BAB VI

4.9K 160 13
                                    

"Ya Tuhan!"

Rasanya sebagian besar manusia di muka bumi ini pernah mengalami bangun tidur mendadak sebab dorongan dari alam bawah sadar. Semacam ada sesuatu yang penting untuk dilakukan namun dengan mudahnya terlewat begitu saja. Seperti yang dialami Lee Haechan, wanita itu tiba-tiba terbangun karena teringat satu hal— adalah janjinya pada sang Ibu. Tidak mengherankan memang, otak mana bisa bekerja dengan benar saat jiwa dan raga sepenuhnya diperbudak hawa nafsu, benar?

"Ponsel! Di mana ponsel— Uhh..." Lee Haechan merintih sakit, pun aksi grasah-grusuhnya seketika terhenti.

Tidak ada orang di sana untuk dimintai bantuan. Dengan malas ia menoleh pada jam weker di atas nakas— sudah jam 1 siang rupanya, pantas saja ia ditinggal sendirian. Ingin teriak saja rasanya, Haechan sangat butuh ponselnya sekarang tapi sekadar melangkah pun sungkan. Ia kepayahan menggerakkan tubuhnya, asal tahu saja.

"Aku lupa mengabari Ibu, bagaimana ini..." Rengeknya.

Kwon Eunbi mungkin tidak serius saat berkata tidak akan tidur sebelum tahu di mana sang putri menginap— Haechan sebenarnya juga tak yakin dengan hal itu. Hanya saja, bukankah Lee Haechan sudah berjanji akan mengirim pesan pada Ibunya? Lalu apa-apaan dengan sikapnya sekarang? Sungguh tidak dapat dipercaya. Well, sepertinya Lee Haechan harus bersiap-siap menerima kemurkaan Ibunya.

Cklek

"Kau sudah bangun?"

"Mark! Kau tahu di mana ponselku??" Sambut Haechan sedemikian heboh.

"Di meja kerjaku." Pria itu ikut naik ke tempat tidur sigap mengambil posisi di samping Lee Haechan. "Selamat siang, sayang." Ucapnya sembari mendusalkan wajahnya di ceruk leher yang lebih muda.

"Mark, aku lupa mengabari Ibuku! Bagaimana ini, dia pasti sangat khawatir seka— eunghh!"

"Mark..." Haechan mendorong dada Mark Lee agar pria itu menjauh, namun nihil. Tubuh besar Mark Lee sama sekali tidak terpengaruh dengan dorongan main-mainnya.

Boleh tidak Haechan 'sedikit' menyesali perbuatannya? Haechan akui kalau percintaan mereka semalam amat sangat luar biasa. Mereka bercinta semalaman suntuk seakan tidak ada hari esok. Ia sungguh menyukainya hingga akhirnya menyadari betapa gilanya seorang Mark Lee. Digagahi sampai pingsan adalah sesuatu yang tidak pernah Haechan bayangkan.

"Aku sudah mengobati selangkanganmu, aku harap nanti malam kau sudah baik-baik saja."

"Ada apa dengan nanti malam? Kau berniat mau meniduriku lagi atau bagaimana?" Sinis Haechan.

Lagipula siapa yang tidak berpikir negatif bila saat ini Mark Lee memandangnya sedemikian lekat? Dan tangan pria itu, astaga, lancang sekali menyelusup ke dalam kemeja kebesaran yang dikenakan Haechan— kemeja milik Mark, omong-omong.

"Ayolah, Mark... Aku bahkan melewatkan sarapanku, jangan buat aku melewatkan makan siang juga." Protes Haechan. Ia merotasikan matanya sebagai bentuk keberatan.

Mark Lee terkekeh pelan, berbanding terbalik dengan aksinya yang enggan menarik keluar tangannya dari balik kemeja Lee Haechan. Entahlah, ia tiba-tiba ingin meniduri wanita itu lagi. Bercinta selama 10 jam rasanya masih sangat kurang, sekurang-kurangnya ia harus menunggangi Haechan selama seharian.

"Bagaimana jika sarapan dengan penis beruratku?" Seduktif pria itu. Ia benar-benar sudah ketularan Lee Haechan.

Tawa renyah Lee Haechan serta-merta mengudara. Ke mana hilangnya Mark Lee si pria sopan nan santun dengan etika berbicara yang kerap ia junjung tinggi? Haechan ragu kalau pria ini adalah pria yang sama yang membuatnya frustasi.

"Baby tidak pandai melakukan blow job... Lagipula Daddy sangat kasar, baby tidak bisa mengimbanginya." Haechan menyahut manja, kedua tangannya memeluk mesra leher Mark Lee.

Get Panties In A Twist (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang