Aku tahu kalau semuanya akan jadi seperti ini. Aku yang terus menurut dan Ibu yang mengatur semuanya. Bahkan setelah pembicaraan semalam dengan Ibu, beliau tetap memaksaku untuk menerima Bara.
Setelah pulang dari rumah keluarga Bara, aku memang mengajak Ibu berbicara. Tidak mengajak Bapak karena Bapak itu tipe yang tidak bisa diajak berdiskusi. Aku pun segan untuk mengutarakan isi hatiku, karena sejak kecil aku sudah terbiasa tidak memprotes apapun itu.
Semalam aku bilang ke Ibu kalau aku tidak bisa menerima Bara, mengingat sikap Bara yang sepertinya juga tidak berminat. Pernikahan itu seumur hidup. Aku tidak mau terperangkap di dalamnya. Aku ingin menemukan orang yang benar-benar mencintaiku.
"Dulu, Bapak sama Ibu juga dijodohkan kok Mei. Kamu tenang aja, Nak Bara kelihatan pria baik. Lagipula dia beneran udah mapan. Kamu pasti akan bahagia."
Apa tolok ukuran kebahagiaan itu uang?
Maka pembicaraan kami berhenti di situ. Aku tidak mungkin lagi bisa membujuk kedua orang tuaku. Lalu aku mengetahui alasan Bapak dan Ibu menjodohkanku dengan Bara. Dia dari keluarga terpandang. Kedua orang tuanya termasuk orang penting di kota ini. Aku tahu perusahaan keluarga Bara yang sangat terkenal dengan bisnis ritelnya itu. Tentu saja kedua orang tuaku merasa sangat beruntung. Meskipun memang Bapak bersahabat dengan papanya Bara. Tapi semua itu sudah menjadi pertimbangan."Usia kamu udah 28 tahun Mei, sudah untung ada pria yang mau."
Satu lagi ucapan Ibu yang membuatku terdiam. Aku selalu merasa tidak bisa berkutik setelah hal itu diungkapkan.
"Bu Mei, masih di sekolah?"
Pertanyaan itu menyadarkanku dari lamunan. Pak Ari, rekan kerjaku di sini kini menatapku dengan curiga. Ini sudah pukul 5 sore, yang artinya sudah lebih dari jam kerjaku di sini. Ruangan juga sudah sepi. Tapi aku masih bisa mendengar riuh rendah anak-anak yang masih mengikuti kegiatan ekstra kurikuler di luar.
Aku memang bekerja di sebuah sekolah Menengah Atas swasta. Sebagai tenaga administrasi tentunya. Yang sesuai dengan pendidikanku sarjana ekonomi. Sebenarnya aku pernah mendapatkan tawaran bekerja yang lebih menggiurkan hanya saja di luar kota dan aku tidak mungkin mengambilnya. Ibu Bapak tidak ingin aku pergi jauh. Meskipun sekarang aku mengontrak rumah di dekat sekolahan, Ibu Bapak bisa menerima yang terpenting masih dalam satu kota.
"Bentar lagi, Pak."
Jawabanku membuat Pak Ari menganggukkan kepala lalu berpamitan untuk pulang terlebih dahulu. Aku mulai memberesi meja kerjaku. Bunyi pesan di ponsel membuatku mengalihkan tatapan ke ponsel dengan casing warna biru laut itu. Aku mengambilnya dan mengecek siapa yang mengirimiku pesan.
081234679121
Aku di luar.Aku mengernyitkan kening membaca pesan dari nomor tak dikenal.
Meisya
Siapa?Aku membalas dengan cepat.
081234679121
Bara. Calon suamimu.Mataku membelalak melihat balasan itu. Aku tidak pernah memberikan nomorku kepadanya. Tapi...
Aku paham kalau Ibu pasti sudah memberikan kontakku. Terlebih Bara sudah sampai di sini pasti juga mendapatkan informasi dari Ibu. Kuhela nafasku dan segera beranjak berdiri. Aku tidak suka ini.
Aku melangkah keluar dari ruanganku. Melewati lapangan basket yang sekarang dipenuhi anak-anak yang mengikuti ekskul. Melihat mereka itu suatu hiburan untukku. Aku senang dengan keceriaan mereka.
Sepatuku menapaki batu kerikil di taman sebelah lapangan basket, lalu aku berbelok ke kanan dan melewati pos satpam yang ada di gerbang sekolah.
"Sore, Pak."
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA MANTAN MENYAPA
RomanceMeisha harus menuruti perjodohan yang sudah dibuatkan orang tuanya. Ingin menjadi anak yang berbakti, Meisha menyetujuinya. Tapi alangkah terkejutnya saat mengetahui calon suaminya adalah kakak kandung dari mantan kekasihnya. Bara Aryalaksa. Sosok p...