terkesan cuek membuat penilaianku itu menjadi minus. Sejak duduk di depanku dia tidak menatapku. Lebih sibuk dengan ponselnya.

"Kamu kerja di mana?"

Akhirnya akulah yang mengurai kesunyian ini.

Kepala itu mendongak. Rambut lebatnya yang terkesan begitu lurus kini terlihat. Sebagian dibiarkan menutupi dahinya. Hidungnya terlihat mancung dengan bibir yang proposional. Ah kenapa aku malah menilai fisiknya?

"Perusahaanku sendiri."

Setelah menjawab dia kembali menekuni ponselnya. Entah bermain game atau apapun itu. Tapi aku terganggu.

"Hemm rupanya kamu sibuk ya? Kalau begitu aku akan berpamitan. Aku juga masih punya pekerjaan."

Aku sudah beranjak bangun saat dia tiba-tiba berdiri.

"Maaf."

Aku langsung menoleh ke arahnya. Dia memasukkan ponsel ke dalam saku celananya.

"Kita harus bicara."

Aku mengernyitkan kening mendengar ucapannya. Kemeja warna biru muda yang kini tampak memeluk tubuh tegapnya itu terlihat pas di badannya.

"Sudah hampir 2 jam aku di sini tapi kamu..."

"Please..."

Meskipun memohon tapi raut wajahnya tetap datar. Aku rasa dia tidak sepenuh hati melakukan itu. Dengan kesal aku menjatuhkan tubuhku lagi di atas sofa. Bara mengikuti.

"Aku setuju menikah sama kamu. Ayo kita lakukan."

Dia tiba-tiba mengatakan itu. Canda gurau terdengar dari ruang tamu. Di sana memang ada kedua orang tuaku dan kedua orang tua Bara yang sedang berbincang. Sementara kami disuruh berbicara di ruang tengah ini.

"Maaf. Aku hanya menuruti permintaan kedua orang tuaku. Tapi aku lihat kamu tidak sepenuh hati memenuhinya. Kalau kamu anggap ini main-main aku bisa bilang sama Ibu dan Bapak..."

"Aku berjanji, akan mencoba untuk mencintai kamu dan selamanya berada di sisi kamu. "

Dia memotong ucapanku. Tapi aku tidak bisa menjawab lagi karena pernyataannya itu. Begitu mudahnya dia mengumbar janji hanya saja aku tahu dia tidak tulus.

Bersambung

Hello tes ombak dulu deh. Kalau rame yang vote dan komen dilanjut di wp ini ya

KALA MANTAN MENYAPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang