Music : Mahalini – Buru-Buru
"Jadi lo bangunin gue pagi-pagi pake alasan jogging sebenernya lo cuma mau curhat, Dam?" Aryo mengomel dengan wajah ngantuk dan rambut berantakannya. Sejak subuh tadi telepon genggamnya berdering tidak berhenti dan betapa dia makin kesal begitu tau kalau yang mengganggunya ternyata cowok, kalau cewek sih masih oke lah, tapi ini cowok dan seorang Sadam?
Balada jadi teman dekat Sherina, otomatis hidupnya jadi banyak diganggu oleh drama si sahabat dengan kekasihnya sejak mereka kembali dari Kalimantan tiga bulan lalu.
Keduanya kini sedang duduk di meja makan dadakan yang disiapkan oleh abang tukang bubur di pinggir jalan dekat taman, di bawah pohon rindang dan angin sepoi-sepoi. Ya walaupun anginnya tidak menyegarkan juga karena polusi Kota Jakarta sudah masuk ke level mengkhawatirkan.
Sembari menunggu bubur ayamnya datang, Aryo pun menyampaikan omelannya lengkap dengan wajah ditekuk merajuk.
Sadam yang merasa sudah biasa melihat sahabat kekasihnya ini merajuk, mengabaikan itu semua dan langsung menjawab, "Iya, di sini cuma lo yang bisa gue percaya untuk tau banyak hal tentang Sher."
"Lah temen-temen ceweknya yang semalem kalian ketemu bukannya lebih bisa dipercaya?" Tanya Aryo bingung, dia lihat di story Instagram Sherina semalam kalau sang sahabat habis memamerkan pacar barunya ke teman-teman SMA berkedok reuni.
Sadam menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Nggak deh, gue lebih percaya sama lo."
Aryo tersenyum jahil, "Kenapa? Itu cewek-cewek malah genitin lo ya?"
Yang dijahili hanya mendengus pelan, "Heran gue juga, jelas-jelas gue udah sama Sher."
Dengan wajah sok memahami, Aryo menepuk-nepuk pelan bahu pacar sahabatnya itu, "Sabar Dam, balada jadi cowok tampan."
"Udah nggak usah dibahas. Gue ngajak lo ketemuan pingin nanya sesuatu sebenernya."
Aryo mengangguk-ngangguk, bubur ayam mereka kemudian datang dan menginterupsi obrolan mereka sebentar. Sembari mulai makan, Aryo membuka obrolan lagi, "Lo keluar sendirian gini udah bilang ke Sher mau ketemu gue?"
Sadam menggelengkan kepalanya, "Enggak, dia masih tidur. Biarin aja dia tidur sampe siang."
Aryo lagi-lagi memasang wajah dramatis sembari mengepalkan kedua tangannya di depan dada, "Yayang Sadam pelan-pelan dong pak supir. Kasian neng-nya capek."
Sadam langsung menjitak kepala Aryo kesal, yang dijitak langsung bereaksi semakin dramatis, "Sakit, yayang!"
"Capek gue sama lo, Yo." Sadam mendengus kesal lalu menyendok lagi buburnya yang baru dimakan tiga suap.
"Lebih capek mana sama gue yang dari subuh udah diteror???" Aryo membalasnya dengan nada yang masih sama dramatisnya.
"Ya sorry."
"Cih."
Keduanya kemudian tertawa lepas. Siapa sangka pertemuan singkat mereka di Kalimantan bisa membuatnya jadi teman yang seru seperti ini.
Aryo yang sudah selesai memakan bubur dan minum teh anget sampai habis kemudian berdeham, "Ehm, jadi mau curhat apa bapak?"
Sadam yang juga baru selesai dan sedang mengelap bibirnya dengan tissu lalu menatap Aryo yang duduk di depannya. Ekspresi wajahnya berubah menjadi lebih serius.
"Menurut lo, Sherina mau nggak kalo lepas kerjaannya di sini?"
Aryo teriak bingo dalam hati, ia sudah bisa menebak kalau tema obrolan pagi ini memang tentang kelanjutan hubungan keduanya. Tapi bukan Aryo kalau nggak bisa mencairkan ketegangan suasana, "Buset, beneran ngebut banget pak, baru juga tiga bulan."