pertemuan pertama

9 5 0
                                    

Bising klakson memecah keheningan pagi menjelang siang itu. Gadis berambut sebahu dengan style simple kaos berwarna hitam berulang kali melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Gadis itu bernama Azkia Veronika, kulitnya berwarna kuning langsat dengan tinggi badan yang tidak terlalu tinggi.

Drettt...
Notifikasi pesan yang masuk ke handphone Azkia menampilkan sebuah nama yang berhasil mengalihkan pokus Azkia.

Saka: Kia, Lo di mana? Gue udah sampai
Kia : aku masih di jalan
Saka: cepetan kiaa!
Kia: kamu kecepetan Saka, lagi pula ini masih jam 09.15 kita kan janjian jam 09.30
Saka: gue tuh orangnya tepat waktu, kalau gue bilang 09.30 sebelum jam itu gue pasti udah datang
Kia: sabar yah
Saka: 5 menit gak mau tau

....

Di kejauhan Kia sudah bisa menangkap sesosok yang terduduk di salah satu bangku di peron kereta, lelaki itu juga membalas pandangan Kia. Di setiap langkah Kia menuju Lelaki itu, lelaki itu sama sekali belum juga mengalihkan pandangannya. Ya memang wajar saja, karna mereka hampir 3 tahun tidak pernah bertemu. Tetapi tetap saja di tatap dengan cara seperti itu berhasil membuat Kia menjadi sedikit salah tingkah.
Tinggal beberapa langkah lagi Kia sampai di tempat Saja berada. Saka Anendra lelaki tinggi 165 cm dengan ciri khas lesung pipi. Seingat Kia dulu lesung pipi lelaki itu tidak begitu jelas tetapi sekarang gadis itu membatin lesung pipi lelaki di hadapannya sangat menggoda. Kia masih menatap Saka sesekali.
"Kenapa Lo liatin gue gitu, kangen sama gue ya karna udah gak ketemu sejak SMP?"
"Apaan si!" Kekeh Kia.

Kereta melaju di mana peron mereka berada. "Ayo," ajak Saka antusias.
Gadis itu menyengitkan dahi keheranan, menurut Kia, mereka seharusnya menyebrang ke peron kedua sedangkan mereka sekarang berada di peron pertama.
"Kita harus menyebrang ke sana dulu, Saka," Seru Kia mengingatkan.
"Loh, bener di sini Kia." Saka memasang wajah keheranan. Sedangkan kereta yang semula berhenti kini sudah meninggal stasiun di mana mereka berdua berada.
"Tuh kan udah jalan, bener di sini Kia."
"Enggak Saka, untuk ke perpustakaan Jakarta. Kita harus ke peron 2 Saka." Mata Kia melirik dan mencoba memberi isyarat pada Saka bahwa mereka seharusnya menyerang ke arah sana.
"Kita ke Jakarta?"
"Kok kamu yang bingung Saka?"
Saka kini menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal. "Tunggu, kemarin Lo bilang kita mau ke perpustakaan daerah kok sekarang jadi ke perpustakaan Jakarta?"
"Iya tapi kan terakhir kita bahas perpustakaan Jakarta!" Kia mulai merasa geram dengan lelaki di hadapannya.
"Jadi dari kemarin lo mikir kita pergi ke perpustakaan Jakarta sedangkan gue mikir kita pergi ke perpustakaan daerah. Gitu?!" Saka tertawa geli menatap mata bulat Kia yang terlihat lucu. Gadis itu cemberut, sedangkan Saka masih tertawa renyah. Lelaki itu mengacak rambut gadis itu gemas.
"Ini gue yang terlalu tinggi atau Lo yang mendekin sih Kia." Saka kembali tertawa renyah. Kia yang kesal memukul lengan lelaki itu, gadis itumemajukan bibir bawahnya. "Gue tinggi!" ungkap Kia menegaskan.
"Iyadeh, Kia ... Kiaa, kok enggak keliatan." Saka melirik ke sana kemari seolah mencari Kia. Kali ini Kia mencubit lengan lelaki itu. "Nyebelin!" protes Kia.
"Iya enggak."

...

Hampir satu jam setengah kereta mereka akhirnya sampai di tempat yang mereka tuju. Sampai akhirnya pintu kereta itu terbuka.
"Kia mana sih, mau turun gak. Kia oh Kia." Saka bertingkah mencari Kia kesana kemari.
"Udah turun, cepet atau kamu aku tendang dari belakang!" Ancam Kia. Lelaki itu lagi-lagi tertawa.
Setelah perdebatan sengit, akhirnya mereka sepakat untuk datang ke perpustakaan Daerah. Dari jarak tempuh yang tidak begitu jauh.
Kia sudah menemukan deretan tukang jajan yang membuat perutnya seketika keroncongan.
Kia yang berjalan, sibuk menatap satu persatu jajanan yang berjejer.
"Saka, laper."
"Yaudah ayo makan," ajak Saka.
"Enggak deh, aku mau ke perpustakaan dulu."
"Labil ni anak."

Mereka sudah sampai di depan gedung bertingkat yang berdiri kokoh di hadapan mereka.
"Gue belum pernah masuk ke sini Loh, biarpun gue sering lewat sini." Saka menatap takjub bangunan itu.
"Makanya ayo masuk!"
Saka mendekatkan sedikit mulutnya ke arah pipi Kia. "Beneran gak bayar?" Bisik Saka pelan.
Kia refleks mendorong pipi lelaki itu. "Iya enggak bayar, dasar maunya gratisan," ejek Kia.
"Cuma nanya padahal," balas Saka tidak terima.
"Yaudah ayoo." Kia menarik tangan lelaki itu cepat.

Setelah selesai melakukan pendaftaran. Akhirnya mereka memutuskan untuk melihat beberapa lukisan terlebih dahulu.
"Sini gue foto," Saka mengambil kamera handphone dan memerintahkan gadis itu untuk segera berpose

Cekrekk

Saka tersenyum singkat melihat hasil fotret dirinya yang menurutnya seperti fotografer profesional.
Namun perhatiannya teralih pada nada dering yang entah notifikasi apa. Lelaki itu terdiam cukup lama, matanya begitu fokus menatap layar handphone itu.
"Maaf Kia, gue harus pergi. Ada sesuatu yang harus gw selesaikan." Suara Saka terdengar parau. Entah sejak kapan wajah lelaki itu berubah menjadi tegang seperti itu.
"Ada apa?" Kia memegang lengan Saka, gadis itu sedikit cemas karna wajah lelaki itu berubah secara drastis. Dalam hati ia bertanya tanya adakah sesuatu yang salah.
Lelaki itu pergi dengan meninggalkan sentuhan tangan Kia di udara. Kosong, hampa. Menurut Kia, untuk pertama ini lelaki itu memang terlihat cukup aneh.

Bersambung

Terimakasih untuk yang sudah membaca. Jangan di skip atau di baca melompat karna selalu ada teka teki dan jawaban di setiap babnya.

Jaga kesehatan
Dan jangan lupa bahagia hari ini
♥️♥️♥️♥️

Pukul Setengah 7Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang