8. regret?

138 17 4
                                    

Beberapa jam sebelumnya.

Abella terduduk lemas di sofanya akibat sakit yang dia derita. Jika bukan karena Jevano, mungkin sekarang dirinya masih baik-baik saja.

Dia menghela napasnya yang mulai hangat. Kepalanya yang semakin pusing, badannya yang semakin lemas. Sangat tidak memungkinkan dirinya untuk beraktivitas sekarang.

Tiba-tiba Abella merasakan sebuah getaran ponselnya dari dalam tasnya. Dia membaca nama dari ponselnya itu, yang ternyata pegawainya.

"Ya, Des? Ada apa?"

"Mbak, mohon maaf banget. Stand minuman kita dihancurin sama preman-preman, Mbak."

Duduk Abella langsung tegak. Dia sangat terkejut. "Wilayah kita itu paling aman, Des. Nggak mungkin tiba-tiba ada preman. Astaga. Terus keadaan kalian gimana? Aman?"

"Aman, Mbak. Kami nggak diapa-apain. Tapi, si preman tadi ngasih pesan untuk Mbak. Katanya, kalau Mbak nggak tanda tangan surat itu, mereka bakal datang lagi. Desi nggak paham maksudnya, tapi itu yang mereka bilang, Mbak."

Air mata Abella langsung turun. Dia tahu siapa dalang dibalik suruhan preman tersebut. "Sekarang, kalian beresin aja tempatnya. Terus, langsung pulang. Sementara jangan kerja dulu, sampai ada arahan dari gue. Oke, Des?"

"Siap, Mbak. Uang jualan hari ini kami segera transfer ya, Mbak."

"Iya, terima kasih, ya, Des."

Abella pun menutup ponselnya dan langsung menghubungi seseorang. Dia beranjak dari duduknya, mengambil tasnya yang dia sisakan dompet dan keperluannya saja. Lalu, pergi keluar dari apartemennya.

"Mbak, Papa ada di kantor?"

"Ada, kok, Bell. Ada apa cari Pak Zidan?"

"Nggak papa, Mbak."

Dia langsung menutupnya dan memasuki lift.

Sosok dalang yang menyuruh preman tersebut adalah papanya. Si rakus harta yang selalu menginginkan harta warisan dari mamanya yang diturunkan kepadanya. Latar papanya memang miskin. Tak mempunya apa-apa, hanya saja kondisinya beruntung mendapatkan cinta dari anak kaya raya.

Saking butanya dengan harta, papanya akan melakukan apa saja untuk mendapatkan harta itu sekalipun harus menghancurkan anaknya.

Sial saja anak itu adalah Abella.

*****

"Abella, lo mau ke mana?" cegah seseorang karena Abella ingin menerobos masuk ke dalam kantor papanya.

"Papa ada di dalam kan?"

"Iya, ada. Tapi, Pak Zidan lagi ada tamu, Bell," jelas Hanin berusaha tenang.

"Gue nggak peduli, Mbak."

Seja kedatangan Abella ke perusahaan, menimbulkan tanda tanya bagi mereka. Pasalnya, perempuan itu tak pernah datang ke sini setelah kematian mamanya.

Sekarang, tiba-tiba datang dengan raut amarah yang menggebu. Para pegawai kantor menduga apa yang akan terjadi antara anak dan ayah itu.

Abella pun menerobos masuk tanpa peduli siapa tamu di dalam itu. Dia melihat di dalam ada seorang laki-laki seumuran papanya tengah terdiam sejenak melihat kedatangannya.

"Mohon maaf, Pak, saya sudah mencegah Mbak Abella, tapi dia tetap memaksa ingin masuk, Pak," ucap Hanin dengan tak enak hati.

"Kamu ngapain, Abella? Kamu nggak lihat Papa sedang ada tamu?" tanya papanya dengan rasa malu.

"Aku mau ngomong sama Papa."

"Nanti, Papa lagi ada tamu sekarang."

"Sekarang, Papa. Atau aku omongin langsung di sini, biar tamu Papa tahu apa yang aku omongin?" ancam Abella dengan matanya menyalang amarah. Tak ada lagi rasa sopan untuk papanya.

Possessive Psychopath Husband ; JevanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang