2. first impression

345 32 6
                                    

Selesai dari kerja kelompok di perpustakaan kampusnya, Abella bergegas pergi ke kafe untuk bertemu seseorang.

"Mbak, udah lama nunggu, ya? Maaf banget, Mbak," ucapnya dengan tak enak hati karena datang terlambat dari yang dia janjikan.

Hari semakin menuju malam, sekarang pukul 7 malam. Sedangkan janji awal adalah pukul 6 petang.

"Santai, Bell. Nggak lama, kok. Gue sambil ngerjain tugas kantor tadi." Hanin tersenyum lembut, berusaha membuat suasana agar terlihat nyaman.

Abella pun duduk di samping Hanin. "Mbak udah pesan?",

"Gue tadi udah pesan minum."

"Pesen lagi, yuk, Mbak. Sekalian gue mau pesen makanan. Lapar gue, Mbak," ucapnya seraya menyengir.

Hanin terkekeh kemudian mengangguk. "Ayo, gue juga lapar."

Abella memanggil pelayan untuk memesan menu mereka. Abella memesan nasi goreng spesial dan air es. Hanin memesan sop buntut dan jus semangka. Camilan yang mereka pilih adalah paket kentang dengan nuget.

"Udah ketemu Jevano?" tanya Hanin.

Hanin adalah sekretaris mamanya yang sekarang menjadi sekretaris papanya. Hanin yang membantunya menyelidiki kebusukan papanya dan ibu tirinya, yang ternyata mamanya sudah mengetahui lebih dulu dan memberitahukannya pada Hanin. Hanin juga yang membantunya dalam menyusun rencana untuk membalas dendam terhadap dua orang itu.

Dari Hanin, Abella mengetahui segala hal yang tak diketahuinya. Seperti, alasan papanya selingkuh, kasus kecelakaan mamanya yang janggal, dan alasan papanya menyiksanya selama ini. Abella sudah berada di tahap jengkel dan muak melihat tingkah papanya yang buta harta dan buta cinta.

Dan Jevano yang disebutkan Hanin adalah seseorang yang bersangkutan dalam rencananya untuk membalas papanya.

"Belum sama sekali."

"Padahal kalian satu kampus, loh. Dia juga satu circle sama mantan lo dan pacar Gina."

"Iya, emang. Tapi, kayaknya dia emang jarang di kampus, deh, Mbak. Kayak selalu nggak ada kesempatan buat gue ketemu dia."

Hanin menopang wajahnya dengan satu tangannya dan menoleh ke arah Abella. "Lo serius mau nikah sama dia?"

"Wasiat dari Mama, Mbak. Dan juga kan dia bagian dari rencana kita."

"I know, Bell. Tapi, pernikahan itu janji seumur hidup. Lo mau hidup bareng sama orang yang nggak pernah lo kenal sebelumnya? Gue tahu, emang dia yang bisa bantu lo buat nyelesain semuanya. Tapi, coba deh lo pikiran lagi. Gue juga sudah ngasih tahu opsi kedua selain itu."

Abella menghela napasnya berat, lalu menyenderkan tubuhnya. "Emang bener kata lo, Mbak. Tapi, gue ngerasa perlu ngejalanin wasiat dari Mama. Gue pengen dia bahagia di sana ngelihat anaknya menuruti keinginan dia. Mungkin, pilihan Mama kali ini tepat, Mbak."

Hanin ikut menghela napas. "Makanya, lo cepetan ketemu sama dia. Biar lo bisa kenal sosok cowok yang Bu Ardina suka itu. Gue udah ngasih lo informasi dan identitas tentang dia."

Abella mengangguk, lalu sedetik kemudian dia teringat sesuatu. "Gue ngerasa ada yang janggal dari kematian orang tua Kak Jevano, Mbak."

Hanin menjentikkan jarinya. "Gue juga ngerasain itu! Heol, gimana bisa kita punya pikiran yang sama?"

"Kalau orang lain tahu, mereka pasti mikir yang sama juga, Mbak."

Kepala Hanin bergerak untuk melihat situasi. Dia menyuruh Abella untuk mendekat ke arahnya karena dirinya berbisik. "I think, ini ada hubungannya dengan petinggi atau pemerintahan. Gue dapat informasi di internet. Sebelum kematian orang tua Jevano, mereka itu mau launching produk minuman botol teh namanya Qwertea. Usut punya usut, mereka membatalkan produk itu karena dari pihak investor ingin memasukkan semacam narkoba ke dalam teh itu."

Possessive Psychopath Husband ; JevanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang