12

185 15 0
                                    

Nana kali ini sekolah seperti biasa diantar oleh Leon. Sepanjang perjalanan Nana kepikiran dengan Byan, tidak ada suara apapun saat telefon mereka masih menyala; hening, tetapi pikiran negatif nya ia tepis. Mungkin laki-laki itu ketinggalan handphone nya di rumah dan sudah berada di sekolah.

Nana sudah sampai di sekolah, Leon menurunkan Nana dan memakirkan motor miliknya.

Ia melihat kearah gerbang, banyak sekali anggota OSIS yang sedang berjaga. Tetapi Nana sama sekali tidak melihat batang hidung Byan.

Byan kemana?

Tumben banget gaada.

Nana memperhatikan mereka cukup lama. Ia melihat salah satu mantan nya Byan, wakil ketua OSIS. Biasanya perempuan itu pasti sudah menempel dengan Byan seperti perangko.

Itu ada Ara, harusnya kan ada Byan. Dia gamasuk ya?

"Duarrr, bengong aja." Dion menepuk bahu Nana dari belakang. "Ahh kaget." Nana berbicara dengan datar tapi dengan nada yang dramatis berpura-pura kaget dengan kedatangan Dion yang tiba-tiba menghampiri dirinya.

"Sendirian aja, byan kemana?" Dion bertanya sambil melihat kearah sekitar Nana tapi tidak menemukan yang ia cari. Nana hanya menggeleng kan kepalanya pertanda tidak tahu.

Leon yang sudah memakirkan motornya melihat adiknya diganggu oleh musuhnya. Ia buru-buru menghampiri Nana.

"Ekhem ekhem." Leon dengan sengaja berdehem padahal tenggorokan nya tidak terasa gatal. Ia berdiri di depan Nana berhadapan dengan Dion. Melipatkan kedua tangannya seperti ingin menantang.

Dion yang melihat Nana ketutupan dengan badan Dion berusah menengok ke kanan dan ke kiri. Leon masih berusaha menutupi mengikuti pergerakan kepala Dion.

Dion yang kesal, "Minggir lo."

"Kalo gue gamau gimana."

"Minggir tai."

"Gak."

Nana yang sedang malas melihat pertengkaran, ia mengendap-ngendap pergi bergegas menuju lorong samping sekolah. Nana dengan hati-hati langsung lari lantaran menurut nya sudah aman dari Leon dan Dion.

Dion dan Leon yang masih bertengkar bahkan seragam mereka sudah mulai berantakan dengan kondisi saling memegang bahu satu sama lain.

Tidak menyadari bahwa Nana sudah pergi meninggalkan mereka berdua dan bell sekolah juga sedang berbunyi.

Mereka saling bertatapan dengan mata yang terlihat sudah sama-sama emosi dan mulai lelah.

"Oke kalo gitu gimana kita tanya Nana, pilih gue abangnya atau lo." Leon menekankan kata bahwa ia abangnya Nana.

"Oke, impas ya."

Saat mereka berbalik badan ke tempat saat Nana berdiri tadi. "Dek pilih gue atau-" ucapan Leon terpotong saat melihat Nana sudah tidak ada di tempatnya.

Ia mengernyitkan alisnya dan saling bertatapan bingung dengan Dion.

Hening.

Mereka melepaskan tangan mereka satu sama lain dan merapihkan seragam mereka yang berantakan. Berusaha bersikap cool dan tidak terjadi apa-apa.

Lalu bergegas pergi dengan arah yang berbeda. Leon ke arah kanan dan Dion ke arah kiri. Mereka baru berjalan beberapa langkah berhenti sebentar, sadar kalau arah jalan mereka menuju kelas tertukar.

Dion dan Leon dengan kompaknya sama-sama berputar balik lagi. Beberapa detik mereka melihat satu sama lain. Lalu berjalan bertukar arah dan sama-sama membuang muka, pura-pura tidak melihat.

BYANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang