BAB I

8.7K 228 23
                                    

"Iya, Ibu. Aku akan datang. Kali ini aku benar-benar akan datang. Berhentilah mengomeliku, aku sangat lelah dan mendengar omelanmu justru membuat kepalaku sakit."

Tergopoh-gopoh wanita cantik itu melangkah menyusuri zebra cross yang siang itu sepi pejalan kaki. Kepalanya miring ke kanan berupaya mengapit ponsel dengan bahu sempitnya, sementara tangan kirinya hati-hati membawa secangkir kopi selagi tangan kanannya dibuat kerepotan memeluk sebuah kotak yang ditopang di lekuk pinggangnya.

"Baguslah jika akhirnya kau mau menuruti perkataan Ibu, kau harus tahu Daddy-mu bahkan rela meninggalkan pekerjaannya demi menemui Tuan Lee dan memohon untuk mengatur jadwal pertemuan yang baru." Begitu bersemangat sang Ibu membeberkan informasi yang tidak seberapa penting tersebut.

"Aku koreksi, Paman John masih calon Daddy-ku, demi Tuhan pernikahan kalian akan berlangsung tahun depan kalau Ibu lupa. Lagipula, kenapa kalian sangat terobsesi pada si Lee Lee itu? Seperti tidak ada desainer lain saja."

"Kau juga Lee, anak nakal! Dan lagi, 2 tahun bekerja di perusahaan majalah fashion tapi kau sama sekali tidak tahu tentang Tuan Lee? Aigoo, Lee Haechan. Kredibilitasmu patut dipertanyakan. Jika Ibu adalah atasanmu, kau tidak akan bisa bernapas tenang walau sehari saja."

"Ya ya ya, aku percaya Ibu akan melakukan hal keji itu padaku." Lee Haechan menyahut sekenanya. Sepertinya ia mulai bosan meladeni Ibunya. "Sudah dulu, Bu. Temanku sudah memanggilku. Aku akan menghubungimu lagi nanti, daaaahh..." Sambungnya.

Ia dengan mudah mengantongi ponselnya kembali. Fleksibilitas seorang Lee Haechan memang patut diacungi jempol. Orang-orang mungkin akan menganggapnya aneh sebab seringkali bertingkah terburu-buru. Tapi biarlah. Toh, kenyataannya tidak seburuk itu juga, ia hanya memiliki kemampuan multitasking di atas rata-rata hingga rasanya sayang jika tidak dimanfaatkan.

"Kenapa lama sekali? Aku hampir pingsan menunggumu, kau tahu?" Cibir perempuan berperawakan kecil kurus yang adalah teman Lee Haechan.

"Maaf, sayangku. Aku lama karna masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan." Balas Haechan sembari membawa dirinya duduk di kursi seberang temannya.

Mereka berjanji untuk makan siang bersama, tapi seperti biasa, Lee Haechan selalu muncul belakangan dan membiarkan temannya menunggu sendirian sampai kelaparan. Si cantik bersurai legam bak jelaga itu memang cukup sibuk akhir-akhir ini. Siapapun bisa memakluminya, namun tidak bagi seseorang yang perutnya sedang meronta-ronta minta diisi.

"Ck. Aku sangat benci pada sisi pekerja kerasmu itu. Tapi bagaimanapun aku tetap bangga padamu. Selamat untuk majalah pertamamu, Haechan-ah. Aku sudah melihatnya, dan ya, itu keluar dengan sempurna."

Lee Haechan tersenyum simpul. Ia juga sangat bangga pada dirinya sendiri. Mencantumkan namanya di antara para redaktur majalah ternama adalah impiannya sejak lama, maka saat diberi kesempatan menjadi penanggung jawab tema majalah edisi bulan ini, serta-merta membuatnya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan tersebut.

Get Panties In A Twist (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang