Bab 3

2 2 0
                                    

Terdengar ketukan pintu yang begitu kuat di sebabkan Agus yang mengedornya, tak lupa dengan makiannya untuk Arumi. Tak lama dari itu terdengar suara pintu yang di dobrak, gadis ayu yang berada di dalam kamarnya hanya bisa menangis ketakutan, tak ada lagi tempat berlindung selain kamarnya ini, jika pintu itu terbuka dia hanya bisa berpasrah. Berdoa semoga orang tuanya cepat pulang dan menolongnya.

"Arumi, buka pintunya sialan!"Teriakan di luar tak membuat Arumi melakukan suruhan Agus.

Sementara itu, Agus berusaha mendobrak pintu di depannya. Tak peduli pintu itu rusak, yang terpenting dia mendapat Arumi hari ini.

Di dobrak 'kan terakhir, pintu tersebut terbuka, kegembiraan tak bisa di sembunyikan oleh Agus. "Sekarang mau lari ke mana kamu Arumi."

Semakin takut dengan kenekatan kakak tirinya, Arumi melangkah mundur untuk menghindari sentuhan Agus yang mendekat padanya.

Saat mundur. Arumi tak sadar jika kakinya sudah menyentuh ranjang kayu miliknya. Ia terjebak.

Merasa lawannya telah kalah, Agus mendorong Arumi sehingga gadis itu terjerambab terlentang dan ia tepat berada di atas Arumi.

Arumi terus saja meronta saat Agus berusaha menciumnya. Dengan rasa kesal Agus melayangkan tangannya mengenai wajah ayu Arumi. "Cobalah untuk tidak melawan sialan!"Panas, itulah yang di rasakan Arumi pada pipinya. Tapi, tak membuat gadis itu berhenti untuk meronta.

"Gue harus dapatkan lo malam ini!"Ucap Agus di akhiri tawanya yang jahat di pendengaran Arumi.

"Jangan mas, ingat Rumi, saudari mas Agus."Suara lirihan Arumi tak membuat Agus luluh.

Agus berusaha merobek baju yang di pakai Arumi, keadaan gadis ayu itu sudah acak-acakan sekarang. "Heh! Persetan dengan lo saudari gue. Ingat, kita bukan sedarah."

Tangan Arumi terus menahan bajunya saat Agus ingin merobek baju tersebut, saat kepalanya ia arahkan ke kanan, tak jauh dari ranjang, terlihat vas bunga terbuat dari tanah liat di meja laci. Segera ia raih vas bunga tersebut, tanpa ba-bi-bu Arumi menghantamkan di kepala Agus.

Suara pekikan Agus serta suara pecahan vas bunga menghiasi kamar bernuansa biru tersebut. Merasa Agus lengah, Arumi mendorong tubuh itu dan lari keluar kamar, bersyukur pintu tak terkunci, segera saja ia menuju pintu belakang.

Saat ia hendak meraih gangang pintu, tiba-tiba pintu di buka oleh seseorang. Melihat sosok yang membuka pintu, Arumi berambah bersyukur, segera saja ia peluk tubuh sosok itu. "Bapak."

Bingung dengan tingkah anak perempuan'nya, Danang bertanya." Apa-apaan ini Arumi, kenapa pintu depan terkunci?"

"Bapak tolong, ma.. mas Agus, di.. dia."

Belum selesai dengan ucapannya, ibu tiri Arumi langsung memotongnya, mencercanya dengan nada khawatir. "Apa? Apa yang terjadi dengan putraku?"

Tak lama, Agus keluar dengan jalan sempoyongan dan tangan memegang belakang kepalanya. Kaget dengan kedatangan orang tuanya, wajah Agus terlihat panik.

"Mas Agus, pak, dia mau perkosa Arumi. Tolong Arumi pak."kata Arumi.

Tapi, saat gadis itu mengucapkan kata tersebut, tiba-tiba ibu tirinya menampar pipinya tepat di mana Agus menamparnya barusan. "Jangan asal bicara kamu! Putraku tidak mungkin melakukan hal itu."

Merasakan ibunya mendukungnya, Agus segera mengarang cerita. "Iya, Agus tidak melakukan itu, Bu. Arumi mencoba menjebak Agus, dia memerintahkan Agus untuk ambil sesuatu di atas lemari. Tapi, tiba-tiba dia menghantamkan vas bunga ke kepala Agus, bu."

"Banar itu Arumi?"Danang memutar kepalanya ke arah Arumi, bertanya pada anak perempuannya.

Arumi menggeleng, tidak membenarkan apa yang di ceritakan Agus. Semua itu bohong, Agus mengarang cerita. "Itu tidak benar, pak. Mas Agus—."

(Tak) Selamanya CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang