Bab 1

9 3 0
                                    

Sudah dua jam yang lalu Arumi terdiam dengan kepala menunduk, mendengar percakapan orang tuanya yang tengah bersemangat membahas pernikahannya. Ah, lebih tepatnya ayahnya lah yang lebih bersemangat karena wanita yang di samping ayahnya yang bernotabene ibu tirinya itu terlihat tidak tertarik dengan percakapan tersebut.

Tidak jauh di sana terlihat saudara tirinya memandang ia dengan senyum seringainya dan tak lupa dengan tatapan yang seperti ... Ah, sudahlah, saat ini ia sedang merancang rencana bagaimana caranya ia bisa lari dari perjodohan gila yang di lakukan ayahnya sendiri. Tak lama dari itu, suara bariton ayahnya terdengar memanggilnya. "Arumi, kemari."

Dengan tangan yang saling bertaut Arumi beranjak dari kursi dapur dan melangkah ke arah sang ayah. "Arumi, ini pak Harto, dia calon suami kamu. Ayo beri salam padanya, pak Harto akan segera pulang."Ucap ayahnya-Danang.

Arumi sudah tau siapa yang akan menjadi calon suami yang di ucapkan Danang, tak ada yang tidak mengenal pak Harto di kampung ini, dia seorang juragan terkaya di kampungnya dan memiliki tiga istri di rumah, serta pak Harto adalah bos di tempat kerjanya. Tak hanya itu, pak Harto, memiliki empat anak perempuan yang tak jauh dari umur Arumi dan tak memiliki anak laki-laki dari ke tiga istrinya.

Dengan terpaksa Arumi menerima uluran tangan pak Harto dan meletakkannya di dahi tangan itu, atas bentuk sopan terhadap yang lebih tua.

"Rasa-rasanya, saya tidak sabar segera menikahi mu Arum."Masih dengan tangan mereka yang bertaut, pak Harto tiba-tiba berucap kalimat laknat yang membuat Arumi terdiam bergidik ngeri. Segara Arumi melepas tautan itu dan tersenyum canggung, dalam batin Arumi, ia tak akan pernah menikahi pria tua seperti pak Harto. "Kalau begitu, saya pulang dulu ya, Danang."Lanjut pak Harto, saat melihat keterdiaman Arumi.

Seperginya pak Harto, Danang-ayah Arumi, segera masuk ke kamar dan di susul istrinya, menyisakan Arumi dan Agus-saudara tirinya di ruang tamu.

"Bagaimana rasanya akan di nikahi dengan pria kaya Arum?"tanya Agus.

Bukannya menjawab pertanyaan Agus, Arumi berbalik bertanya atas ucapan saudara tirinya itu. "Apa maksud mas Agus?"

"Halah, jangan berpura-pura bodoh."Setelah mengucapkan kalimat yang membuat Arumi kebingungan, Agus pergi ke kamarnya meninggalkan ia sendiri, Arumi hanya bisa menggelengkan kan kepalanya tak habis pikir.

Arumi dan Agus memiliki perbedaan usia tidak begitu jauh, Agus tiga tahun lebih tua dari usia Arumi. Mereka tidak terlalu begitu dekat sebagai mana saudara tiri pada umumnya, lebih tepatnya Agus-lah yang begitu menjaga jarak darinya.

Saat Arumi berumur dua belas tahun, ayahnya menikahi janda kaya ber-anak satu saat setelah ibu dan ayahnya bercerai di dua tahun sebelumnya. Mendengar kabar ayahnya menikah lagi sang ibu terjatuh sakit berhari-hari, di tahun ke tiga saat kelulusannya di bangku SMP Arumi tak melanjutkan pendidikannya di bangku SMA, ia memilih membantu sang ibu berkerja. Dan di umur tujuh belas tahun ia harus kehilangan ibunda tercinta yang mengharuskannya tinggal dengan ayah serta ibu tirinya. Tepat setelah umurnya sembilan belas tahun, Arumi berkerja di toko sembako tempat di mana pak Harto sebagai bosnya. Jika kalian bertanya mengapa Arumi tidak melanjutkan pendidikannya di bangku SMA? jawabannya, karena Arumi tak bisa melihat ibunya menanggung biaya sekolah, sehingga Arumi memilih berhenti dan ikut membantu sang ibu kerja di kebun karet. Dan sekarang Arumi sudah berumur dua puluh satu tahun,

****

Saat ini Arumi sudah bersiap untuk berangkat ke tempat kerjanya seperti biasa, melupakan sejenak masalah kemarin di mana pak Harto yang berniat menikahinya menjadikan ia sebagai istri ke empatnya.

Ah, itu tidak akan pernah terjadi, tak lama lagi gajinya akan keluar dan ia akan pergi jauh dari kampung ini. Selagi ayahnya dan pak Harto membahas tanggal pernikahan gila itu.

Sesampainya Arumi di tempat kerja, Arumi melihat seseorang sudah menunggunya di dalam toko, seorang perempuan paruh baya dengan kebaya yang melekat di tubuhnya, serta sanggul ukel konde di kepalanya, tak lupa kipas kayu lebar di tangannya. Setelah Arumi sampai pada sosok itu, tatapan sinis lah yang gadis itu dapatkan.

"Ouh... Ini toh, calon istri dari mas Harto."

Kerutan di dahi Arumi menjadi tanda tanya atas ucapan yang di lontarkan oleh perempuan baya yang ada di depannya itu

"Paling cuma hartanya mas Harto saja yang dia mau."

Karena tak mau ambil pusing, Arumi berlalu tanpa pedulikan ucapan perempuan itu.

Segera saja Arumi mengerjakan tugasnya dengan menyapu lantai toko, juga menyusun barang-barang sembako lainnya

Arumi kira, perempuan baya yang merecokinya dengan perkataan-perkataan sinis itu sudah pergi, ternyata perempuan tersebut makin menjadi.

menghinanya dengan ucapan tajam sambil menunjuk tepat di wajahnya.

"Jangan sok cantik ya kamu, perempuan ganjen!."

"Perempuan tidak tau diri!."

"Pelakor, kamu sudah menggoda suami saya kan. Perempuan gatal!"

Ternyata perempuan baya itu istri pak Harto, Arumi memang tidak pernah melihat istri pak Harto satu itu, entah istri ke berapa yang sedang mencaci makinya ini, tak pernah Arumi melihatnya.

Sibuk dengan keterdiamannya, Arumi tidak menyadari jika perempuan baya itu mendorongnya, sehingga Arumi menabrak rak yang berada di belakangnya, menyebabkan barang-barang yang sudah di susunnya jatuh berserakan di lantai.

Meringis sakit, Arumi memegang sikunya yang tergores akibat mengenai rak besi.

Dari kejauhan pak Harto melihat kegaduhan yang di sebabkan istrinya, segera saja pak Harto mendekati mereka. "Ada apa ini?"tanya pak Harto.

Perempuan baya yang sedang di kuasai amarah seketika menciut mendengar suara bariton suaminya.

Melihat keterdiaman istrinya itu, pak Harto bertanya sekali lagi. "Ada apa ini Hasna?"

"Sudah aku bilang, jangan sakiti Arum! aku menyuruhmu datang ke sini agar kau bisa mengenal Arum, bukan menyakitinya!"ucap pak Harto marah.

"Sekarang kamu pulang!" Perintahnya tegas

Dengan melirik sinis, perempuan baya yang di panggil Hasna itu segera melangkahkan kakinya meninggalkan mereka berdua.

"Kamu tidak apa-apa Arum?"tanya pak Harto khawatir.

"Tidak apa-apa, pak."

"Tapi, sikumu terluka."

Lama terdiam, tiba-tiba suara pak Harto kembali terdengar.

"Dia Hasna, istri ke tiga bapak."

Tanpa di tanya pun, pak Harto akan memberikan jawabannya sendiri.

"Arum istirahat saja, biar yang lain mengerjakannya."

"Tidak perlu pak, ini hanya luka kecil saja."

"Jangan membantah, bapak tidak mau kamu kenapa-kenapa."Ucap pak Harto. "Atau Arum pulang saja."Lanjutnya.

Tidak ingin berdebat dengan bos di depannya, Arumi segera saja membereskan barang-barang untuk pulang.

"Mau bapak antar?"tiga kata yang ingin Arumi hindari, sering kali pak Harto menawarinya tumpangan. Tapi, Arumi memilih menolak tawaran itu.

"Tidak usah pak, saya bisa pulang sendiri."

Tak ingin membuat Arumi tidak nyaman, pak Harto mengiyakan saja penolakan tersebut.

(Tak) Selamanya CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang